Kematian Mendadak Saat Lari, Dokter Spesialis Jantung Beri Penjelasan
Di balik hype dan manfaatnya, muncul fenomena mengejutkan, yaitu kasus kematian mendadak saat berlari, terutama saat mengikuti event maraton.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lari, olahraga yang dikenal murah, praktis, dan sangat menyehatkan, kini menjadi bagian dari gaya hidup banyak orang.
Apalagi setelah pandemi COVID-19, makin banyak masyarakat yang menyadari pentingnya olahraga, termasuk lari. Event lari pun menjamur di berbagai kota.
Tapi, di balik hype dan manfaatnya, muncul fenomena mengejutkan, yaitu kasus kematian mendadak saat berlari, terutama saat mengikuti event maraton.
Terkait hal ini, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dr Makhyan Jibril A MSc MBiomed SpJP beri penjelasan.
Baca juga: Mulai Rutin Lari? Berikut Tips Aman untuk Pemula, Biar Enggak Kapok!
Menurutnya, penyebab paling umum kematian mendadak saat lari adalah gangguan pada jantung.
"Memang yang paling sering mengakibatkan kejadian seperti itu rasanya adalah penyakit jantung," ungkap dr Jibril pada talkshow kesehatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Jumat (11/7/2025).
Tapi perlu dipahami, gangguan jantung bukan hanya penyakit jantung koroner.
Banyak juga kasus yang disebabkan oleh kondisi jantung bawaan atau kelainan irama jantung (aritmia).
Seperti Brugada Syndrome atau hypertrophic cardiomyopathy (HOCM)—pembesaran otot jantung yang tidak terdeteksi.
Pada kasus seperti ini, saat tubuh dipaksa bekerja keras melebihi batasnya, jantung bisa mengalami gangguan ritme berat hingga gagal memompa darah.
Akibatnya, suplai darah ke otak dan seluruh tubuh terhenti mendadak dan inilah yang menyebabkan pingsan hingga kematian.
Lantas apakah semua pelari beresiko?
Menurutnya tidak semua. Namun, data menunjukkan bahwa mayoritas kasus kematian mendadak saat berlari terjadi pada peserta di event lari jarak jauh.
Seperti maraton dan half-maraton, bukan pada pelari santai pagi atau sore. Ini karena event tersebut menuntut daya tahan dan kerja jantung yang jauh lebih tinggi.
Lebih lanjut ia menjelaskan jika risiko akan meningkat bila:
- Pelari memiliki riwayat keluarga dengan penyakit jantung atau kematian mendadak.
- Berusia di atas 40-45 tahun dengan faktor risiko seperti merokok, hipertensi, diabetes, atau kolesterol tinggi.
- Memiliki kondisi genetik yang belum terdeteksi seperti Brugada syndrome atau HOCM.
Ia pun menjelaskan tanda-tanda tubuh tak siap lari jarak jauh
Terkadang, tubuh sebenarnya sudah memberi sinyal.
Untuk mereka yang berusia 40 tahun ke atas, gejala seperti nyeri dada, mudah lelah, atau sesak saat aktivitas bisa jadi petunjuk adanya sumbatan di pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner).
Sementara pada pelari muda, kondisinya lebih tricky. Banyak kasus kelainan jantung yang sama sekali tidak menunjukkan gejala hingga akhirnya kolaps saat olahraga berat.
Lantas apa yang harus dilakukan?
1. Kenali Riwayat Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang meninggal mendadak, terutama di usia muda? Bila iya, sebaiknya lakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2.Lakukan Screening Jantung
Pemeriksaan sederhana seperti EKG (rekam jantung) atau treadmill test bisa mendeteksi gangguan irama atau indikasi penyumbatan. Bila dicurigai ada kelainan struktural, bisa dilanjutkan dengan echocardiography.
3. Mulai dari yang Ringan dan Bertahap
Jangan langsung ikut maraton. Mulailah dari lari 5 km, lalu bertahap ke 10 km. Lakukan tapering dan pantau kondisi tubuh setelah latihan.
4. Perhatikan Sinyal Tubuh
Kalau merasa cepat lelah, nyeri dada, atau jantung berdebar tidak wajar, segera konsultasikan ke dokter. Jangan abaikan.
Lari tetaplah olahraga yang menyehatkan, namun seperti semua aktivitas fisik intens, perlu persiapan dan pemahaman akan kondisi tubuh.
Kematian mendadak saat lari memang menakutkan, tapi bisa dicegah jika kita waspada terhadap faktor risiko, mengenali tubuh sendiri, dan melakukan screening jantung secara berkala, terutama sebelum mengikuti event lari jarak jauh.
Jadi, tetap semangat berlari, tapi pastikan tubuh benar-benar siap menempuh setiap kilometer dengan aman.
Bukan Hanya Pompa Darah! Efek Domino Gangguan Jantung Ancam Otak, Ginjal, hingga Paru-Paru |
![]() |
---|
Amartha 10X Run 2025: Ada Half Marathon hingga Kids Dash, Peserta Tembus 5.200 Orang |
![]() |
---|
Sehatkan Langkah, Kuatkan Jejaring: IKA UNAIR Selenggarakan Fun Run 5K 2025 |
![]() |
---|
Lomba Lari Fresh Track 5K di Plaza GBK: Rasakan Sensasi Lari di Malam Hari |
![]() |
---|
Pengalaman Pertama Ariel Noah Lari 10 Kilometer di Mandalika |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.