Virus Corona
DRD DKI Dukung Kebijakan Gubernur Anies Baswedan Berlakukan PSBB di Jakarta
Komisi I DRD DKI adalah komisi yang membawahi bidang pemerintahan, pelayanan publik, kerjasama antar Lembaga dan smart city.
Penulis:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Riset Daerah Pemerintah Propinsi DKI Jakarta (DRD Jakarta) mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang akan menerapkan Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB) di wilayah Propinsi DKI Jakarta mulai Jum’at (10/4/2020) mendatang.
Tujuan pemberlakuan PSBB selain sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, juga untuk melindungi kesehatan dan keselamatan warga DKI Jakarta dari penularan penyakit yang disebabkan virus corona 19 (Covid 19).
Dengan diberlakukanya PSBB di wilayah Jakarta, masyarakat diharuskan lebih berdisiplin menjaga jarak atau Physical distancing dan tetap tinggal di rumah, terkecuali ada keperluan yang sangat mendesak.
“Kami di dewan Riset Jakarta sudah mengusulkan agar Jakarta segera melakukan lock down untuk menghindari makin banyaknya warga yang tertular Covid 19. Namun kami menyadari saat itu pemerintah Propinsi DKI Jakarta belum mendapatkan ijin dari pemerintah pusat meskipun sudah ada Undang-undang yang membolehkannya, Undang-undang No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," ujar Sekretaris Komisi I Dewan Riset Daerah Jakarta (DRD Jakarta) Eman Sulaeman Nasim kepada pers, Rabu (8/4/2020).
Komisi I DRD DKI adalah komisi yang membawahi bidang pemerintahan, pelayanan publik, kerjasama antar Lembaga dan smart city.
Baca: Polisi: Penerapan PSBB Tidak Beda Jauh dengan Physical Distancing
Menurut dia, tanpa ijin pemerintah pusat Pemprov DKI Jakarta belum dapat melakukan kebijakan karantina wilayah.
Dengan adanya Peraturan pemerintah No 21/2020 tentang PSPB dan sudah keluarnya ijin dari Menteri Kesehatan sebagai bagian dari PP No. 21/2020, ujar Eman, maka Pemprov DKI Jakarta sudah memiliki payung hukum untuk melakukan karantina wilayah atau lock down ataupun pembatasan sosial berskala besar.
Menurut dosen Administrasi Publik dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu manajemen STIAMI ini, tanpa ada peraturan yang mengikat dan bersifat memaksa, pemerintah akan kesulitan meminta warga DKI Jakarta untuk melakukan sosial distancing dan tinggal di rumah, guna menghindari penularan dan semakin meluasnya wabah Covid 19 di Jakarta.
Padahal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri sudah 3 minggu mengeluarkan himbauan agar seluruh warga DKI Jakarta, bekerja dari rumah, belajar dari rumah.
Namun nyatanya masih banyak warga yang masih tetap berkumpul dengan jarak yang berdekatan tanpa menggunakan masker.
Masih banyak warga yang berlkeliaran di jalan. Akibatnya jumlah warga yang tertular Covid 19 makin banyak.
“Tanpa intervensi pemerintah berdasarkan berbagai kajian, diperkirakan 86 persen warga DKI Jakarta yang berjumlah 10.5 juta jiwa akan terinfeksi Covid 19. Baik yang dengan gejala maupun tanpa gejala," kata Eman.
"Untuk warga yang berusia 20 tahun hingga 45 tahun, bisa saja karena masih sering bersosialisasi dan tidak tinggal di rumah, mereka terinfeksi Covid 19 namun tidak memiliki gejala Covid 19," katanya.
Lanjut Eman, mereka inilah yang dikenal sebagai OTG. Mereka rentan menularkan kepada orang lain. Lebih berbahayanya jika mereka menularkan kepada orang tua dan anak anak.
"Karena itu, salah satu intervensi pemerintah, lewat PSBB, memaksa warga untuk tinggal di rumah saja. Agar tidak tertular dan tidak menularkan Covid 19,” papar Eman Sulaeman Nasim.