Senin, 18 Agustus 2025

Lestari Moerdijat: Revisi UU ITE Harus Mampu Perkuat Perlindungan terhadap Setiap Warga Negara

Revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diharapkan mampu memperkuat aspek perlindungan setiap warga negara yang merupak

Editor: Content Writer
Istimewa
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat 

Usman menilai, dalam penerapan kebijakan serupa Indonesia lebih menerapkan kebijakan kebebasan berbicara yang tidak absolut seperti di Eropa.

Menurut Usman, perubahan kedua UU ITE ini untuk memastikan hak dan kebebasan berpendapat dengan mempertimbangkan hak dan kebebasan orang lain demi mewujudkan ruang digital yang bersih, sehat, beretika, produktif dan berkeadilan demi kepastian hukum.

Anggota Dewan Pers, Asep Setiawan mengungkapkan dalam proses revisi UU ITE pihaknya juga sudah mengajukan sejumlah usulan perubahan.

Berdasarkan usulan tersebut, jelas Asep, sejumlah pasal pada revisi UU ITE sejatinya bisa dihapus karena sudah diakomodasi pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), agar tidak terjadi redundant.

Diakui Asep, aspirasi insan pers belum diakomodasi pada rancangan perubahan UU ITE yang baru ini.

Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Nenden S. Arum berpendapat seharusnya forum diskusi seperti FDD 12 dilakukan sebelum rancangan UU ITE disahkan Pemerintah dan DPR.

Diakui Nenden, daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diajukan Dewan Pers untuk merevisi UU ITE sudah berubah banyak dari rancangan yang disahkan DPR.

Baca juga: Revisi UU ITE Diketok di Rapat Paripurna DPR, Ini 20 Perubahan dan Tambahannya

Nenden menilai upaya merevisi UU ITE merupakan momen penting dalam proses mewujudkan kebebasan berpendapat di tanah air. Namun, ujar dia, sangat disayangkan prosesnya kurang melibatkan masyarakat sipil. "Draft revisinya pun tidak dibuka ke publik," ujarnya.

Diakui Nenden, pada draf revisi UU ITE yang beredar di masyarakat ada perbaikan, tetapi belum sampai pada yang ideal.

Diakhir diskusi wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat hukum itu akan cenderung tertinggal oleh kemajuan zaman, dalam kasus ini terkait kemajuan teknologi yang menghadirkan beragam perubahan.

Pada kesempatan itu Saur mengungkapkan adagium hukum yang mengatakan Summum ius summa injuria, summa lex, summa crux artinya hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya.

Saur menilai bangsa ini suka dengan hukum yang keras sampai dipenjara, sehingga penjara penuh dengan para pelanggar hukum.

Dia menyarankan agar hukum yang keras itu diganti dengan hukum yang lebih beradab, seperti kerja sosial membersihkan fasilitas umum. Karena, menurut Saur, orang yang dikurung itu tidak banyak manfaatnya, tetapi manusia yang bebas bisa bermanfaat bagi orang lain.

Saur sangat berharap pikiran-pikiran besar seperti itu ada dalam proses pembuatan kebijakan yang melibatkan masyarakat luas. *

Baca juga: Lestari Moerdijat: Nilai-Nilai Moral Kepramukaan Bisa jadi Bekal Hadapi Tantangan Bangsa

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan