PM Jepang Pangkas Gaji Sendiri, Tunjangan Menteri Ditangguhkan
PM Jepang Sanae Takaichi berencana memotong gaji dan tunjangannya demi reformasi, namun langkah ini menuai pro-kontra di parlemen.
Ringkasan Berita:
- PM Jepang Sanae Takaichi berencana memotong gaji dan tunjangan dirinya serta seluruh kabinet sebagai bagian dari reformasi administratif.
- Saat ini, gaji PM mencapai 1,15 juta yen per bulan, sementara menteri 490.000 yen.
- Langkah ini menuai pro-kontra, antara dukungan atas sikap hemat dan kritik karena dianggap menurunkan nilai jabatan serta tidak berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengumumkan rencana pemotongan gaji dan penangguhan sementara tunjangan bagi dirinya serta seluruh anggota kabinet.
Saat ini, gaji perdana menteri mencapai sekitar 1,15 juta yen atau Rp125.062.500 per bulan, sementara gaji menteri kabinet sekitar 490.000 yen atau Rp53,29 juta per bulan.
Rencana ini merupakan bagian dari komitmen reformasi administratif dan upaya menghapus keistimewaan pejabat kabinet dibanding anggota parlemen.
Takaichi akan mengajukan revisi Public Servant Remuneration Law (Undang-Undang Remunerasi Pegawai Negara) agar tunjangan tambahan tersebut dapat disuspensi sementara.
Pembahasan revisi ini ditargetkan berlangsung dalam sesi luar biasa Dai Diet (parlemen Jepang) saat ini.
Baca juga: Anggota Parlemen yang Juga Dokter Prihatin, PM Jepang Mulai Bekerja Pukul 3 Pagi
Kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan politisi Jepang.
Ketua Partai Demokratik Rakyat, Yuichiro Tamaki, menilai langkah itu tidak perlu karena perdana menteri sudah bekerja sangat keras dan layak menerima gaji sesuai martabat jabatannya.
Ia menambahkan, pemerintah seharusnya fokus pada strategi peningkatan pendapatan rakyat Jepang.
Sementara itu, Noriko Ishigaki dari Partai Demokrat Konstitusional menganggap pemotongan gaji justru menurunkan nilai pekerjaan pejabat publik dan dapat berdampak negatif terhadap ekonomi masyarakat.
Pandangan senada juga disampaikan anggota parlemen Harumi Yoshida, yang menilai langkah simbolik ini sebaiknya digantikan dengan kebijakan nyata menaikkan upah pekerja.
Namun, sejumlah pihak memberikan dukungan terhadap kebijakan Takaichi. Pengacara dan komentator politik Toru Hashimoto memuji keputusan tersebut sebagai langkah disiplin fiskal di tengah gaya hidup mewah sebagian anggota Majelis Nasional Jepang.
Langkah PM Takaichi menjadi perhatian publik karena menunjukkan komitmen terhadap transparansi dan efisiensi pemerintahan, sekaligus membuka kembali perdebatan mengenai etika dan kesejahteraan pejabat publik di Jepang.
Diskusi mengenai politisi di Jepang dilakukan Pencinta Jepang gratis bergabung. Kirimkan nama alamat dan nomor whatsapp ke email: tkyjepang@gmail.com
| Presiden Japan Post Akui Kesalahan, Terima Sanksi dan Potong Gaji Usai Skandal Alkohol Terungkap |
|
|---|
| Dokter di Tiongkok Dikabarkan Hadapi Pemotongan Gaji karena Stagnasi Ekonomi |
|
|---|
| Dituntut 1 Tahun Gara-gara Curhat Gaji Perusahaan Jhon LBF, Septia Harap Tak Ada Lagi Buruh Ditindas |
|
|---|
| Aturan Potong Gaji Pekerja untuk Iuran Tapera Tidak Diundur, Pak Bas: Memang Berlaku di 2027 |
|
|---|
| Main Potong Gaji Karyawan Lewat Tuai Penolakan, Pemerintah Diminta Kaji Ulang PP Nomor 21 |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.