Selasa, 9 September 2025

Virus Corona

Covid-19 Tidak akan Hilang, Bakal Jadi Endemi Selama 10 Tahun

Covid-19 akan hidup berdampingan dengan masyarakat dalam waktu yang tidak dapat ditentukan.

Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS/Jeprima
Petugas medis saat memeriksa kesehatan penerima vaksin Covid-19 ketiga atau vaksin booster untuk tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Senin (9/8/2021). Penyuntikan dosis ketiga itu dimaksudkan untuk memberikan proteksi tambahan kepada petugas kesehatan, terutama bagi yang merawat pasien Covid-19.?Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan?booster? vaksin untuk tenaga kesehatan (nakes) ditargetkan selesai pada minggu kedua Agustus 2021 dengan jumlah nakes yang menjadi prioritas penerima vaksin sebanyak 1.468.764 orang. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan para peneliti memprediksi Covid-19 akan menjadi sebuah endemi yang tidak akan hilang sepenuhnya dari muka bumi.

Artinya Covid-19 akan hidup berdampingan dengan masyarakat dalam waktu yang tidak dapat ditentukan.

Berdasarkan survei yang dilakukan Nature terhadap 100 ahli imunologi, firologi, dan peneliti penyakit menular, sebagian besar peneliti memprediksi bahwa Covid-19 akan menjadi sebuah endemi.

"Bahwa 89 persen di antaranya sepakat bahwa virus Covid-19 akan tetap hidup bersamaan dengan kita sebagai sebuah endemi atau yang artinya virus ini tidak akan berakhir menghilang sepenuhnya," kata Wiku, Rabu (18/8/2021).

Karena itu kata dia, pemerintah menyiapkan peta jalan atau road map jangka panjang ke depan agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan Covid-19.

Baca juga: Covid-19 Diprediksi akan Menjadi Endemi

"Hal baik yang dapat ditangkap, yaitu di masa yang akan datang, kekebalan masyarakat akan meningkat terhadap virus ini, seiring dengan akselerasi vaksinasi maupun infeksi alamiah. Sehingga angka perawatan dan kematian akan berkurang walaupun virus ada dan terus beredar," katnya.

Baca juga: Apa yang Terjadi jika Pandemi Covid-19 Berubah Menjadi Endemi? Begini Penjelasan Para Ahli

Selain itu kata Wiku upaya penanggulangan harus terus menerus dilakukan.

Karena agen atau penyebab penyakit, masih tetap ada di lingkungan sekitarnya dan berpeluang muncul kembali apabila lengah.

Baca juga: Amandemen UUD 1945 di Tengah Pandemi Covid-19 Dinilai Tidak Relevan

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan saat ini untuk membentuk ketahanan kesehatan masyarakat jangka panjang.

Pertama, pengendalian kegiatan masyarakat dan modifikasi perilaku menjalankan protokol kesehatan

Upaya ini baiknya dimonitoring dan dievaluasi berkala demi penanganan yang antisipatif.

Selama virus ini masih ada, maka proses mengetat-longgarkan kegiatan akan terus dilakukan demi mencapai masyarakat sehat dan produktif serta aman.

Kedua, mempercepat pembentukan kekebalan atau herd immunity  secara gradual atau bertahap.

Mulai dari pembentukan kekebalan secara regional termasuk secara bersamaan dengan daerah aglomerasi di wilayah sekitarnya sampai perlahan terbentuk menyeluruh secara nasional dengan prioritas populasi dan daerah yang berisiko.

"Jika kita telah mencapai kekebalan komunitas secara nasional, maka kita telah memberikan dan dapat dengan cukup besar dalam upaya intensifikasi vaksinasi secara global demi eliminasi Covid-19," ujarnya.

Ketiga, terus meningkatkan kapasitas dan infrastruktur kesehatan secara merata di seluruh pelosok daerah, melalui upaya testing, tracing dan treatment. Hal ini demi pelandaian kasus terus menerus yang merata.

Modal, alat dan material kesehatan yang terus dikuatkan ini, juga dapat menjadi modal kuat ketahanan sistem kesehatan nasional secara berkelanjutan.

Keempat, mengawasi distribusi varian yang muncul, dan terus melakukan pengembangan dan pembaharuan teknologi untuk meminimalisir efek varian.

Baik terhadap upaya pengobatan, diagnostik dan upaya pelayanan kesehatan lainnya. 

Kelima, menyusun rencana ketahanan kesehatan masyarakat jangka panjang dengan pertimbangan multi disiplin sepeti interaksi antar manusia, hewan dan tumbuhan, sebagai investasi kesehatan jangka panjang.

Hal ini akan sangat bermanfaat tidak hanya menangani Covid-19, namun juga mempersiapkan diri terhadap ancaman kedaruratan kesehatan di masa yang akan datang.

Karenanya, fakta bahwa kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19 harus mampu menumbuhkan sikap optimisme terhadap kekuatan bangsa sendiri.

"Ingat, bahwa pandemi ini bukan yang pertama," ujarnya.

"Sejarah peradaban manusia mencatatkan bahwa manusia kuat dan mampu belajar dengan baik, hasilnya terdapat beberapa penyakit yang dapat dieradikasi atau hilang secara permanen seperti flu Spanyol, cacar dan flu babi," pungkasnya.

Hal serupa juga dikatakan Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin. Menkes menyebut Pandemi sangat mungkin berubah menjadi epidemi dalam jangka waktu 10 tahun atau lebih.

"Mungkin akan berubah menjadi epidemi dan kita masih hidup dengan mereka selama bisa 5 tahun, bisa 10 tahun bisa juga lebih lama dari itu," kata Menkes.

Karena itu lanjut Menkes, target pemerintah bukan menghilangkan pandemi covid-19, melainkan memastikan bahwa laju penularan virus selalu di bawah kapasitas dari layanan kesehatan yang disediakan.

Ada beberapa strategi yang disiapkan pemerintah kata Menkes.

Pertama, melakukan perubahan perilaku dengan protokol kesehatan 3M atau memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Kedua, melakukan deteksi dengan cepat melalui testing, traing atau lacak, dan isolasi.

Menkes mengatakan, kasus Covid-19 yang tinggi akibat besarnya testing atau pelacakan lebih baik ketimbang kasus rendah karena pengetesan dan tracing yang juga minim.

"Karena itu orang yang terdeteksi positif kalau kita tahu kita bisa isolasi sehingga kita bisa mengurangi laju penularan," ujarnya.

Berikutnya lanjut Menkes pemerintah adalah vaksinasi. Menkes mengklaim pemerintah sudah berhasil memperoleh akses dan kontrak untuk memenuhi kebutuhan vaksin untuk 208 juta rakyat Indonesia yang akan datang secara bertahap.

Terhitung Januari sampai Juli 2021 setidaknya ada 90 juta dosis vaksin yang tiba.

Kemudian bulan Agustus mencapai 70 juta dosis dan September rencananya 80 juta dosis akan tiba. 

Karena itu, kata Menkes, waktu-waktu ke depan akan jauh lebih berat dibandingkan dengan periode vaksinasi pada tujuh bulan pertama kemarin.

"Jadi Bapak Ibu jangan mengendorkan ini, tetap dibutuhkan walaupun juga sudah menurun kasusnya. Bahkan mungkin menjadi kehidupan kita sehari-hari kedepannya menjadi bagian dari new normalnya kita ke depannya," tuturnya.

Strategi terakhir dalam penanganan pandemi yang juga mantan Dirut Bank Mandiri ini sebut sebagai strategi defensif yakni mempersiapkan rumah sakit.

Ia mengatakan, jika langkah yang ditempuh sudah sampai pada layanan rumah sakit maka strategi perubahan perilaku, strategi deteksi, dan strategi vaksinasi yang dilakukan kurang keras dan belum disiplin. 

Oleh karenanya, ia ingin penyiapan fasilitas rumah sakit jadi upaya yang terakhir.

"Jauh lebih bagus kalau kita tetap konsentrasi ketiga strategi di hulu dibandingkan dengan strategi yang terakhir ini di hilir," kata eks Wamen BUMN ini.(Tribun Network/fik/kps/wly)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan