Rabu, 5 November 2025

Makanan Haram Menurut Islam, Ini Dasar Hukum dan Dampak jika Mengkonsumsinya

Artikel berikut akan membahas mengenai dasar hukum dan dampak jika mengkonsumsi makanan haram menurut Islam.

|
Tribun Jabar/Rahmat Kurniawan
ILUSTRASI PERIKSA MAKANAN - Petugas Inafis Polres Cimahi saat memeriksa sisa makanan MBG yang diduga menjadi penyebab puluhan siswa SMP Negeri 1 Cisarua, Bandung Barat, keracunan, Selasa (14/10/2025). Artikel berikut akan membahas mengenai dasar hukum dan dampak jika mengkonsumsi makanan haram menurut Islam. 

TRIBUNNEWS.COM - Makanan adalah sumber energi yang bisa memengaruhi terhadap jasmani dan rohani manusia.

Dalam Al-Qur’an dan hadits, Allah SWT dan Rasulullah SAW memberikan petunjuk jelas tentang apa yang boleh dikonsumsi dan apa yang harus dijauhi.

Setiap umat Muslim diperintahkan untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib (baik), serta menjauhi segala bentuk makanan yang diharamkan.

Larangan mengonsumsi makanan dan minuman haram ini merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada umat Muslim.

Pasalnya, di balik larangan tersebut terdapat dampak buruk yang dapat merugikan manusia, baik secara jasmani maupun rohani.

Lantas, apa dasar hukumnya makanan haram menurut Islam?

Dasar Hukum Makanan Haram Menurut Islam

Dalam Islam, makanan dikategorikan ke dalam dua jenis utama, yaitu halal (boleh dikonsumsi) dan haram (dilarang dikonsumsi).

Dilansir dari laman resmi Baznas, makanan haram menurut Islam adalah makanan yang secara eksplisit dilarang oleh Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, baik karena zatnya, proses pengolahannya, maupun karena cara memperolehnya.

Dasar hukum mengenai makanan haram menurut Islam terdapat dalam Al-Qur’an, di antaranya QS. Al-Baqarah ayat 173, QS. Al-Ma’idah ayat 3, dan QS. Al-An’am ayat 145.

Dalam ayat-ayat tersebut disebutkan secara jelas bahwa bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih tidak atas nama Allah termasuk dalam kategori haram.

Baca juga: Bacaan Doa Mohon Kecukupan Rezeki Halal dan Dijauhkan dari yang Haram: Allahumakfinii Bi Halaalika

Selain dari Al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad SAW juga memperkuat larangan terhadap makanan haram menurut Islam.

Rasulullah bersabda, “Setiap daging yang tumbuh dari yang haram, maka neraka lebih pantas baginya.” (HR. Tirmidzi).

Ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan haram bukan hanya berdampak duniawi, tapi juga berdampak pada akhirat.

Penting bagi setiap muslim untuk mempelajari dan mengenali makanan haram menurut Islam, agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang Allah.

Tidak semua yang tampak enak di mata manusia baik untuk dikonsumsi menurut syariat.

Dampak Konsumsi Makanan Haram Menurut Islam

Melansir laman kemenag, terdapat 5 dampak buruk dari mengonsumsi makanan, minuman, dan harta haram, yaitu sebagaimana berikut:

1. Menghalangi Doa

Ketika seseorang telah berulang kali berdoa namun doanya itu tidak juga terkabulkan, bisa jadi di balik itu semua ada penyebab yang tersembunyi, di antaranya adalah karena ada makanan atau minuman yang dikonsumsi.

Harta haram menjadi penghalang antara seorang hamba dan terkabulnya doa. Sebab, Allah Maha Suci dan tidak menerima kecuali yang suci. Rasulullah bersabda:

ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟

Artinya: “Kemudian Rasulullah menceritakan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke langit sambil berdoa: ‘Ya Rabb, ya Rabb,’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia tumbuh dari sesuatu yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)

Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Sahih Muslim (Beirut, Daru Turatsil Arabi: 1392 H), juz VII, h.100 menjelaskan, perjalanan jauh tersebut adalah perjalanan dalam rangka ketaatan kepada Allah, seperti menunaikan ibadah haji, silaturahim, dan amal saleh lainnya.

Doa seseorang dalam kondisi ini sebenarnya sangat layak untuk dikabulkan, namun karena dalam dirinya ada sesuatu yang haram, akhirnya doanya itu tidak dikabulkan.

2. Menggelapkan Hati

Makanan dan minuman haram berpengaruh besar terhadap kondisi hati seseorang.

Sebagaimana diketahui, hati merupakan pemimpin bagi seluruh anggota tubuh manusia.

Jika hati dalam keadaan baik, maka seluruh tubuh bisa mudah diarahkan untuk berbuat baik dan beribadah kepada Allah.

Sebaliknya, jika hati itu rusak maka anggota tubuh akan cenderung berbuat maksiat dan menjauh dari ketaatan.

Syekh Abdul Wahab Asy-Sya‘rani mengutip pendapat Syekh Ali Asy-Syadzili tentang dampak buruk dari mengonsumsi makanan haram, yaitu sebagaimana berikut:

مَنْ أَكَلَ الحَلَالَ، رَقَّ قَلْبُهُ وَنَارَ، وَقَلَّ نَوْمُهُ، وَلَمْ يُحْجَبْ عَنْ حَضْرَةِ اللَّهِ تَعَالَى، وَمَنْ أَكَلَ غَيْرَ الحَلَالِ، قَسَا قَلْبُهُ وَغَلُظَ وَأَظْلَمَ، وَحُجِبَ عَنْ حَضْرَةِ اللَّهِ تَعَالَى، وَكَثُرَ نَوْمُهُ

Artinya: “Seseorang yang mengonsumsi makanan halal, maka hatinya menjadi lembut dan bercahaya, tidurnya sedikit, dan ia tidak akan terhalang dari Allah Ta‘ala. Sebaliknya, barangsiapa yang mengonsumsi makanan yang tidak halal, maka hatinya menjadi keras, kasar, dan gelap, ia terhijab dari Allah Ta‘ala, dan tidurnya menjadi banyak.” (Syekh Abdul Wahab Asy-Sya‘rani, Al-Minahus Saniyyah [Semarang, Toha Putra: t.t], h. 7)

3. Mengundang Azab

Seseorang yang mengonsumsi makanan haram sama saja sedang mengundang azab Allah.

Cepat atau lambat, azab atau akibat buruk akan menimpanya.

Tidak hanya itu, makanan haram juga dapat menjadi penghalang datangnya manfaat dari ibadah yang dilakukan sehingga ibadah seperti shalat, puasa, dan sedekah tidak menghasilkan pengaruh positif baginya.

Imam Sahl At-Tustari mengungkapkan:

مَنْ لَمْ يَكُنْ مَطْعَمُهُ مِنْ حَلَالٍ، لَمْ يُكْشَفْ عَنْ قَلْبِهِ حِجَابٌ، وَتَسَارَعَتْ إِلَيْهِ الْعُقُوبَاتُ، وَلَا تَنْفَعُهُ صَلَاتُهُ وَلَا صِيَامُهُ وَلَا صَدَقَتُهُ

Artinya: “Barangsiapa yang makanannya tidak halal, maka hijab (penghalang) tidak akan terbuka dari hatinya, azab akan segera menimpanya, dan shalatnya, puasanya, serta sedekahnya tidak akan memberikan manfaat baginya.” (Syekh Asy-Sya‘rani, Al-Minahus Saniyyah, h. 7).

4. Sulit Menerima Ilmu

Seseorang yang mengonsumsi makanan haram bisa membuatnya sulit untuk menerima ilmu, hikmah, dan ketika sudah mendapatkannya malah menjadi lupa.

Tidak hanya itu, kejernihan pikiran dan kenikmatan dalam berzikir pun sulit diraih.

Syekh As-Sya’rani mengungkapkan:

وَمِنْ مَفَاسِدِ أَكْلِ الحَرَامِ اِسْتِحَالَتُهُ نَارًا، فَيَذْهَبُ شَجِيَّةَ الفِكْرِ وَلَذَّةَ الذِّكْرِ، وَيُحْرِقُ نَبَاتَ إِخْلَاصِ النِّيَّاتِ، وَيُعْمِي البَصِيرَةَ، وَيُظْلِمُ البَصَرَ، وَيُوهِنُ الدِّينَ وَالبَدَنَ وَالعَقْلَ، وَيُورِثُ الغَفْلَةَ وَالنِّسْيَانَ، وَيَمْنَعُ مِنْ ذَوْقَاتِ الحِكَمِ وَالمَعَارِفِ

Artinya: “Di antara kerusakan akibat memakan makanan haram adalah makanan itu berubah menjadi api yang akan menghilangkan kejernihan pikiran dan kenikmatan berzikir, membakar tumbuhan ikhlas dalam niat, membutakan pandangan batin, menggelapkan penglihatan, melemahkan agama, tubuh, dan akal, menumbuhkan kelalaian dan lupa, serta menghalangi seseorang dari merasakan hikmah dan pengetahuan." (Syekh Asy-Sya‘rani, Al-Minahus Saniyyah, h. 7).

Terkait dengan dampak ini, Imam Sufyan Ats-Tsauri punya pengalaman sendiri.

Ketika mengonsumsi makanan yang status halalnya jelas, ia mampu memahami 70 bab ilmu.

Sebaliknya, ketika ia berkunjung ke rumah seseorang dan mengonsumsi makanan yang tidak diketahui status halalnya, ia sulit menerima satu pun bab ilmu meskipun telah mengulanginya beberapa kali.

5. Menghilangkan Keberkahan

Orang yang mengonsumsi makanan atau minuman haram akan hilang keberkahan dalam hidupnya.

Ketika seseorang mempunyai banyak harta dari hasil yang tidak halal, secara lahir mungkin saja akan terlihat bahagia.

Namun di balik itu semua, bisa jadi hatinya gersang, gelisah, dan jauh dari ketenangan karena di dalam harta haram tidak ada nilai kebaikan dan keberkahan. Rasulullah bersabda:

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Artinya: “Penjual dan pembeli mempunyai hak memilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (keadaan barang), maka diberkahi jual beli mereka. Namun jika menyembunyikan dan berdusta, maka dihapus keberkahan dari jual beli mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

(Tribunnews.com/Latifah)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved