Demonstran Minta Ahok Cabut Pergub Unjuk Rasa Abal-abal
Puluhan demonstran menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2015)
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan demonstran menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2015).
Para demonstran menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mencabut Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015.
Beberapa di antara demonstran berasal dari Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI).
"Pergub itu adalah ancaman demokrasi. Kami akan melakukan perlawan demi dicabutnya Pergub abal-abal," ujar Ketua Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia Wilayah DKI Rio Ayudhia Putra di tengah-tengah unjuk rasa di Balai Kota, Jakarta Pusat.
Menurutnya, Ahok hanya mengikuti apa yang ada di Singapura. Di sana, ujar Rio, bila ada demonstrasi beberapa tempat disediakan untuk menertibkan jalannya aksi unjuk rasa.
Dia juga menentang, poin-poin yang ada Pergub itu, satu di antaranya poin yang menyebutkan, bahwa saat aksi unjuk rasa hanya diperbolehkan menggunakan pengeras suara.
"Demonstrasi hanya boleh 60 DB, itu sama saja kita teriak-teriak di dalam rumah," ujar dia.
Pergub Nomor 228 Tahun 2015 menyebut Pemprov DKI merekomendasikan tiga lokasi berunjuk rasa, yakni di Parkir Timur Senayan, Alun-alun Demokrasi DPR/MPR, dan silang selatan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat.
Waktu unjuk rasa pun ditetapkan, pukul 06.00-18.00 WIB. Aparat penegak hukum pun dapat menindak tegas demonstran yang melanggar peraturan itu.
Pengunjuk rasa dilarang membakar ban atau menggunakan pengeras suara lebih dari 60 desibel (DB).
Pergub juga mengatur mediasi antara pemerintah dan perwakilan demonstran.
Perwakilan demonstran yang dapat menemui perwakilan pemerintah dibatasi hanya lima orang.