Terapi di Rel Kereta Api
Terapi Rel Kereta Api Bahayakan Jantung
Terapi yang dilakukan arga sekitar stasiun kereta Rawa Buaya akan berisiko terutama bagi mereka yang mengidap penyakit jantung.
Editor:
Anita K Wardhani

TRIBUNNEWS.COM - Warga berbondong-bondong melakukan terapi pijat di atas rel kereta api bertegangan cukup tinggi di kawasan Rawa Buaya Jakarta Barat. Menanggapi fenomena banyaknya warga yang melakukan terapi ini, Prof Dr Yahya Kisyanto, PhD, Ketua Perhimpunan Kedokteran Komplementer dan Alternatif Indonesia mengaku prihatin.
Ia mengimbau masyarakat untuk menghentikannya karena pengobatan ini tak memiliki dasar ilmiah yang jelas.
"Kita mesti tahu dulu siapa orang yang memulai ini, dasarnya apa, maksudnya apa, patofisiologinya bagaimana, dan apa referensinya. Kita enggak bisa menerima begitu saja," ujarnya.
Menurut Kisyanto, tindakan coba-coba yang dilakukan warga sekitar stasiun kereta Rawa Buaya akan berisiko terutama bagi mereka yang mengidap penyakit jantung. Pasalnya, terapi listrik yang saat ini digunakan sebagai pengobatan nantinya bisa mengganggu ritme jantung.
"Jadi enggak bisa sembarangan main listrik. Memang ada di ICU kita gunakan namanya kejut jantung, tetapi itu karena kita sudah tahu apa sebabnya, kemudian apa yang mau kita kerjakan. Jadi jangan sembarangan," katanya.
Dia menjelaskan, pada dasarnya pengobatan komplementer hanya sebagai penambah dari pengobatan konvensional, tetapi bukan berarti pengobatan komplementer berbeda sama sekali dengan konvensional.
Terkait kasus ini, Kisyanto kembali menegaskan, yang terpenting adalah harus ditelusuri dahulu siapa orang yang pertama kali menganjurkan pengobatan seperti ini, latar belakangnya apa, dan apa teori yang dipakai.
"Jadi dari kita selalu itu. Telusuri dulu siapa yang pencetusnya, lalu apa maksudnya, kerjanya bagaimana, referensinya dari mana," tandasnya.