Jumat, 22 Agustus 2025

Indonesia Targetkan Bebas Kusta dan Kaki Gajah di Tahun 2030

Indonesia masih menempati peringkat tiga dunia dalam jumlah kasus baru kusta, dengan total 12.798 kasus baru.

Tribunnews/ilustrasi AI
ILUSTRASI GAMBAR KAKI - Gambar ilustrasi kaki yang dibuat dengan AI pada hari Sabtu (1/2/2025) terkait isu kusta dan kaki gajah di Indonesia. Indonesia masih menempati peringkat tiga dunia dalam jumlah kasus baru kusta, dengan total 12.798 kasus baru. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia menargetkan bebas Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTDs), khususnya kusta dan filariasis pada tahun 2030.

Direktur Penyakit Menular, dr. Ina Agustina mengatakan, ada berbagai tantangan masih harus diatasi, di antaranya stigma sosial, keterlambatan diagnosis, serta rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan.

Indonesia masih menempati peringkat tiga dunia dalam jumlah kasus baru kusta, dengan total 12.798 kasus baru.

“Provinsi yang mencatat jumlah kasus kusta tertinggi, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, dan Papua,” kata dia dalam temu media, Kamis (31/1/2025).

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia Prof. Linuwih menekankan, stigma terhadap penderita kusta menjadi hambatan utama dalam upaya eliminasi.

“Banyak pasien yang sudah sembuh masih mengalami diskriminasi sosial, sehingga mereka enggan mencari pengobatan sejak dini,” ungkapnya.

Ada lima strategi utama yang dilakukan untuk eliminasi di tahun 2030. Pertama, deteksi dini dan pengobatan cepat dengan terapi Multi-Drug Therapy (MDT) selama 6 hingga 12 bulan.

Kedua, pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) di daerah dengan kasus tinggi. Ketiga, surveilans aktif untuk menemukan kasus secara cepat.

Keempat, edukasi dan promosi kesehatan untuk mengurangi stigma dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Kelima, kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat eliminasi kusta.

Sementara itu, filariasis atau kaki gajah merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk.

Indonesia menghadapi tantangan unik dalam eliminasi penyakit ini karena menjadi satu-satunya negara di dunia yang memiliki tiga spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori (spesies yang hanya ditemukan di Indonesia dan Timor Leste).

Baca juga: Selandia Baru Menuju Negara Bebas Asap Tahun 2025, Ini Cara Tekan Angka Perokok Remaja

Dosen FKUI Departemen Parasitologi Prof. Dr. Taniawati Supali menjelaskan, filariasis adalah penyebab kecacatan terbesar kedua di dunia setelah gangguan jiwa, dengan dampak ekonomi yang signifikan bagi penderitanya.

“Filariasis memperburuk kemiskinan karena penderitanya kehilangan kemampuan bekerja dan akhirnya dikucilkan oleh masyarakat,” jelasnya.

Salah satu tantangan utama dalam eliminasi filariasis adalah banyaknya individu yang sudah terinfeksi tetapi belum menunjukkan gejala.

Infeksi membutuhkan waktu 5 hingga 8 tahun untuk berkembang menjadi kondisi yang terlihat, sehingga banyak orang sehat yang sebenarnya sudah memiliki cacing dalam darahnya, tetapi tidak merasakan sakit.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan