Pernikahan Kaesang dengan Erina Gudono
Tamu Pernikahan Kaesang dan Erina Diminta Tak Pakai Batik Parang, Ini Motif Lain Khusus Bangsawan
Sejumlah aturan harus dipatuhi saat ngunduh mantu Kaesang dan Erina di Pura Mangkunegaran Solo. ada jenis batik lain yang juga khusus bangsawan.
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Sejumlah aturan harus dijalani para tamu dan undangan pernikahan putra bungsu Presiden Jokowi Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono. Salah satunya pakem atau atura berpakaian.
Kaesang dan Erina akan melaksanakan pernikahan di Pendopo Ageng Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Sabtu (10/12/2022).
Baca juga: Deretan Tamu yang Diundang di Pernikahan Kaesang-Erina, dari Mantan Presiden RI hingga Presiden UEA
Diketahui prosesi pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono bakal dilengkapi dengan perhelatan acara tasyakuran tamu di Pura Mangkunegaran, Minggu (11/12/2022).
Total tamu yang hadir dalam tasyakuran tersebut diprediksi hingga 6 ribu orang.
Juru bicara pernikahan Kaesang dan Erina, Gibran Rakabuming Raka mengatakan, para tamu disarankan untuk tidak memakai batik dengan motif parang.
"Untuk masuk ke Pura Mangkunegaran, para tamu disarankan untuk tidak memakai motif Parang/Lereng," kata Gibran dikutip dari artikel di TribunSolo.com dengan judul Tamu Pernikahan Kaesang dan Erina di Pura Mangkunegaran Dilarang Pakai Batik Parang, Ini Maknanya,
"Harusnya, sudah tahu semua untuk masuk Pura Mangkunegaran tidak boleh (pakai) Parang / Lereng," tambahnya.
Baca juga: Mengenal Paes Ageng yang Akan Dipakai Erina Gudono: Busana Utama Putri Sri Sultan Hamengku Buwono
Gibran menyampaikan bila saran untuk para tamu tersebut datang dari KGPAA Mangkunegara X.

"Aturan dari Kanjeng Gusti," ucapnya.
Menurutnya, hal tersebut memang sudah lama diatur dalam adat Mangkunegara.
Batik Motif Parang Hanya untuk Keluarga Bangsawan, Warga Biasa Tak Boleh Memakainya
Batik parang hanya boleh dikenakan oleh keluarga keraton.
Mengutip Kompas.com, batik motif parang memang tidak digunakan warga biasa.
Baca juga: Dari Angklung Hingga Pameran Batik, 70 Warga Indonesia Turut Memeriahkan Piala Dunia 2022 di Qatar
Motif itu hanya boleh dikenakan oleh raja, permaisuri, keturunannya hingga para bangsawan dan bupati. Ini berlaku di Yogyakarta dan Solo.
"Di dalam lingkungan keraton, ada motif-motif batik yang hanya boleh dikenakan oleh raja, permaisuri dan keturunannya. Ini diatur dalam peraturan keraton," ujar Sekretaris Umum Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Sekar Jagad, Murdijati Gardjito.

Murdijati mencontohkan, motif parang yang terdiri dari beberapa jenis.
Motif batik ini hanya boleh dikenakan oleh raja, permaisuri, dan keturunannya.
"Parang barong hanya boleh dikenakan oleh raja, atau sering disebut dengan "pengageman ndalem". Motifnya bentuk dasarnya letter S yang jarak masing-masing diatas 12 cm," ucapnya.
Makna dari motif parang barong, seorang raja harus selalu hati-hati, agar dapat mengendalikan diri lahir batin sehingga menjadi pemimpin yang bertanggungjawab, berwatak dan berbudi luhur.
Baca juga: Ini Alasan Tamu dan Undangan Pernikahan Kaesang-Erina Dilarang Pakai Batik Parang
Sementara, motif batik yang dikenakan oleh permaisuri bernama parang gendreh.
"Yang jaraknya (jarak miring letter S) lebih kecil dari parang barong, dikenakan oleh Permaisuri dan dinamakan parang gendreh.
Ragam hiasnya sama, hanya ukuran lebih kecil," tuturnya. Adapun untuk putri raja, mengenakan motif batik parang klitik.
Motif ini lebih kecil lagi dari parang barong dan parang gendreh, Parang klitik melambangkan perilaku yang halus dan kelemah-lembutan.
Menurut dia, ketentuan peraturan motif batik tersebut hanya berlaku di dalam lingkungan Keraton.
"Kalau sudah diluar Keraton tidak berlaku. Seperti misalnya saya mengenakan parang rusak di dalam keraton, pasti ditegur, tapi kalau di luar itu tidak ada orang yang peduli," sebut dia.
Makna Batik Parang Lereng

Batik parang lereng memiliki motif yang khas, yakni bentuk diagonal tegas yang membentuk huruf S.
Motif tersebut berkaitan dengan ombak laut yang saling berkaitan dan tidak terputus.
Motif tersebut memiliki makna yang tersirat, yakni ombak lautan dengan tenaga dalam.
Motifnya bermakna tidak perna menyerah, sedangkan kontinuitasnya bermakna perjuangan yang tak pernah terhenti.
Garis miring pada motif batik parang lereng ini melambangkan kekuasaan, kebesaran, kewibawaan, dan kecepatan gerak.
Sejarah Batik Parang Lereng
Motif batik parang lereng diciptakan oleh Panembahan Senapati. Motif tersebut terinspirasi dari gerakan ombak di Laut Selatan.
Tidak semua orang diperbolehkan mengenakan batik parang lereng. Pasalnya, motif tersebut hanya boleh dipakai oleh kalangan bangsawan.
Larangan itu muncul secara resmi pada tahun 1785, bertepatan dengan era pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I di Yogyakarta, rakyat jelata tidak diperbolehkan memakai batik tersebut.

Sekretaris Umum Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Sekar Jagad, Murdijati Gardjito, mengatakan bahwa tak hanya batik parang lereng saja yang dilarang digunakan oleh rakyat jelata.
Batik kawung, udan liris, hingga parang barong juga hanya dipakai oleh kalangan tertentu saja.
"Parang barong hanya boleh dikenakan oleh raja, atau sering disebut dengan pengageman ndalem. Motifnya bentuk dasarnya letter S yang jarak masing-masing diatas 12 cm," ujar Murdijati Gardjito, beberapa waktu yang lalu, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Tamu dan Undangan Pernikahan Kaesang-Erina Dilarang Gunakan Batik Parang dan Beri Sumbangan
Ada juga batik parang lainnya yang hanya boleh dipakai oleh para keturunan raja atau sultan, istri para pangeran, dan patih, yakni motif batik parang rusak Gendreh.
Selain itu, ada juga motif batik parang rusak klitik yang dikenakan oleh istri dan selir para putra mahkota
Jenis Motif Batik Lain Selain Parang yang Tidak Boleh Sembarangan Digunakan oleh Masyarakat Biasa
Ternyata selain Parang, ada motif batik lain yang tak boleh dipakai sembarangan saat di lingkungan keraton oleh rakyat biasa.
Apa saja yang tak boleh dipakai?
a. Batik Kawung
Motif batik yang tak bisa sembarang digunakan adalah motif batik Kawung, Stylovers.
Memiliki pola geometris dengan empat bentuk elips yang mengelilingi satu pusat, pola pada batik motif Kawung dalam budaya Jawa dikenal sebagai keblat papat lima pancer.

Hal itu membuat motif Kawung memiliki makna empat sumber tenaga alam atau empat penjuru mata angin.
Meskipun begitu, ada juga pendapat lain yang mengatakan motif kawung menggambarkan bunga lotus atau teratai yang sedang mekar.
Sehingga diketahui motif batik ini dilarang digunakan oleh rakyat jelata ketika pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Motif Kawung hanya boleh dipakai oleh para Sentana Dalem atau kerabat kerajaan.
b. Motif Batik Huk
Tak berbeda jauh dengan motif Kawung, motif batik Huk mulai dilarang dikenakan sembarang orang ketika Sri Sultan Hamengku Buwono VII berkuasa.
Motif batik satu ini terbilang unik karena terdiri dari banyak motif, seperti binatang, tumbuhan, kerang, cakra, burung, sayap, dan garuda.

Setiap motif yang ada pada motif Huk, memiliki makna masing-masing.
Seperti motif binatang menggambarkan watak sentosa, tumbuhan melambangkan kemakmuran, kemudian motif kerang bermakna kelapangan hati, sedangkan sayap sebagai bentuk ketabahan hati.
Jelas saja, motif Huk sering digunakan sebagai simbol pemimpin yang berwibawa, Cerdas, berbudi luhur, serta mampu memberi kemakmuran, dan selalu tabah dalam melaksanakan pemerintahan.
Dengan begitu, motif Huk hanya boleh dikenakan oleh raja dan putra mahkota saja, Stylovers.
Itulah Stylovers, makna dari ketiga motif batik dan alasan mengapa dilarang dikenakan oleh sembarangan orang. (*)
(Tribun Solo/Tribun Jogja/Kompas.com/Stylo)