Sabtu, 9 Agustus 2025

Peringatan ASEAN Dengue Day 2025, Perkuat Komitmen Capai Target Nol Kematian Akibat DBD pada 2030

Dengue ancam nyawa sepanjang tahun. Kasus melonjak, vaksinasi dan 3M Plus jadi kunci cegah kematian akibat DBD.

Penulis: Anita K Wardhani
Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
SEMINAR DBD - Seminar ASEAN Dengue Day 2025 yang bertema “Strengthen the Role of Healthcare Workers: Together We Fight Dengue”. 

TRIBUNNEWS.COM - Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi penyakit yang menjadi ancaman kesehatan global. 

Pada tahun 2023, sampai dengan minggu ke-34, wilayah Asia melaporkan 340.383 total kasus dengue dan 884 total kematian, dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,26 persen.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat kasus dengue pada tahun 2024 secara kumulatif mencapai 257.455 dengan kematian 1.461, dan merupakan yang tertinggi setelah tahun 2016.

Hari Dengue ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations) atau ASEAN Dengue Day (ADD) yang jatuh pada tanggal 15 Juni setiap tahunnya, diperingati oleh negara-negara anggota ASEAN sebagai bagian dalam upaya pengendalian dengue yang meliputi pencegahan, penanggulangan, dan tatalaksana, guna menekan angka kejadian dan kematian akibat dengue. 

Di Indonesia, sudah lebih dari 50 tahun lalu ketika kasus dengue pertama kali ditemukan pada tahun 1968. 

Namun, hingga saat ini, dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama dengan angka kejadian yang fluktuatif setiap tahunnya. 

Di tahun 2025 saja, sampai dengan 16 Mei 2025, Kementerian Kesehatan mencatat 56.269 kasus yang tersebar di 456 kabupaten/kota di 34 provinsi, dengan kematian sebanyak 250 kasus yang terjadi di 123 kabupaten/kota di 24 provinsi.

Dengue berdampak luas—bukan hanya tecermin dalam angka kasus, tetapi juga dalam hilangnya produktivitas karena perawatan, baik bagi pasien maupun anggota keluarga yang harus mendampingi. 

Di balik data, ada cerita kehilangan orang-orang tercinta yang tidak tercatat dalam statistik. Setiap kehilangan adalah tragedi yang sebenarnya dapat kita cegah. 

"Yang kadang kita lupa, dengue bukanlah penyakit musiman, dia ada sepanjang tahun dan bisa menyerang siapa saja terlepas dari di mana kita tinggal, usia, dan gaya hidup kita. Untuk itu, kami memanfaatkan momentum ASEAN Dengue Day untuk terus mengingatkan bahwa dengue masih mengancam dan mengintai kita setiap waktu," kata Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines dalam keterangan kepada media. 

Baca juga: Ada Lebih dari 1.400 Kasus Kematian Akibat DBD dalam Setahun, Pemerintah Susun Strategi Baru

Andreas menegaskan komitmen pihaknya sebagai mitra jangka panjang bersama pemerintah, tenaga kesehatan, asosiasi medis, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat umum dalam mendukung tujuan bersama: nol kematian akibat dengue pada tahun 2030. 

“Perjuangan ini membutuhkan aksi kolektif. Mari mulai dari tiga langkah penting: edukasi diri dan orang sekitar tentang pencegahan dengue, disiplin menjalankan 3M Plus, dan terbuka pada solusi pencegahan yang inovatif. Bersama, kita bisa melindungi lebih banyak nyawa dari ancaman virus dengue,” tutupnya.

Salah satu wujud komitmen penanggulangan dengue pada peringatan ADD 2025 kali ini adalah melalui kemitraan dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Jawa Barat.

IDAI dan pihaknya, kata Andreas menggelar Seminar ASEAN Dengue Day 2025 yang bertema “Strengthen the Role of Healthcare Workers: Together We Fight Dengue”.

Seminar ilmiah yang digelar Minggu, 15 Juni 2025 ini menyasar dokter spesialis anak di seluruh Indonesia.

Seminar tersebut menegaskan pentingnya penguatan peran tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan.

Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A. Subsp.Inf.P.T (K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Jawa Barat, dalam sambutannya menyatakan, jika target ‘Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030’ adalah sebuah komitmen global yang telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) dan diadopsi oleh Indonesia melalui Strategi Nasional (Stranas) Penanggulangan Dengue.

"Untuk mencapainya, kita harus serius memperkuat upaya pencegahan, terutama melalui pengendalian vektor dan pemanfaatan metode yang inovatif seperti Wolbachia dan vaksinasi," kata dr. Anggraini.

Menurutnya, dengue bukanlah penyakit yang bisa dianggap enteng karena seseorang dapat terinfeksi virus dengue lebih dari sekali, dan infeksi kedua berisiko lebih parah. 

Hal ini karena virus dengue terdiri dari empat serotipe. 

Jadi, riwayat pernah terjangkit virus dengue tidak membuat seseorang kebal terhadap virusnya. 

Oleh karena itu, di dalam Stranas Penanggulangan Dengue, pengendalian vektor menjadi salah satu fokus yang bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat melalui gerakan-gerakan seperti 3M Plus dan 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J). 

Di sisi lain, yang tidak kalah penting adalah memperkuat sistem imun tubuh terhadap virus dengue melalui penggunaan langkah intervensi inovasi. 

"Karena kita tidak pernah tahu kapan dan di mana akan terkena gigitan nyamuk,” jelasnya.

Baca juga: Tekan Angka Kasus Dengue di Minahasa Utara, Vaksinasi DBD Difokuskan untuk Anak Usia SD

Sementara itu, Dr. dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A. Subsp.Inf.P.T (K), MCTM (Trop Ped), dokter spesialis anak sekaligus salah satu pembicara dalam seminar ilmiah ini menyoroti sejarah penggunaan metode inovatif seperti vaksinasi yang sudah berlangsung sangat lama. 

Penggunaan vaksin untuk pencegahan penyakit bukanlah hal baru. Vaksin telah digunakan selama lebih dari 200 tahun, tepatnya sejak vaksin pertama kali dikembangkan untuk melindungi dari cacar pada tahun 1796. Di mana, saat itu cacar merupakan penyakit yang memakan banyak korban jiwa dan menimbulkan dampak besar pada peradaban manusia. 

Imunisasi saat ini mencegah 3,5 juta hingga 5 juta kematian setiap tahun akibat penyakit seperti difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), influenza, dan campak. 

"Walaupun vaksin tidak membuat seseorang kebal terhadap penyakit, tetapi vaksinasi dapat menurunkan tingkat keparahan apabila terjangkit. Seseorang yang telah divaksinasi tidak hanya melindungi dirinya, tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, vaksinasi dapat memutus mata rantai penyebaran penyakit," jelasnya. 

Prof. Dr. Edi Hartoyo,dr,Sp.A Subsp.Inf.P.T (K), dokter spesialis anak yang juga menjadi salah satu pembicara dalam seminar ini menjelaskan Indonesia merupakan negara endemik dengue dengan kasus dengue tertinggi di Asia. 

Hal ini menjadikan pencegahan dengue sangat penting dilakukan terutama untuk melindungi populasi dengan risiko lebih tinggi terhadap infeksi dengue. 

Beberapa penelitian menunjukkan dengue yang parah dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk usia dengan peningkatan risiko di kalangan anak-anak yang lebih muda. 

Di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2021-2023, sekitar 73 persen kasus dengue terjadi pada kelompok umur 5-44 tahun dengan proporsi kematian tertinggi 49 persen terjadi pada kelompok umur 5-14 tahun.

Selain itu, data global menunjukkan bahwa selama 30 tahun, anak-anak memiliki insiden dengue yang lebih tinggi dan Disability-Adjusted Life Years (tahun-tahun kehidupan yang hilang akibat kematian atau akibat disabilitas yang disebabkan penyakit/DALYs) dari seluruh populasi. 

Di mana, Indonesia merupakan negara dengan beban DALYs tertinggi akibat dengue pada tahun 2021. 

Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan yang komprehensif agar kita dapat terhindar dari risiko dengue parah dan kematian. 

Pencegahan inovatif vaksin dengue yang saat ini tersedia di Indonesia dapat diakses secara mandiri oleh masyarakat. 

Vaksin dengue adalah salah satu langkah krusial untuk meningkatkan perlindungan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Tetapi, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan.”

ASEAN Dengue Day (ADD) adalah peringatan regional yang diluncurkan pada 15 Juni 2011 sebagai tindak lanjut dari persetujuan dalam 10th ASEAN Health Ministers Meeting tahun 2010, untuk memperkuat kesadaran dan upaya kolektif dalam menanggulangi dengue di Asia Tenggara. 

Setiap tahunnya, seluruh negara anggota ASEAN—termasuk Indonesia—mengorganisir berbagai kegiatan edukasi, kampanye, dan kolaborasi di tingkat nasional maupun lokal guna mendorong pencegahan dengue yang berkelanjutan.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan