Pilkada Serentak 2024
Tingkat Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024 Diperkirakan di Bawah 70 Persen, Apa Penyebabnya?
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengakui tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 lebih rendah dibandingkan dengan Pilpres dan Pileg 2024.
Sedikit berbeda dengan Jakarta yang didominasi oleh generasi X (rentan umur 1965 - 1980).
Sementara itu berdasarkan hasil pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) tingkat partisipasi pilkada di sejumlah daerah berada di bawah 50
persen.
Misalnya, di Tambora, Jakarta Barat, dan Bandung, Jawa Barat, pemilih yang menggunakan hak suaranya kurang dari separuh dari daftar pemilih tetap (DPT).
Survei Charta Politika menunjukkan bahwa Pilkada Jakarta hanya diikuti 58 persen daftar pemilih tetap.
Jadi ada 42 persen pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput pada pilkada serentak kali ini.
Terkait hal tersebut Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Mohammad Toha meminta KPU melakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
"Penurunan partisipasi itu menjadi bahan evaluasi, kenapa partisipasi pemilih bisa menurun? Apa penyebabnya?" kata dia.
Menurut Toha, tentu ada sejumlah kemungkinan yang menjadi penyebab menurunnya angka partisipasi pemilih.
Misalnya, masa kampanye yang pendek menjadi penyebab penurunan partisipasi.
Dengan masa kampanye yang pendek, maka waktu sosialisasi para pasangan calon (paslon) sangat terbatas, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup.
"Tentu ini harus dikaji secara mendalam," ucap legislator asal Dapil Jawa Tengah V itu.
Atau sosok calon yang diusung tidak diminati masyarakat.
Mungkin karena calon tersebut tidak dikenal masyarakat atau karena kandidat itu dari luar daerah, sehingga pemilih tidak menyukainya.
Karena masyarakat tidak senang dengan pasangan calon yang diusung, mereka kemudian memutuskan untuk golput.
"Tentu kita akan menunggu evaluasi dan kajian mendalam yang dilakukan KPU," ujar Toha.
Dia menegaskan bahwa Pilkada 2024 menelan biaya cukup besar, sekitar Rp 37,4 triliun.
Sehingga sangat merugi jika angka partisipasi pemilihnya rendah.
"Pilkada merupakan pesta demokrasi. Yang berpesta adalah rakyat. Jika rakyat enggan menyalurkan hak pilihnya, maka ada yang salah dengan pesta itu," pungkasnya.(Tribun Network/mam/wly)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.