Membedah 3 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan di DKI Jakarta, Yang jadi Sorotan dan Jawaban Kritikan
tiga tahun perjalanan kepemimpinan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta dan mendapat sorotan dari berbagai pihak mengenai langkah-langkah
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak terasa sudah tiga tahun perjalanan kepemimpinan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta dan mendapat sorotan dari berbagai pihak mengenai langkah-langkah kebijakannya dalam membangun ibu kota provinsi sekaligus ibu kota negara.
Ada yang menyoroti mengenai program rumah dengan uang muka Rp0, seperti yang dilontarkan Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta.
Masalah transparansi anggaran juga disampaikan anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, bahkan disebut setidaknya ada 10 kemunduran di Jakarta.
Sedangkan penilaian dari Fraksi partai pengusung Anies Baswedan, Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta, walaupun juga mengkritisinya, namun kepemimpinan Anies Baswedan disebutkan sudah cukup terlaksana dengan baik.
Sudah Oke
Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta memberikan sejumlah catatan untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait dengan tiga tahun kepemimpinannya.
Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD DKI Purwanto mengatakan, Anies perlu lebih banyak mengawasi bawahannya terkait dengan realitas kerja di lapangan.
Menurut dia, ada beberapa Dinas atau SKPD yang kelihatan belum optimal dalam melakukan tugasnya.
"Tetapi dalam kacamata kita sebagai partai penyokong bisa menjadi boomerang buat Pak Anies kalau tidak segera diperbaiki. Saya tidak perlu menyebut SPKD yang mana atau OPD yang mana, yang penting komunikasi dan upaya dia melakukan cek cross lapangan berhubungan langsung dengan pelayanan publik bisa ditingkatkan," ucap Purwanto saat dihubungi, Jumat (16/10/2020).

Adapun, Partai Gerindra merupakan salah satu partai yang mengusung Anies menjadi gubernur.
Catatan selanjutnya adalah mengenai kinerja ASN secara keseluruhan.
Purwanto menilai, kinerja para ASN perlu mendapat perhatian secara khusus.
Ia mengingatkan, bahwa kontribusi pelayanan publik yang bersinggungan langsung dengan masyarakat seperti lurah, camat, wali kota juga harus ditingkatkan.
Meski demikian, Purwanto berpendapat, terkait dengan program atau janji kampanye Anies sudah cukup terlaksana dengan baik.
"Menurut saya sih over all sudah oke. Secara politik janji politik beliau sudah mulai terakomodir banyak dan penilaian kita juga sudah cukup oke. Tapi kita juga tidak hanya dari sisi itu menilai, kan sebagai partai pendukung ada kepuasan publik yang meningkat dari semua masyarakat begitu," tuturnya.
Uang Muka Rp 0
Dalam sorotannya, Fraksi Nasdem membidik program rumah dengan uang muka atau down payment (DP) Rp 0 dalam tiga tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Jakarta.
Anggota Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta, Ahmad Lukman Jupiter, mengatakan bahwa pembangunan rumah DP Rp 0 belum menjangkau warga yang belum memiliki rumah.
Jupiter mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, tercatat 4 sampai 5 juta warga DKI belum memiliki rumah.
"Tahun 2017 sekitar 5 juta tidak memiliki rumah dan sampai sekarang masih banyak," kata Jupiter saat dikonfirmasi, Jumat (16/10/2020).
Oleh sebab itu, dia menilai realisasi program rumah DP Rp 0 belum berhasil.
Bahkan, rusunami DP Rp 0 yang dibangun di Cengkareng, Jakarta Barat, belum terisi sepenuhnya di tengah banyaknya warga yang membutuhkan rumah.

"Yang sudah dia bangun dan itu pun di Jakarta Barat masih kosong, ini ada apa. Terus Dinas Perumahan ini selaku yang menjalankan program ini kok kelihatannya santai-santai saja, ini sudah tiga tahun, tidak terasa," ujar Jupiter.
"Jadi program DP Rp 0 ini menurut saya belum berhasil," sambung dia.
Seperti diketahui, hari ini, Anies genap tiga tahun memimpin Jakarta sejak dilantik pada 16 Oktober 2017.
Saat itu, Anies dilantik bersama Sandiaga Uno sebagai Wakil Gubernur DKI. Namun, Sandiaga mengundurkan diri pada Agustus 2018 karena mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2019.
Kemudian, posisi Sandiaga digantikan kader Partai Gerindra Ahmad Riza Patria yang resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara pada 15 April 2020.
Adapun Pemprov DKI Jakarta telah membangun 780 unit rumah dengan uang muka atau DP Rp 0 dalam tiga tahun kepemimpinan Anies.
Rumah itu dibangun oleh badan usaha milik Pemprov DKI, Perumda Pembangunan Sarana Jaya, di Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Kemudian, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Perum Perumnas memasarkan unit Samawa DP Rp 0 di Pademangan, Jakarta Utara; dan Cengkareng, Jakarta Barat.
Total unit yang ditawarkan untuk program DP Rp 0 di Pademangan, Jakarta Utara, adalah sebanyak 30 unit.
Sementara itu, total ada 64 unit rusun bertipe studio (satu kamar) dengan luas 21 meter persegi yang ditawarkan di hunian Samawa di Cengkarang, Jakarta Barat.
Meskipun demikian, jumlah unit rumah DP Rp 0 yang sudah dibangun masih jauh dari target 232.214 unit hunian yang harus dibangun dalam lima tahun kepemimpinan Anies.
Target tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta tahun 2017-2022.
Dalam perda tersebut, program rumah dengan DP Rp 0 ditargetkan 14.000 unit dibangun oleh BUMD dan 218.214 unit dibangun melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan mekanisme pasar.
10 Kemunduran Jakarta
Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta mengomentari tiga tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Selama memimpin, Anies dinilai justru membawa setidaknya sepuluh hal yang dianggap kemunduran di Ibu Kota.
Kemunduran yang dimaksud yakni dua hal.
Pertama, kemunduran yang dinilai dari kondisi saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kedua, Fraksi PSI membandingkan apa yang telah dicapai dengan potensi yang dimiliki oleh Pemprov DKI.
"Perlu diingat bahwa, jika dibandingkan provinsi lainnya, DKI Jakarta memiliki anggaran yang sangat besar dan mendapatkan dukungan luar biasa dari pemerintah pusat. Jangan sampai anggaran, tenaga, dan waktu terbuang sia-sia karena keliru memilih prioritas dan salah kelola birokrasi," kata Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad, Jumat (16/10/2020).
Sepuluh kemunduran tersebut menurut PSI sebagai berikut :
1. Pembahasan anggaran terlambat, bahkan terkesan ditunda-tunda
Pembahasan rancangan APBD 2021 sudah terlambat lebih dari 3 bulan, sehingga hanya tersisa 1,5 bulan untuk membahas puluhan ribu mata anggaran.
PSI Khawatir, dengan situasi di tengah pandemi, dikhawatirkan pembahasan akan terburu-buru sehingga banyak pos anggaran yang tidak sempat dibedah, lalu terjadi masalah hukum atau ketidakpuasan masyarakat di kemudian hari.
2. Transparansi anggaran dinilai buruk, pada saat perencanaan maupun realisasinya
Sejak 2017, Pemprov DKI membuka rancangan anggaran hingga tingkat rincian harga komponen anggaran melalui website apbd.jakarta.go.id sejak fase RKPD, yaitu pada bulan Juni atau Juli tahun sebelumnya. Pada web tersebut, masyarakat bisa mencermati rencana anggaran tahun depan, lalu terlibat aktif memberikan saran dan masukan selama masa pembahasan anggaran.
"Namun, pada masa Gubernur Anies, dokumen anggaran hanya dibuka setelah Gubernur dan DPRD selesai melakukan pembahasan dan bersepakat. Artinya, warga hanya mengetahui anggaran setelah selesai dibahas, sehingga tidak memiliki ruang untuk menyampaikan saran dan masukan," ucap Idris.

3. Nasib dana commitment fee Formula E Rp 560 miliar masih belum jelas
Hal selanjutnya yang dikritisi PSI dalam pemerintahan Anies adalah mengenai commitment fee Formula E yang masih belum jelas akibat ditundanya ajang balap mobil listrik tersebut.
Diketahui, Pemprov DKI telah menyetorkan uang commitment fee Rp 360 miliar dan Rp 200 miliar kepada panitia Formula E. "Namun demikian, belum terlihat kesungguhan niat dari Gubernur Anies untuk mengembalikan uang Rp 560 miliar tersebut," lanjut Idris.
Padahal menurut dia, anggaran itu seharusnya ditarik dan dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19. Mulai dari pelaksanaan tes swab, penyediaan tempat isolasi, pelayanan rumah sakit, hingga bantuan sosial bagi warga.
4. Ketidakjelasan prioritas anggaran
Idris menilai, prioritas anggaran di DKI tidak jelas. Ia mencontohkan, di APBD 2020, Pemprov DKI memprioritaskan anggaran event yang mencapai Rp 1,5 triliun (termasuk Formula E Rp 1,2 triliun).
Namun, anggaran pembangunan sekolah dan gelanggang olahraga masing-masing justru dipotong sebesar Rp 455,4 miliar dan Rp 320,5 miliar.
Di sisi lain, anggaran sangat minim untuk normalisasi dan tanggul pantai guna mengatasi banjir, pembangunan Light Rail Transit (LRT), dan infrastruktur air bersih.
Bahkan, belakangan anggaran pembangunan LRT dan air bersih dihapus akibat defisit APBD. Selain itu, di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menggunakan pinjaman dari Kementerian Keuangan, tidak ada pula kegiatan pembangunan normalisasi sungai, tanggul pantai, LRT, dan air bersih. Padahal kegiatan-kegiatan ini sangat dibutuhkan warga Jakarta.
5. Normalisasi sungai mandek selama 3 tahun
Program normalisasi sungai direncanakan sepanjang 33 kilometer (km). Hingga 2017, sudah dilakukan normalisasi sungai sepanjang 16 km. Akan tetapi, dari 2018 hingga 2020 tidak ada kegiatan normalisasi sungai.
"Pada 2020, telah dilakukan pembebasan lahan saluran air 8,2 km. Namun demikian, tidak jelas apakah pada 2021 telah dialokasikan anggaran normalisasi sungai pada lahan 8,2 km tersebut," ucapnya.
6. Realisasi naturalisasi sungai 0 persen
Normalisasi mandek, begitu pun naturalisasi. PSI mengingatkan janji kampanye Pilkada, Anies mengeluarkan gagasan naturalisasi sungai yang dianggap sebagai solusi ideal untuk menyelesaikan masalah banjir.

Anies menjelaskan bahwa naturalisasi berarti mengganti dinding sungai dari beton menjadi kawasan hijau untuk melindungi ekosistem.
"Di akun instagram pada 26 September 2020, Gubernur Anies memamerkan hasil naturalisasi sungai di Kanal Banjir Barat (KBB) segmen Sudirman-Karet. Namun, proyek ini berbeda dengan konsep yang dipaparkan oleh Gubernur Anies Pasalnya, proyek di KBB tersebut berupa perkerasan beton untuk tempat nongkrong dan spot selfie," tutur Idris.
Untuk itu, Fraksi PSI menyebutkan bahwa progres naturalisasi sungai masih 0 persen PSI berharap agar Anies bersikap jujur dalam menyampaikan informasi kepada publik.
7. Realisasi program DP 0 Rupiah hanya 0,26 persen
Saat awal menjabat, Anies menargetkan penyediaan 300.000 rumah selama 5 tahun atau 60.000 rumah per tahun. Namun, 3 tahun berselang hanya tersedia 780 rumah atau hanya 0,26 persen dari target.
Dari angka tersebut, jumlah yang dihuni hanya 278 unit.
8. Pembangunan Light Rail Transit (LRT) fase 2 masih 0 persen
Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), pembangunan LRT direncanakan sekitar 110 kilometer yang terbagi dalam 7 rute.
Selain RPJMD, proyek ini juga tercantum di dalam Peraturan Presiden (Perpres) no. 55 tahun 2018 tentang rencana induk transportasi Jabodetabek tahun 2018-2029 dan Perpres no. 56 tahun 2018 tentang Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pembangunan LRT fase 1 yang dimulai 22 Juni 2016 hingga awal 2019 telah merampungkan rute perintis Kelapa Gading-Velodrome 5,8 kilometer dan bangunan depo yang mampu menampung kereta untuk seluruh rute LRT. Namun pembangunan LRT fase 2 tidak kunjung dimulai.
PSI mempertanyakan komitmen Gubernur Anies untuk menyediakan transportasi massal berbasis rel di Jakarta.
9. Mandeknya penyusunan perda-perda tata ruang, termasuk yang mengatur pulau-pulau reklamasi
Daftar perda tata ruang yang harus dibahas adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Meski demikian, Pemprov DKI tidak menyerahkan rancangan perda-perda tersebut.
Akibat dari mandeknya pembahasan perda-perda ini adalah mengganggu pengembangan Jakarta dan akan berdampak pada perizinan.
"Salah satu akibat dari mandeknya penyusunan perda ini adalah pada Juni 2019 Gubernur Anies menerbitkan IMB untuk 1.000 lebih bangunan di Pulau C dan D hanya memakai Peraturan Gubernur (Pergub) no. 206 tahun 2016, padahal seharusnya izin tersebut diperkuat dengan perda tata ruang yang semestinya sudah selesai dibahas," kata dia.
10. Kontrak Aetra dan Palyja berakhir pada 2023, namun belum ada persiapan untuk mengambil alih pengelolaan air bersih
Pada tanggal 10 April 2017 keluar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 31K/Pdt/2017 yang memerintahkan pengembalian pengelolaan air bersih dari pihak swasta (Aetra dan Palyja) kepada pemerintah (Pemprov DKI Jakarta).
Salah satu persiapan yang paling penting adalah inventarisasi aset yang dikuasai pihak swasta yang bertujuan untuk mencegah hilangnya aset milik Pemprov DKI.
"Sayangnya, baik Pemprov DKI maupun PAM Jaya belum melakukan inventarisasi aset, padahal waktu semakin dekat. PSI mendesak agar Gubernur Anies segera melakukan inventarisasi aset air bersih di Jakarta," tutup Idris.
Jawab Kritikan
Terkait sorotan tersebut, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menjawab kritik anggota DPRD DKI Jakarta atas tiga tahun kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan.
Mayoritas anggota parlemen di Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu menyoroti penyediaan rumah DP 0 rupiah dan pengendalian banjir belum optimal.
Wakil Gubernur DKI Jakarta yang juga politisi Partai Gerindra ini bersuara.
Dia mengatakan, janji kampanye Anies Baswedan bukanlah disusun untuk tiga tahun kepemimpinan.

Menurutnya program Anies Baswedan dibuat untuk lima tahun seperti tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) tahun 2017-2022.
“Yah kan pak gubernur sudah mengatur, program ini kan bukan tiga tahun, tapi program kepemimpinannya kan sudah diatur," kata Ahmad Riza Patria di Balai Kota, Jumat (16/10/2020).
"Mana yang konsentrasi lalu mana yang pertama, dan mana tahun kedua, tahun ketiga dan tahun keempat, termasuk banjir dimulai dari tahun pertama sampai tahun ke lima, jadi ada tahapannya,” lanjutnya.
“Untuk konsentrasinya, sampai ke sana makin ke atas, namun kan harus diperhatikan ada masalah Covid-19 sehingga anggarannya berkurang,” tambah pria yang akrab disapa Ariza ini.
Menurutnya, pandemi virus corona atau Covid-19 berimplikasi pada anggaran yang ada.
Bahkan tunjangan kinerja daerah (TKD) pegawai terpaksa dikurangi hingga 50 persen untuk dialihkan dalam penanganan dan penanggulangan Covid-19 di Ibu Kota.
“Tidak bermaksud untuk tidak membangun (infrastruktur), tetap membangun tapi membangunkan ada tahapannya juga. Ada peningkatan sumber daya manusia (SDM), tata kelola soal banjir juga menjadi fokus kami di setiap tahun,” ujar Ariza.
Bahkan, kata Ariza, penanggulangan banjir saat ini sudah semakin baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Meski debit air tetap tinggi, titik genangan berkurang dan durasi surutnya air juga lebih cepat.
“Memang debit semakin tinggi tapi progresnya sangat kelihatan. Anda lihat jumlah genangannya berkurang, Anda bisa lihat jumlah yang mengungsi semua berkurang terus seiring berjalannya waktu,” paparnya.
Mengenai penyediaan hunian DP 0 rupiah, kata dia, seutuhnya tidak hanya menjadi tanggung jawab DKI.
Dalam membangun hunian itu, DKI Jakarta menggandeng Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pihak swasta.
“Jadi kerja sama semua bahkan juga pemerintah pusat jadi itu kerja sama kami semua, pemerintah pusat, provinsi, BUMD dan pihak swasta,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, mantan anggota DPR RI ini juga optimistis dengan 23 janji kampanye Anies bersama Wagub terdahulu yaitu Sandiaga Uno.
Dia meminta masyarakat mengecek soal janji kampanye tersebut.
“Yah kami optimis dong, waktu kami membuat janji Pak Anies-Sandi kan semua sudah dihitung. Kami optimis bahwa semua yang kami janjikan, visi-misi program kami laksanakan. Juga janji-janji yang 23 itu. InsyaAllah, semua teman-teman bisa lihat tolong dicek secara detail dicek semua janji-janji berprogres positif,” tambah Ahmad Riza Patria.
(Penulis Rindi Nuris Velarosdela, Ryana Aryadita Umasugi/Kompas.com dan Wartakotalive)