Senin, 6 Oktober 2025

Tidak Semua Orang Butuh! Susu Bukan Lagi Bagian 4 Sehat 5 Sempurna, Ini Penjelasan Dokter

Konsep “4 Sehat 5 Sempurna” yang menempatkan susu sebagai penyempurna makanan sudah tidak lagi relevan

Shutterstock
MINUM SUSU - Ilustrasi anak balita minum susu. Konsep “4 Sehat 5 Sempurna” yang menempatkan susu sebagai penyempurna makanan sudah tidak lagi relevan. Mengapa? Ini penjelasan dokter. 

Mereka yang memiliki kondisi ini bisa mengalami gejala seperti perut kembung, mual, begah, hingga diare setelah mengonsumsi susu

Artinya, tubuh mereka tidak memiliki cukup enzim untuk memecah laktosa menjadi zat yang bisa diserap.

Meski demikian, banyak yang tetap memaksakan diri minum susu karena takut dianggap tidak sehat. 

Sayangnya, banyak masyarakat yang masih menempatkan susu sebagai satu-satunya ikon kesehatan. 

Anak yang tidak minum susu dianggap “tidak lengkap gizinya”, sementara orang dewasa yang berhenti minum susu dianggap “tidak peduli kesehatan”. Padahal, sehat tidak sesederhana itu.

Mindful eating mengajarkan kita untuk mendengar tubuh sendiri. 

Bila perut terasa tidak nyaman, atau muncul gejala setelah minum susu, itu sinyal bahwa tubuh tidak menerimanya dengan baik.

Sama seperti hubungan manusia, tubuh pun butuh didengarkan. Tidak semua yang “baik” untuk orang lain cocok untuk kita.

Susu bisa tetap menjadi bagian dari pola makan sehat, selama tubuh nyaman dan tidak bereaksi negatif. 

Tapi jika tidak cocok, jangan khawatir. Tubuh manusia punya banyak cara lain untuk tetap sehat.

“Kesehatan itu personal. Yang paling penting bukan ikut tren, tapi tahu apa yang dibutuhkan tubuh kita," tutupnya. 

Tak Harus Susu, Ini Cara Lain Dapatkan Manfaat Kalsium 

Padahal, ada banyak cara lain untuk mendapatkan manfaat serupa. 

Kalsium bisa diperoleh dari sayuran hijau seperti bayam dan brokoli, ikan teri, tempe, atau kacang almond. 

Protein bisa didapat dari telur, ayam, ikan, dan kacang-kacangan.

Seorang pekerja memasukkan kacang kedelai ke dalam karung untuk ditimbang di salah satu toko kacang kedelai di Jalan Terusan Pasirkoja, Kota Bandung, Selasa (24/7/2012). Penjulan kacang kedelai untuk bahan baku membuat tahu dan tempe selama sebulan terakhir di tempat ini turun hingga 30 persen. Hal tersebut dipicu naiknya harga kacang asal Amerika tersebut menjadi Rp 7.600 - Rp 7.800 per kg dari harga sebelumnya Rp 6.500 per kg. (TRIBUN JABAR/ Gani Kurniawan)
Seorang pekerja memasukkan kacang kedelai ke dalam karung untuk ditimbang di salah satu toko kacang kedelai di Jalan Terusan Pasirkoja, Kota Bandung, Selasa (24/7/2012). Penjulan kacang kedelai untuk bahan baku membuat tahu dan tempe selama sebulan terakhir di tempat ini turun hingga 30 persen. Hal tersebut dipicu naiknya harga kacang asal Amerika tersebut menjadi Rp 7.600 - Rp 7.800 per kg dari harga sebelumnya Rp 6.500 per kg. (TRIBUN JABAR/ Gani Kurniawan) (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

“Yang penting adalah variasi dan keseimbangan, bukan satu makanan tertentu,” tutur dr. Santi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved