Minggu, 7 September 2025

9 Kasus Kematian Akibat Monkeypox Tercatat di Kongo pada 2022

9 orang telah meninggal karena cacar monyet (Monkeypox) di Kongo pada 2022, sedangkan Nigeria mencatat kasus kematian pertamanya akibat penyakit ini.

CHARLES BOUESSEL / AFP
9 Kasus Kematian Akibat Monkeypox Tercatat di Kongo pada 2022 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, KINSHASA - 9 orang telah meninggal karena cacar monyet (Monkeypox) di Kongo pada 2022, sedangkan Nigeria telah mencatat kasus kematian pertamanya akibat penyakit itu pada tahun ini.

Hal ini terjadi saat setidaknya 20 negara di dunia terus bergulat dengan wabah mendadak yang tidak terlihat dalam beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Kasus Pertama Ditemukan di Kongo, Bagaimana Pola Penyebaran Monkeypox pada Manusia?

Pernyataan tersebut disampaikan otoritas kesehatan negara itu.

Dikutip dari laman The Washington Post, Selasa (31/5/2022), Kepala Divisi Kesehatan Sankuru di Kongo, Dr Aime Alongo mengatakan pada Senin kemarin bahwa 465 kasus penyakit telah dikonfirmasi di negara itu.

Temuan angka ini menjadikannya sebagai salah satu negara yang paling parah terdampak di Afrika Barat dan Tengah, di mana penyakit itu telah menjadi endemik.

Roche mengklaim berhasil menemukan alat tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dapat mendeteksi penyakit cacar monyet (Monkeypox), saat virus itu menyebar ke luar dari negara endemik.
Roche mengklaim berhasil menemukan alat tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dapat mendeteksi penyakit cacar monyet (Monkeypox), saat virus itu menyebar ke luar dari negara endemik. (rte.ie)

"Bertahannya penyakit Monkeypox di Kongo adalah karena konsumsi kera dan tikus mati. Warga masuk ke hutan, mengambil bangkai kera, kelelawar dan tikus yang menjadi reservoir Monkeypox," kata Dr. Alongo.

Ia pun mengimbau warga yang mengalami gejala Monkeypox untuk segera ke fasilitas layanan kesehatan terdekat untuk mengisolasi diri.

Baca juga: Total 179 Kasus Monkeypox Ditemukan di Inggris Saat Ini

Sementara itu, Nigeria mencatat kasus kematian pertamanya akibat Monkeypox tahun ini pada seorang pasien dengan kondisi medis yang mendasarinya (komorbid).

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Nigeria pun mengumumkan bahwa pada 2022 telah mengkonfirmasi 21 dari 66 kasus dugaan penyakit tersebut.

"Kematian dilaporkan pada pasien berusia 40 tahun yang memiliki penyakit penyerta yang mendasari dan sedang menjalani pengobatan imunosupresif," kata CDC Nigeria.

Nigeria tidak mengalami wabah Monkeypox sejak September 2017, namun terus melaporkan kasus sporadis.

"Setidaknya 247 kasus telah dikonfirmasi di 22 dari 36 negara bagian sejak saat itu, dengan tingkat kematian mencapai 3,6 persen," jelas CDC Nigeria.

Saat ini lonjakan kasus Monkeypox yang dilaporkan di Eropa dan Amerika Serikat (AS) telah menimbulkan kekhawatiran diantara negara-negara itu.

Sebagian besar kasus cacar monyet atau Monkeypox baru-baru ini telah diidentifikasi diantara pria gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan sesama pria
Sebagian besar kasus cacar monyet atau Monkeypox baru-baru ini telah diidentifikasi diantara pria gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan sesama pria (Hindustanewshub)

Karena banyak diantaranya belum mencatat satu kasus penyakit pun selama bertahun-tahun.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa lebih dari 250 kasus penyakit telah dilaporkan di lebih dari 20 negara yang biasanya tidak diketahui memiliki wabah itu.

Monkeypox sebelumnya tidak memicu wabah yang meluas di luar benua Afrika, tempat yang selama ini menjadi endemiknya.

Salah satu kasus baru di Inggris tercatat pada seorang pria beberapa hari setelah kedatangannya dari Nigeria pada 4 Mei lalu.

Kepala Pusat Pengendalian Penyakit negara itu, Dr Ifedayo Adetifa mengatakan bahwa tidak ada hal yang menunjukkan bahwa warga Inggris itu tertular penyakit tersebut di Nigeria dan negara itu tetap siap untuk menanggapi wabah Monkeypox.

"Tantangan terbesar yang anda miliki dengan penyakit seperti Monkeypox adalah bahwa penyakit ini jarang terjadi dan risiko yang dirasakan oleh penduduk tentang betapa berbahayanya kondisi ini sangat rendah. Itulah sebabnya kami telah melakukan pelatihan kesadaran dan pelatihan advokasi untuk meningkatkan kesadaran petugas kesehatan," kata Dr Adetifa.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan