Sabtu, 16 Agustus 2025

Kementan, Polri dan Bapanas Ungkap Modus dan Langkah Penegakan Hukum Beras Oplosan

Sinergi lintas sektor, Kementan bersama Polri dan Bapanas beberkan secara rinci modus dan langkah penegakan hukum beras oplosan di Indonesia.

Editor: Content Writer
Istimewa
MODUS BERAS OPLOSAN - Skandal beras oplosan yang merugikan masyarakat hingga Rp99,35 triliun kini menjadi sorotan publik. Dalam wawancara eksklusif bersama salah satu media swasta nasional, Kementerian Pertanian (Kementan), Satgas Pangan Polri, dan Badan Pangan Nasional membeberkan secara rinci awal mula temuan, modus operandi para pelaku, hingga upaya penegakan hukum dan langkah koreksi kebijakan, Rabu (13 Agustus 2025). 

“Kalau di packaging tertulis ‘premium’, berarti kadar patahnya maksimal 15 persen. Namun, ditemukan ada yang 25 persen, 30 persen, bahkan 40 persen, itu pelanggaran. Prinsipnya sederhana, konsumen harus mendapatkan kualitas sesuai label,” jelas Arief.

Ia menambahkan, pengawasan melibatkan lintas kementerian dan Satgas Pangan, serta Dinas Urusan Pangan di daerah. Beras kemasan lebih mudah dilacak ketimbang beras curah.

“Kalau ditemukan di luar standar, tidak usah ditarik dari pasar, tapi jual sesuai mutu dengan harga yang tepat. Stok kita aman, jadi tidak ada alasan kelangkaan,” ujarnya.

Terkait kerugian masyarakat dan negara Helfi menguraikan, kerugian masyarakat muncul karena membeli medium dengan harga premium, bahkan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

“Selisihnya bisa Rp2.400 per kilo. Kalikan konsumsi nasional, kerugiannya luar biasa. Negara juga dirugikan karena subsidi pupuk, bibit, dan alsintan yang totalnya ratusan triliun tidak tepat sasaran,” tegasnya.

Untuk sisi penegakan hukum, menurut Helfi, para tersangka dijerat UU Perlindungan Konsumen dan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman hingga 20 tahun penjara. 

Baca juga: Mentan Sebut Pasca Kasus Beras Oplosan Terjadi Pergeseran Struktur Pasar

Sam Herodian menambahkan bahwa Kementan fokus pada sisi hulu, memastikan petani mendapatkan harga yang layak. Sementara itu, Arief menekankan pentingnya koordinasi lintas lembaga terkait untuk menentukan struktur harga wajar dari petani hingga konsumen. Selain itu, perlunya “self correction” bagi seluruh pihak terkait baik di hulu maupun hilir demi menjaga HPP gabah maupun HET beras.

“Harga harus wajar di semua rantai pasok. Jangan mengurangi kualitas atau menambah broken demi margin. Itu merugikan 280 juta rakyat Indonesia,” ujar Arief.

Dengan stok cadangan beras pemerintah yang mencapai 4,2 juta ton, operasi pasar, dan pengawasan terpadu, pemerintah optimistis harga beras dapat kembali stabil, sementara kasus ini menjadi pelajaran penting bagi industri perberasan nasional.

Baca juga: Mentan Amran Dorong Percepatan Pengembangan 800 Ribu Hektare Perkebunan Strategis

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan