Selasa, 19 Agustus 2025

Tidak Hanya Presiden dan Bulog, Semua Kementerian Didesak Turun Tangan Berantas Mafia Pangan

Ada 92 persen stok beras di Indonesia saat ini dikuasai pelaku usaha swasta. Sementara itu porsi yang di bawah kendali pemerintah hanya delapan persen

Penulis: Erik S
Editor: willy Widianto
Istimewa
MAFIA PANGAN - Ilustrasi mafia pangan. Pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat sidang tahunan MPR soal mafia pangan yang memanipulasi kehidupan rakyat melalui beras adalah alarm serius bagi seluruh pemangku kebijakan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto dalam sidang tahunan MPR soal mafia pangan yang memanipulasi kehidupan rakyat melalui beras adalah alarm serius bagi seluruh pemangku kebijakan di negara ini.

Baca juga: Prabowo Geram Mafia Pangan Rugikan Negara Rp 100 Triliun: Ini Subversi Ekonomi

Prabowo juga menyatakan akan mewajibkan pengusaha penggilingan beras skala besar mendapatkan izin khusus dari pemerintah demi melindungi hak rakyat mendapatkan beras yang tepat, takaran sesuai, kualitas terjaga, dan harga terjangkau.

Usai pidato tersebut Perum Bulog mencatat ada 92 persen stok beras di Indonesia saat ini dikuasai pelaku usaha swasta. Sementara itu porsi yang di bawah kendali pemerintah hanya 8 persen atau 4 juta ton dari total produksi nasional yang mencapai 35 juta ton.

Terkait hal tersebut Pakar Ketahanan Pangan, Haidar Alwi mengatakan membongkar mafia pangan tidak cukup mengandalkan Presiden atau Bulog semata. Semua kementerian dan lembaga terkait harus terlibat. 

Kementerian Pertanian (Kementan) menjaga produksi dari hulu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatur distribusi dan impor, Kementerian BUMN memperkuat Bulog, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan anggaran, Kemenko Perekonomian mengkoordinasi strategi lintas sektor, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengawal stabilitas di daerah, dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bertugas sebagai komando utama cadangan serta distribusi pangan. 

“Kalau semua bergerak serentak, mafia pangan akan kehilangan ruang, termasuk bagi oknum pejabat atau oknum aparat yang mencoba bermain di balik kebijakan,” ujar Haidar Alwi, Senin (18/8/2025).

Haidar Alwi menegaskan, mafia pangan sering bersembunyi dibalik dominasi pasar. Mereka tidak hanya dari kalangan pengusaha besar, tetapi juga kerap beririsan dengan oknum pejabat maupun oknum aparat. Praktik manipulasi data panen, izin impor yang diperdagangkan, hingga kebocoran stok Bulog ke tangan swasta menjadi pola klasik yang berulang. 

“Jika Presiden Prabowo sudah menyoroti langsung, berarti ini bukan isu kecil. Mafia pangan adalah ancaman serius bagi kedaulatan bangsa,” tegas alumnus ITB tersebut.

Baca juga: Kementan, Polri dan Bapanas Ungkap Modus dan Langkah Penegakan Hukum Beras Oplosan

Baginya, cara lama tidak lagi cukup. Negara harus membangun sistem pangan modern berbasis teknologi sekaligus memperkuat peran rakyat. Ia mengusulkan Bank Data Pangan Nasional berbasis AI dan blockchain, agar setiap transaksi padi dan beras tercatat real time dan tak bisa dimanipulasi. Dengan sistem ini, ruang permainan oknum pejabat maupun pengusaha nakal bisa ditutup rapat.

Bulog juga harus bertransformasi menuju Bulog 4.0. Setiap karung beras diberi QR code yang menunjukkan asal gabah, lokasi penggilingan, hingga jalur distribusi. Dengan begitu, kebocoran stok atau penyelundupan lebih mudah dilacak. 

“Kalau distribusi sudah transparan dan digital, mafia akan kehilangan senjata utamanya: bermain di area gelap,” ujar Haidar Alwi.

Namun teknologi saja tidak cukup. Petani tidak boleh terus menerus menjadi korban tengkulak. Menurut Haidar Alwi, koperasi pangan digital berbasis desa harus diperkuat agar petani dapat menjual hasil panennya langsung ke Bulog atau pasar tanpa perantara. Keuntungan petani meningkat, harga bagi konsumen lebih terjangkau, dan ruang mafia semakin sempit.

Haidar Alwi juga menekankan pentingnya Cadangan Beras Desa (CBD) Mandiri. Setiap desa perlu memiliki lumbung modern sebagai cadangan lokal. Saat harga melonjak atau panen gagal, desa bisa menggunakan stok ini tanpa menunggu pasokan pusat. 

“Jika desa kuat dengan lumbung mandiri, mafia pangan tidak punya ruang untuk menekan rakyat,” ucap Haidar Alwi.

Dalam kerangka besar ketahanan pangan, Polri melalui program Presisi tidak berhenti pada tugas menjaga keamanan, melainkan hadir langsung di tengah rakyat untuk menjawab tantangan pangan. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan