Konflik Rusia Vs Ukraina
Takut Ditinggal AS, Zelenskyy Beri Sinyal Siap Terima Rencana Damai Usulan Trump
Ukraina diberi batas waktu hingga 27 November untuk menerima proposal damai AS. Jika menolak, masa depan perang dengan Rusia makin tidak pasti.
Ringkasan Berita:
- Dari sebelumnya menolak syarat yang dianggap merugikan, kini Kyiv mulai membuka ruang dialog konstruktif.
- Pemerintah AS meyakini Ukraina pada akhirnya akan menyetujui kesepakatan tersebut, yang dapat menjadi titik balik besar dan mengubah peta geopolitik Eropa Timur.
- Namun jika ditolak, Ukraina terancam kehilangan dukungan AS dan menghadapi tekanan internasional yang semakin kuat.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mulai memberi sinyal kesediaan untuk mempertimbangkan rencana perdamaian yang diusulkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Sinyal itu mencuat usai Presiden Zelenskyy mengintensifkan diskusi via telepon dengan Wakil Presiden AS JD Vance dan Menteri Angkatan Darat AS Dan Driscoll terkait usulan perdamaian perang Rusia-Ukraina.
Dalam pernyataan resmi, pihak Ukraina menyebut bahwa kedua belah pihak “berhasil membahas banyak detail” dari usulan Amerika untuk mengakhiri perang.
Zelenskyy juga menyatakan bahwa Ukraina akan memperjuangkan sebuah jalan perdamaian yang “bermartabat dan benar-benar efektif untuk mencapai perdamaian abadi”.
Kendati Ukraina belum menyatakan telah menerima rencana perdamaian yang diusulkan Amerika Serikat secara penuh.
Namun perubahan pendekatan diplomatik Kyiv, dari posisi awal yang tegas menolak semua syarat yang dianggap merugikan kini tampak bergerak ke arah dialog yang lebih konstruktif.
Pergeseran sikap ini membuat pihak Washington semakin yakin bahwa Ukraina pada akhirnya akan menyetujui usulan tersebut.
Pemerintah AS menilai sikap terbuka Presiden Volodymyr Zelenskyy dalam pembahasan teknis bersama Wakil Presiden JD Vance dan Menteri Angkatan Darat Dan Driscoll sebagai sinyal kesediaan Kyiv untuk mempertimbangkan kesepakatan.
Washington melihat perkembangan ini sebagai peluang nyata untuk mendorong tercapainya kerangka perdamaian yang dapat mengakhiri perang lebih dari dua tahun antara Ukraina dan Rusia.
Trump Beri Tenggat Ukraina hingga 27 November
Baca juga: AS Ultimatum Ukraina: Beri Waktu Seminggu Buat Setuju Damai dengan Rusia atau Tak Lagi Dapat Senjata
Pasca pembicaraan digelar, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan batas waktu hingga 27 November 2025 bagi Ukraina untuk menekan proposal perdamaian 28 poin sebagai upaya mengakhiri perang berkepanjangan antara Ukraina dan Rusia.
Dalam kesempatan itu Trump juga mengancam akan menghentikan dukungan senjata, logistik, dan intelijen terhadap militer Kyiv apabila Ukraina menolak usulan damai tersebut.
Hal itu diumumkan Trump dalam wawancara dengan Fox News Radio, Jumat (21/11/2025) waktu AS.
“Kami pikir 27 November adalah tanggal yang tepat. Tujuan kami satu, yaitu menghentikan pembunuhan,” ujar Trump.
Merespon peringatan yang dikeluarkan Zelenskyy langsung merilis video pidato berdurasi 10 menit yang ditujukan kepada rakyat Ukraina.
Zelenskyy mengakui bahwa tekanan internasional terhadap Kyiv kini berada pada titik paling berat sejak invasi besar-besaran Rusia dimulai pada 2022 silam.
Ia menyebut bahwa pemerintahnya menghadapi situasi sulit yang memaksa Ukraina memilih antara mempertahankan martabat nasional atau berisiko kehilangan dukungan krusial Amerika Serikat.
Yang pada akhirnya hanya akan memperburuk kondisi Ukraina ditengah kondisi defisit amunisi, terhimpit di beberapa garis front, dan harus berjuang mempertahankan wilayah strategis atas serangan intensif Rusia.
“Ini adalah salah satu momen tersulit dalam sejarah kita,” ujar Zelenskyy, mengutip dari CNBC International.
“Ukraina mungkin dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit antara kehilangan martabat atau kehilangan mitra utama. Tekanan terhadap Ukraina saat ini sangat berat.”imbuhnya.
Isi Usulan 28 Poin AS–Rusia
Mengutip laporan dari Al Jazeera, rencana 28 Poin usulan Trump yang diklaim dapat meredam perang panas antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung sejak 2022 silam.
Isi proposal yang pertama yakni Ukraina akan diminta membuat konsesi besar, termasuk menyerahkan wilayah tambahan dan berjanji tidak bergabung dengan NATO.
Ukraina juga diminta membatasi jumlah militernya hingga 600.000 personel dan memasukkan ke dalam konstitusi bahwa negara itu tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Sebagai kompensasi, Amerika Serikat dan sekutu Eropa siap memberikan jaminan keamanan gaya NATO, serangan terhadap Ukraina dianggap sebagai serangan terhadap seluruh komunitas transatlantik.
Draf tersebut juga mengatur proses reintegrasi Rusia ke ekonomi global.
Dimana sanksi internasional akan dicabut secara bertahap, memungkinkan Rusia diundang kembali ke G8.
Namun Rusia diminta berkomitmen tidak menyerang negara tetangga.
Rusia juga harus menyetujui pengalihan dana yang dibekukan sebesar 100 miliar dolar untuk membangun kembali Ukraina bersama investasi tambahan dari Eropa.
Rencana pembangunan mencakup rehabilitasi wilayah perang, pengembangan infrastruktur, teknologi, energi, ekstraksi mineral, hingga program kerja sama pendidikan untuk mendorong toleransi budaya dan menghapus ideologi Nazi.
Terkait wilayah, draf itu mengusulkan bahwa Krimea, Luhansk, dan Donetsk diakui sebagai wilayah Rusia secara de facto.
Sedangkan Kherson dan Zaporizhzhia berada pada status pembekuan garis kontak sebagai zona demiliterisasi.
Sebagai bentuk jaminan keamanan, Ukraina dan Rusia sama–sama dilarang mengubah kesepakatan teritorial secara paksa.
Lebih lanjut, rencana juga menjamin pemulihan kemanusiaan, termasuk pertukaran tahanan "semua untuk semua", pemulangan anak-anak yang dideportasi, reunifikasi keluarga, dan komisi khusus untuk menangani korban perang.
Selain itu, Ukraina diminta menyelenggarakan pemilu dalam 100 hari setelah kesepakatan berlangsung.
Semua pihak akan menerima amnesti penuh atas tindakan selama perang, dan pelaksanaan perjanjian akan diawasi oleh lembaga bernama Dewan Perdamaian yang dipimpin Donald Trump sendiri.
Selanjutnya gencatan senjata akan diberlakukan segera setelah penarikan pasukan ke garis yang ditetapkan.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.