Jumat, 12 September 2025

Terapi di Rel Kereta Api

Terapi Rel Kereta Api Bahayakan Jantung

Terapi yang dilakukan arga sekitar stasiun kereta Rawa Buaya akan berisiko terutama bagi mereka yang mengidap penyakit jantung.

zoom-inlihat foto Terapi Rel Kereta Api Bahayakan Jantung
/TRIBUNNEWS.COM/Adi Suhendi
Sejumlah masyarakat di sekitar rel kereta api melakukan aksi tidur di rel lintasan kereta api yang beraliran listrik ringan, di jalur lintasan dekat stasiun tersebut, Rabu (20/7/2011) warga setempat menganggapnya therapi untuk penyebuhan (TRIBUNNEWS.COM/Adi Suhendi)

TRIBUNNEWS.COM - Warga berbondong-bondong melakukan terapi pijat di atas rel kereta api bertegangan cukup tinggi di kawasan Rawa Buaya Jakarta Barat. Menanggapi fenomena banyaknya warga yang melakukan terapi ini, Prof Dr Yahya Kisyanto, PhD, Ketua Perhimpunan Kedokteran Komplementer dan Alternatif Indonesia mengaku prihatin.  

Ia mengimbau masyarakat untuk menghentikannya karena pengobatan ini tak memiliki dasar ilmiah yang jelas.

"Kita mesti tahu dulu siapa orang yang memulai ini, dasarnya apa, maksudnya apa, patofisiologinya bagaimana, dan apa referensinya. Kita enggak bisa menerima begitu saja," ujarnya.

Menurut Kisyanto, tindakan coba-coba yang dilakukan warga sekitar stasiun kereta Rawa Buaya akan berisiko terutama bagi mereka yang mengidap penyakit jantung. Pasalnya, terapi listrik yang saat ini digunakan sebagai pengobatan nantinya bisa mengganggu ritme jantung.

"Jadi enggak bisa sembarangan main listrik. Memang ada di ICU kita gunakan namanya kejut jantung, tetapi itu karena kita sudah tahu apa sebabnya, kemudian apa yang mau kita kerjakan. Jadi jangan sembarangan," katanya.

Dia menjelaskan, pada dasarnya pengobatan komplementer hanya sebagai penambah dari pengobatan konvensional, tetapi bukan berarti pengobatan komplementer berbeda sama sekali dengan konvensional.

Terkait kasus ini, Kisyanto kembali menegaskan, yang terpenting adalah harus ditelusuri dahulu siapa orang yang pertama kali menganjurkan pengobatan seperti ini, latar belakangnya apa, dan apa teori yang dipakai.

"Jadi dari kita selalu itu. Telusuri dulu siapa yang pencetusnya, lalu apa maksudnya, kerjanya bagaimana, referensinya dari mana," tandasnya.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan