Rabu, 10 September 2025

Pilpres 2024

Hakim Arief Hidayat Sebut Uji Formil Denny Indrayana Perlu Dikaji Secara Out of The Box

Para Pemohon mempersoalkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres.

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023, Selasa (28/11/2023). 

Selanjutnya, ia meminta kuasa hukum Para Pemohon untuk mengkaji lebih lanjut pengalaman-pengalaman di negara lain terkait pengujian formil terhadap putusan Mahkamah.

"Sehingga mari kita tunjukkan kepada bangsa Indonesia kita bisa sebetulnya untuk belajar bersama menggunakan pendekatan progresif. Hakim MK diajak untuk keluar dari itu untuk mengutamakan rasa keadilan yang substansional," kata Arief.

"Karena pertama kali adanya syarat pengujian UU yang dilakukan hakim John Marshall itu kan sebetulnya bersifat out of the box, waktu itu belum ada, tapi hakim Mahkamah Agung Amerika John Marshall memulai itu," sambungnya.

"Nah inilah tonggak apakah bisa Mahkamah Konstiusi RI keluar dari itu. Hakim Konstitusi berani untuk keluar seperti John Marshall itu."

Sebelumnya, Kuasa hukum Denny dan Zainal, Muhammad Raziv Barokah, mengatakan Putusan MK 90/2023 seharusnya tak memenuhi syarat formil pembentukan UU. 

Hal itu, dijelaskan Raziv, karena proses perumusan Putusan 90/2023 turut melibatkan Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo sekaligus paman Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. 

Dalam permohonannya, nama Gibran juga dicantumkan sebagai alasan mengapa Pasal 169 huruf q UU Pemilu itu digugat. Hasil gugatan tercantum dalam Putusan 90/2023, yang diuji formil oleh Para Pemohon.

"Bahwa Pasal 169 huruf q UU pemilu sebagaimana dimaknai dalam putusan 90 turut serta dihadiri Yang Mulia Anwar Usman yang saat itu posisinya adalah paman dari pada Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo," kata Raziv, dalam sidang pendahuluan di gedung MK RI, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2023).

Baca juga: Uji Ulang Aturan Batas Usia Capres & Cawapres di MK, Pemohon Jalani Sidang Perbaikan Permohonan

"Seharusnya Yang Mulia Anwar Usman mengundurkan diri dalam perkara tersebut. Dengan demikian, ketika Yang Mulia Anwar Usman terlibat dalam putusan 90, jelas-jelas hal itu menjadikan putusan a quo tidak memenuhi syarat formiil dan menjadi tidak sah," sambungnya.

Raziv menilai, jika Anwar Usman tak menangani Perkara 90/2023 beberapa waktu lalu, hasil rapat permusyawaratan hakim (RPH) saat itu tentu akan imbang, yakni empat hakim menyetujui penambahan frasa Pasal 169 huruf q UU Pemilu dan empat hakim berbeda pendapat.

Sebab, Raziv menjelaskan, jika situasi RPH imbang, di mana empat hakim setuju dan empat hakim berbeda suara, keputusan akan ditentukan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra. 

Jika hal tersebut terjadi, katanya, tentu hasil putusan 90/2023 tidak akan menuai kontroversi publik seperti saat ini.

"Apabila saat itu hakim yang bersangkutan (Anwar) taat etik dan taat hukum, maka putusan 90 tidak akan sebagaimana yang kita terima saat ini dan menuai berbagai respon yang sangat dinamis dari publik," jelas Raziv.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan