Senin, 17 November 2025

Dokter Klinik Aborsi Ilegal di Jalan Percetakan Negara Diduga Tidak Punya Sertifikasi Profesi

Dokter klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara berinisial DK diduga tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter.

Penulis: Igman Ibrahim
Daniel Andreand Damanik/Tribun Jabar
Konferensi pers penjual obat aborsi di Mapolres Cimahi, Selasa (8/9/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes pol Yusri Yunus mengatakan dokter klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara berinisial DK diduga tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter.

Menurut Yusri, tersangka merupakan salah satu alumnus Universitas Sumatera Utara (USU). DK juga pernah menjadi salah satu co-asistant (coas) di salah satu rumah sakit di Sumatera Utara.

"Memang ada dokter inisial DK. DK lulusan Universitas Sumatera Utara. Dia pernah melakukan coas di salah satu rumah sakit sana dan hanya berlangsung sekitar 2 bulan," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (23/9/2020).

Dengan begitu, Yusri mengatakan tersangka diduga tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter.

Namun saat itu, pemilik klinik aborsi di Jalan Percetakan Negara mengajak pelaku untuk melakukan praktek aborsi

"Yang DK tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter. Karena dia tidak sampai selesai, kemudian direkrut oleh si pemilik klinik untuk lakukan praktek aborsi," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya kembali menggerebek klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat pada Rabu (9/9/2020) lalu. Dalam operasi penggerebekan tersebut, polisi mengamankan 10 orang sebagai tersangka.

Penggerebekan tersebut berawal dari laporan masyarakat mengenai dugaan adanya praktek klinik aborsi ilegal di dalam suatu klinik yang berbentuk rumah. Polisi kemudian melakukan penggeledahan di tempat tersebut.

"Kami melakukan penggeledahan di 1 klinik di daerah percetakan negara dan mengamankan 10 orang yang merupakan satu pengungkapan kasus aborsi ilegal," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (23/9/2020).

Yusri mengatakan 10 orang yang diamankan itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah LA, DK, NA, MM, YA, RA, LL, ED, SM dan RS.

Baca: Klinik Aborsi Ilegal di Jakarta Pusat Digerebek, Gugurkan 32 Ribu Janin, Cari Mangsa Lewat Website

Baca: Klinik Aborsi Ilegal di Jakpus Digerebek: Gugurkan 32 Ribu Janin hingga Omzet Rp 10 Miliar

Ilustrasi diperagakan oleh model
Ilustrasi diperagakan oleh model (Ahmad Zaimul Haq/Surya)

Dalam prakteknya, seluruh tersangka memiliki peran yang berbeda-beda di klinik tersebut. Di antaranya, pemilik klinik, dokter, petugas kasir, suster, penjaga keamanan, petugas kebersihan, hingga pasien aborsi.

"Total semuanya ada 9 orang sebagai orang yang bekerja di klinik tersebut. 1 orang lagi adalah pasien sendiri. Kita lakukan penggeledahan di sana, kita amankan 10 orang," jelasnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan klinik tersebut mencari pelanggan yang ingin mengugurkan kandungan secara online melalui website klinikaborsiresmi.com. Nantinya, pelanggan diminta mendatangi klinik usai membuat janji.

"Bagaimana cara mereka menarik pasien? Itu melalui website. Ada 1 website, website itu adalah klinikaborsiresmi.com. Nanti kita koordinasi dengan Kominfo, juga nanti dengan cyber untuk bisa patroli lagi. Karena ini sangat terbuka sekali di website tersebut," ungkapnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan klinik tersebut diduga telah beroperasi sejak 2017 lalu. Total, ada ribuan pelanggan yang telah mengugurkan kandungan di tempat tersebut.

"Klinik ini sudah bekerja sejak 2017. Ini pun sebelumnya di tahun 2002-2004, juga pernah buka klinik tersebut dan sempat tutup. Di tahun 2017 dia buka lagi sampai sekarang ini," pungkasnya.

Dalam kasus ini, kepolisian menyita 1 set alat Sactum atau Vacum penyedot darah bakal janin, 1 set tempat tidur untuk tindakan aborsi,1 unit alat tensi darah dan 1 unit alat USG 3 Dimensi.

Selain itu, polisi juga mengamankan 1 unit alat sterilisasi, 1 set tabung oksigen, 1 buah nampan Stainles, 1 buah nampan besi, dan 1 kain selimut warna putih garis-garis.

Selanjutnya, 1 bungkus obat antibiotik Amoxicillin, 1 strip obat anti nyeri Mefinal, 1 strip Vitamin Etabion dan 2 buah buku pendaftaran.

Seluruh tersangka dikenakan Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 194 Jo pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Ancamannya maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 1 milliar.

Gugurkan 32.760 Janin Sejak Beroperasi Tahun 2017

Klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, digrebek oleh kepolisian. Ternyata, klinik itu telah mengaborsi sebanyak 32.760 janin sejak beroperasi 2017 lalu.

"Kalau dihitung dari 2017, ada 32.760 janin yang sudah digugurkan. Ini yang sudah kita hitung, masih kita dalami lagi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (23/9/2020).

Menurut Yusri, klinik tersebut membuka praktek setiap hari Senin-Sabtu pukul 07.00-13.00 WIB. Setiap harinya, mereka bisa menangani pasien sebanyak 5 sampai 6 orang.

"Kalau kita hitung rata-rata setiap hari dia bisa menerima 5-6 pasien dengan keuntungan sehari Rp 10 juta," jelasnya.

Cari Mangsa Lewat Situs

Klinik tersebut mencari pelanggan yang ingin mengugurkan kandungan secara online melalui website klinikaborsiresmi.com.

Nantinya, pelanggan diminta mendatangi klinik usai membuat janji.

"Bagaimana cara mereka menarik pasien? Itu melalui website. Ada 1 website, website itu adalah klinikaborsiresmi.com," ucap Yusri.

Usai pasien membuat janji, pihak klinik akan menghubungi pasien untuk datang ke klinik untuk dilakukan penindakan.

"Caranya akan diperiksa dulu pasien yang akan aborsi untuk memastikan berapa umur janinnya, seperti apa tindakan yang dilakukan dokter ini, ini akan dilakukan pemeriksaan awal. Kalau memang bisa diaborsi, akan dilakukan tindakan diaborsi," pungkasnya.

Selesai pasien membuat janji, pihak klinik akan menghubungi pasien untuk datang ke klinik untuk dilakukan penindakan.

"Caranya akan diperiksa dulu pasien yang akan aborsi untuk memastikan berapa umur janinnya," beber Yusri.

Langkah ini untuk menentukan seperti apa tindakan yang dilakukan dokter. Bisa dibilang, inilah tahap pemeriksaan awal.

"Kalau memang bisa diaborsi, akan dilakukan tindakan diaborsi," lanjut dia.

Dalam hal ini Polda Metro Jaya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo, selain itu meningkatkan patroli cyber.

"Karena ini sangat terbuka sekali di website tersebut," ungkapnya.

Polisi menyita 1 set alat sactum atau vacum penyedot darah bakal janin, 1 set tempat tidur untuk tindakan aborsi,1 unit alat tensi darah dan 1 unit alat USG 3 Dimensi.

Ada juga 1 unit alat sterilisasi, 1 set tabung oksigen, 1 buah nampan Stainles, 1 buah nampan besi, dan 1 kain selimut warna putih garis-garis.

Selanjutnya, 1 bungkus obat antibiotik Amoxicillin, 1 strip obat anti nyeri Mefinal, 1 strip Vitamin Etabion dan 2 buah buku pendaftaran.

Klinik tersebut membuka praktek setiap hari Senin-Sabtu pukul 07.00-13.00 WIB. Setiap harinya, mereka bisa menangani pasien sebanyak 5 sampai 6 orang.

"Kalau kita hitung rata-rata setiap hari dia bisa menerima 5-6 pasien dengan keuntungan sehari Rp 10 juta," jelasnya.

Dibuang ke Septic Tank

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Jean Calvijn Simanjuntak, mengatakan ribuan janin pasien dibuang ke septic tank.

Setelah membongkar kloset di klinik tersebut, polisi menemukan sejumlah barang bukti sampel darah di dalam septic tank tersebut.

"Pasca aborsi, penyidik dan labfor telah membongkar septic tank untuk memastikan janin dari tindakan aborsi," kata Calvijn.

Ia mengatakan salah satu pasien aborsi yang ikut ditangkap kepolisian bahwa turut serta dalam pembuangan janin ke dalam kloset.

"Faktanya selesai aborsi tersangka membantu dokter membuang hasilnya ke WC."

"Itu sebabnya penyidik menyedot dan mendapatkan cairan dari tersangka ibu janin tersebut," beber dia.

Polisi masih mendalami kasus ini, termasuk mencari ribuan janin lainnya yang diduga dibuang di tempat tersebut ataupun di tempat lainnya.

Para tersangka dikenakan Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A Jo Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Mereka terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved