Rabu, 17 September 2025

Krisis Gizi Anak Melonjak, UNICEF Soroti Konsumsi Gula yang Memicu Obesitas Anak

UNICEF menyoroti krisis gizi global, khususnya pada anak-anak, tentang peningkatan signifikan kasus obesitas yang bahkan melampaui malanutrisi.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Febri Prasetyo
Istimewa
ILUSTASI OBESITAS - Laporan terbaru dari UNICEF menyoroti krisis gizi global, khususnya pada anak-anak, tentang peningkatan signifikan kasus obesitas yang bahkan melampaui malanutrisi di beberapa kawasan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laporan terbaru dari UNICEF menyoroti krisis gizi global, khususnya pada anak-anak, tentang peningkatan signifikan kasus obesitas yang bahkan melampaui malanutrisi di beberapa kawasan.

UNICEF adalah badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas melindungi hak-hak anak dan menjamin kebutuhan hidup mereka di seluruh dunia, terutama bagi anak-anak yang paling rentan

Laporan ini secara spesifik menyebutkan bahwa konsumsi makanan dan minuman olahan yang tinggi gula menjadi salah satu pemicu utamanya.

Selain itu, laporan ini juga mengaitkan masalah ini dengan kurangnya regulasi, pelabelan yang menyesatkan, dan pemasaran yang agresif.

Dalam laporannya, disebutkan bahwa di beberapa negara, bayi bahkan sudah mulai mengonsumsi makanan dan minuman manis olahan pada usia yang sangat muda.

Konsumsi gula berlebihan sejak dini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius, termasuk obesitas, kelesuan, hiperaktif, serta penurunan sistem imunitas.

Secara tidak langsung, hal ini memperkuat kekhawatiran yang sudah lama ada tentang kental manis, terutama di Indonesia.

Meskipun banyak yang masih salah kaprah menganggapnya sebagai susu, kental manis sebenarnya adalah produk dengan kandungan gula yang sangat tinggi dan protein yang sangat rendah.

Dalam penelitian yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang (Unnes) terhadap 100 balita di Kecamatan Semarang Utara dan Gunungpati baru-baru ini, terungkap bahwa pemberian kental manis untuk anak sebagai minuman susu yang diksonsumsi secara rutin karea orang tua tidak paham dampak konsumsi gula berlebih pada anak.

Peneliti Unnes Dr. Mardiana menduga pola asuh dan sebaran informasi yang tidak merata terhadap masyarakat mengakibatkan masih banyak yang tidak memahami bahaya kental manis untuk anak.

"Kental manis berbahaya karena tinggi gula. Efeknya ke depan jadi sangat riskan, bisa jadi pre-diabetesnya meningkat atau gangguan kepada ginjalnya. Salah satu penyebabnya mungkin itu ya, bahwa informasinya belum semuanya tersampaikan ke seluruh masyarakat,” kata Mardiana melalui keterangan tertulis, Selasa (16/9/2025).

Baca juga: Obesitas Ancam Anak Indonesia, Wamenkes Singgung Rencana Sugar Tax

Salah satu responden asal kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunung Pati, yang juga orang tua balita berumur 3 tahun menyebutkan frekuensi konsumsi kental manis anaknya sebanyak 7 kali per hari.

Ia memberikan kental manis karena pada kemasannya tertulis “susu” dan dalam iklan juga disebut demikian.

“Saya baca di situ ada kata susu, ya jadi saya pikir ya memang susu. Di iklan juga tahunya susu,” ungkapnya.

Lebih lanjut, terhadap ancaman konsumsi gula berlebih pada anak, UNICEF mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk mengambil tindakan tegas guna mengatasi krisis ini.

Di antara rekomendasi yang disampaikan adalah menerapkan regulasi yang ketat terhadap industri makanan, termasuk pelabelan gizi serta meningkatkan edukasi untuk masyarakat.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan