ABG Korban Perdagangan Orang Bermodus Kafe Esek-esek di Penjaringan Cemas dan Ketakutan
8 anak korban eksploitasi dan tindak pidana perdagangan orang bermodus kafe esek-esek di Penjaringan, Jakarta Utara, menjalani rehabilitasi
Editor:
Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani Jakarta, Neneng Heriyani mengaku pihaknya menerima 8 anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Rabu (15/1/2020).
8 anak korban eksploitasi dan tindak pidana perdagangan orang bermodus kafe esek-esek di Penjaringan, Jakarta Utara, dirujuk pihak Polda Metro Jaya ke Kemensos untuk menjalani rehabilitasi.
Saat pertama kali tiba di balai rehabilitasai, dikatakan Neneng, 8 anak korban TPPO tersebut mengalami demam karena kelelahan.
Tak hanya itu, anak-anak tersebut juga merasa cemas dengan nasib mereka selanjutnya karena apa yang dikerjakan selama ini tidak diketahui orangtuanya.
Baca: KPAI Berharap 6 Pelaku Eksploitasi Anak Bemodus Kafe Esek-esek di Penjaringan Ditindak Serius
"Anak-anak itu merasa cemas pada proses hukum dan anak-anak juga merasa ketakutan karena apa yang mereka lakukan di sini tidak diketahui orangtuanya," kata Neneng Heriyani di Polda Metro Jaya, Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).
Namun demikian, Neneng mengungkapkan pihaknya hingga saat ini terus melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kondisi psikologis anak-anak korban TPPO bermodus kafe esek-esek tersebut.
Menurutnya, hal utama yang juga menjadi perhatian Kemensos ialah seputar pemeriksaan kesehatan terhadap anak-anak korban TPPO tersebut.
Baca: Fakta Kasus Eksploitasi Anak di Bawah Umur, Diberi Upah Rp 60 Ribu Temani Pria Hidung Belang
Karena semua korban dipaksa melayani kebutuhan seks pria hidung belang, dikhawatirkan mereka terjangkit penyakit.
"Setelah kemarin dilakukan visum di Polda Metro Jaya dan hari ini kami melakukan general check up, termasuk pemeriksaan untuk HIV karena ada indikasi beberapa anak terinfeksi pada kelaminnya," ujarnya.
6 tersangka
Kasus perdagangan orang (human trafficing) dan eksploitasi anak di bawah umur berhasil diungkap Subdit 5 Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Dalam kasus tersebut kepolisian membekuk 6 pelaku.
Keenamya diketahui memaksa dan mempekerjakan 10 anak perempuan untuk melayani pria hidung belang di sebuah tempat hiburan malam, yakni di Cafe Khayangan di Jalan Rawa Bebek, RW 13, Penjaringan, Jakarta Utara.
Keenam pelaku dibekuk di tempat hiburan malam itu, Senin (13/1/2020).
Baca: Kasus Eksploitasi Anak di Penjaringan: Diduga Dipaksa Temani 10 Pria Hidung Belang Per Hari
Mereka adalah R alias Mami Atun, A alias Mami Tuti, D alias Febi, TW, A dan E.
Mami Atun selaku pemilik cafe bersama dengan Mami Tuti berpera sebagai mucikari.
Kabag Binops Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Pujiyarto, mengatakan omzet Cafe Kahyangan yang menyediakan anak di bawah umur atau ABG sebagai PSK, terbilang cukup fantastis.
"Omzetnya yakni mencapai Rp 2 miliar sebulan."
Baca: Pelaku Begal Payudara di Bekasi Sasar Ibu-ibu yang Gedong Anak Sebagai Korbannya
"Ini dimungkinkan karena mereka mempekerjakan anak di bawah umur untuk melayani pria hidung belang," kata Pujiyarto.
Menurutnya, sepuluh anak perempuan yang direkrut oleh mereka dan dijadikan sebagai PSK diberi tempat penampungan di dalam cafe.
"Saat ini para korban atau 10 anak dibawah umur itu dalam pendampingan pihak terkait yakni dari Kemensos dan UPT P2TP2A DKI Jakarta," kata Pujiyarto.
Para korban ini katanya direkrut para pelaku tidak hanya dari Jakarta dan sekitarnya saja.
"Tetapi ada juga dari daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat," kata Pujiyarto.
Baca: Setengah Tahun Mendekam di Tahanan, Rey Utami Terkejut Lihat Perkembangan Buah Hati
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan enam pelaku sindikat eksploitasi anak yang dibekuk pihaknya terdiri dari pengelola dan pemilik cafe, mucikari, hingga orang yang berperan memperdaya dan merekrut anak perempuan di bawah umur serta petugas cafe.
"Enam pelaku yang terdiri dari 3 perempuan dan 3 laki-laki ini, memiliki peran masing-masing. Mereka bekerja secara sistematis," kata Yusri dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (21/1/2020).
Peran keenamnya kata Yusri, R alias Mami Atun, selaku pemilik cafe berperan memaksa anak melayani hubungan badan para tamu dan menyediakan tempat.
Lalu A alias Mami Tuti, juga memaksa anak melayani hubungan badan para tamu dan berperan sebagai mucikari.
"Jadi, ada dua mami di cafe tersebut," kata Yusri.
Sementara D alias Febi, yang juga perempuan kata Yusri berperan mencari dan menjual anak kepada Mami Atun dan Mami Tuti.
"Tersangka TW perannya mencari dan menjual anak kepada dua mami itu. Jadi Febi dan TW perannya sama yakni mencari anak perempuan di bawah umur untuk dipekerjakan di cafe itu," kata Yusri.
Menurut Yusri, setiap satu anak perempuan yang didapat Febi dan TW dijual seharga antara Rp 750 ribu sampai Rp 1,5 Juta.
Lalu, kata Yusri tersangka A berperan mencari pria hidung belang di cafe yang mau dilayani dan ditemani anak di bawah umur.
"Serta tersangka E yang berperan sebagai timer, cleaning service, penjaga kamar, pencatat dan pengumpul bayaran PSK di cafe," kata Yusri.
Menurut Yusri, setiap berhubungan badan dengan anak di bawah umur yang dijadikan pekerja seks komersial di cafe itu, dipatok harga Rp 150 Ribu.
"Dari Rp 150 ribu itu, sebanyak Rp 60 Ribu untuk si anak di bawah umur dan sisanya untuk pengelola cafe. Uang Rp 60 Ribu akan dihitung dan diberikan ke para PSK setiap dua bulan," kata Yusri.
Yusri menjelaskan sindikat ini sudah beroperasi selama 2 tahun lebih di cafe tersebut.
Atas perbuatannya kata Yusri para pelaku dijerat UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 296 KUHP serta Pasal 506 KUHP tentang menyebabkan dan memudahkan perbuatan cabul serta UU Tindak Pidana Perdagangan Orang.