Rabu, 13 Agustus 2025

Pilpres 2024

Saldi Isra: Putusan MK soal Gugatan Batas Usia Cawapres Aneh dan Luar Biasa

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyebut putusan MK soal batas usia capres-cawapres sebagai pengalaman aneh dan luar biasa.

Biro Pers Setpres/Biro Pers Setpres
Presiden Jokowi berjabat tangan dengan Wakil Ketua MK, Saldi Isra, saat menghadiri Pengucapan Sumpah Ketua dan Wakil Ketua MK Masa Jabatan 2023-2028, Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta, Senin (20/3/2023). 

TRIBUNNEWS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor perkara 90/PUU-XXI/2023, menimbulkan polemik.

Diketahui, dalam sidang putusan yang digelar, Senin (16/10/2023), MK mengabulkan gugatan perkara tersebut.

Hal ini berarti siapapun yang belum berusia 40 tahun, bisa mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, selama memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Padahal, MK sebelumnya telah menolak gugatan serupa dengan nomor 29-51-55/PUU-XII/2023 yang meminta agar batas usia capres dan cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

Ketiga gugatan itu ditolak karena dalam norma Pasal 168 UU huruf q UU 7/2017, MK menilai ihwal usia capres dan cawapres adalah wewenang pembentukan UU untuk mengubahnya.

Baca juga: Dugaan Anwar Usman, Jokowi, Gibran, Kaesang Jadikan MK Sebagai Mahkamah Keluarga Tak Terbukti

Terkait hal ini, Hakim Konstitusi yang juga Wakil Ketua MK, Saldi Isra, mengaku bingung untuk menentukan harus dari mana memulai dissenting opinion atau pendapat berbeda.

"Berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini," kata Saldi Isra saat membaca pendapat berbeda di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, dilansir Kompas.com.

Karena itu, Saldi Isra mengatakan putusan sidang kemarin adalah pertama kalinya ia mengalami peristiwa aneh dan luar biasa, sejak berkarier sebagai Hakim Kontitusi di MK pada 11 April 2017.

Lantaran, kata Sald Isra, MK bisa berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sesaat.

"Baru kali ini saya mengalami peristiwa 'aneh' yang 'luar biasa' dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar."

"Sadar atau tidak, ketiga putusan (29-51-55/PUU/XXI/2023) tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang," tutur dia.

Meski demikian, Saldi Isra mengakui MK memang pernah berubah pendirian.

Tetapi, perubahan itu tak pernah terjadi secepat saat ini.

Lebih lanjut, Saldi Isra mengatakan perubahan pendirian itu terjadi saat Ketua MK, Anwar Usman, menghadiri Rapat Permusyarawatan Hakim (RPH) saat memutus perkara gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023.

Kehadiran Anwar Usman itu disebut Saldi Isra berujung pada sikap MK, yang semula memutus 'menolak' gugatan, menjadi 'mengabulkan sebagian'.

Padahal, sebelumnya, saat RPH perkara nomor 29-51-55/PUU/XXI/2023, kedelapan Hakim Konstitutsi, di mana Anwar Usman tidak hadir, MK memutus menolak gugatan.

Ia pun mempertanyakan, apakah putusan MK pada gugatan nomor 90-91/PUU-XXI/2023 tetap sama apabila tanpa kehadiran Anwar Usman.

Baca juga: Denny Indrayana: Prediksi Saya Benar, Putusan MK Muluskan Jalan Gibran Jadi Cawapres di Pilpres 2024

"Jika RPH memutus perkara nomor 90-91/PUU-XXI/2023 tetap sama dengan komposisi hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023, yaitu 8 hakim tanpa dihadiri hakim konstitusi Anwar Usman, apakah putusan Mahkamah untuk perkara 90-91/PUU-XXI/2023 akan tetap sama atau sejalan dengan amar putusan nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023?" tanya Saldi Isra.

Saldi menyatakan terlibatnya Anwar Usman di perkara nomor 90-91/PUU-XXI/2023 bukan hanya sekedar membelokkan pertimbangan dan amar putusan, tetapi 180 derajat mengubah putusan MK dari semula menolak menjadi mengabulkan.

"Tidak hanya sekedar membelokkan pertimbangan dan amar putusan, tetapi membalikkan 180 derajat amar putusan dari menolak menjadi mengabulkan."

"Meski ditambah dengan embel-embel 'sebagian' sehingga menjadi 'mengabulkan sebagian'," jelas Saldi.

Diketahui, Saldi Isra termasuk dalam empat Hakim Konstitusi MK yang menyatakan dissenting opinion atas dikabulkannya gugatan batas usia capres-cawapres nomor 90/PUU-XXI/2023.

Jokowi Persilakan Pakar Hukum Menilai Putusan MK

Presiden Indonesia Joko Widodo berbicara pada sesi pleno pada Pertemuan Tingkat Tinggi Forum Negara Kepulauan dan Pulau (AIS) pertama di Nusa Dua, Bali, pada 11 Oktober 2023. (Foto oleh SONNY TUMBELAKA / AFP)
Presiden Indonesia Joko Widodo berbicara pada sesi pleno pada Pertemuan Tingkat Tinggi Forum Negara Kepulauan dan Pulau (AIS) pertama di Nusa Dua, Bali, pada 11 Oktober 2023. (Foto oleh SONNY TUMBELAKA / AFP) (AFP/SONNY TUMBELAKA)

Terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi soal putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres tak harus 40 tahun, selama berpengalaman menjadi kepala daerah.

Ia mempersilakan pakar hukum untuk menilai putusan MK tersebut.

Jokowi enggan berkomentar karena menurusnya putusan tersebut merupakan kewenangan yudikatif.

Tak hanya itu, Jokowi juga tak ingin dianggap mencampuri urusan MK.

"Silahkan juga pakar hukum yang menilainya," kata Jokowi dalam pernyataan persnya yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin.

"Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK."

"Nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif," pungkasnya.

Baca juga: Jelang Putusan MK Soal Batas Umur Capres-Cawapres, Ray Rangkuti Singgung Sebab Lengsernya Soeharto

Jokowi Dianggap Bangun Dinasti Politik

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto didampingi oleh Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menghadiri Hari Veteran Nasional di Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Kamis (10/8/2023).
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto didampingi oleh Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menghadiri Hari Veteran Nasional di Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Kamis (10/8/2023). (Dokumentasi Tim Media Prabowo Subianto)

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai Jokowi sedang membangun dinasti politik dengan memanfaatkan kekuasaannya.

Hal ini merespons putusan MK memperbolehkan orang yang berpengalaman menjadi kepala daerah maju sebagai capres dan cawapres meski belum berusia 40 tahun.

Putusan ini diisukan menjadi karpet merah bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

"Kalau menurut saya iya (bangun dinasti politik), karena dia masih menjabat nih," kata Bivitri saat ditemui di Cikini, Jakarta, Senin.

Bivitri majunya Gibran sebagai cawapres melalui putusan MK merupakan cara yang sangat instan.

"Kalau dalam konteks keluarga Jokowi itu caranya itu yang terlalu instan."

"Yang betul-betul memanfaatkan Jokowi yang masih menjabat," ujarnya.

Dia menjelaskan berbeda bila terkait dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

"Bedanya adalah mereka semua itu membangun karier politiknya terlebih dahulu."

"AHY sekarang enggak jadi cawapres kan," ucap Bivitri.

Demikian pula Megawati, kata dia, bukan dinasti politik karena Soekarno atau Bung Karno sudah meninggal.

"Kalau Megawati sama Soekarno? Iya Soekarno ya sudah meninggal dunia kok, baru dia jadi oposisi dulu kan Megawati (27 Juli) baru dia jadi ketua."

"Jadi bahwa ada nama belakangnya Soekarno, tapi kan ada yang ditapaki," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian" kata Ketua MK Anwar Usman dalam ruang sidang MK, Jakarta, Senin.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Danang Triatmojo/Taufik Ismail/Fersianus Waku, Kompas.com/Fika Nurul Ulya)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan