Kerumunan Massa di Acara Rizieq Shihab
Rizieq Shihab Bandingkan Perkaranya dengan Kerumunan McDonald's
Rizieq Shihab (MRS) turut menyinggung perkaranya dengan kejadian pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan di sebagian besar gerai mak
Penulis:
Rizki Sandi Saputra
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Muhammad Rizieq Shihab (MRS) turut menyinggung perkaranya dengan kejadian pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan di sebagian besar gerai makanan siap saji McDonald's beberapa waktu lalu.
Di mana dalam pernyataannya Rizieq mengatakan kalau gerai tersebut tidak pernah diproses secara hukum padahal sudah beberapa kali didapati melanggar protokol kesehatan.
Pernyataan itu diungkapkan Rizieq kala dirinya membacakan duplik atas replik dari jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (17/6/2021).
"Begitu pula alasan pembenar dan alasan pemaaf yang bagaimanakah bagi gerai-gerai McDonald's yang pun sudah berulang kali melakukan Pelanggaran Prokes sehingga tidak diproses hukum pidana!?," kata Rizieq Shihab dalam persidangan.
Tak hanya menyinggung terkait pelanggaran prokes di McDonald's, eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu juga turut membandingkan perkaranya dengan kegiatan Gubernur hingga Presiden serta publik figur yang dinilainya berulang kali melanggar prokes.
Namun kata Rizieq dari serangkaian pelanggaran prokes tersebut, tidak ada satupun yang dipidana selain dirinya.
"Alasan pembenar dan alasan pemaaf yang bagimanakah bagi Presiden dan Menteri serta Gubernur yang berulang kali melakukan Pelanggaran Prokes sehingga tidak diproses hukum pidana!?," tutur Rizieq.
Bahkan kata Rizieq, seluruh pelanggaran protokol kesehatan yang melibatkan pengusaha hingga pejabat negara tersebut dapat diselesaikan hanya dengan berdialog, tanpa adanya pidana.
Sementara, perkaranya yang turut melibatkan Rumah Sakit (RS) UMMI yang bahkan telah membantu pemerintah dalam menangani orang sakit malah harus dipidana.
"Semuanya cukup dengan dialog dan mediasi serta dimaafkan, sementara bagi RS UMMI yang telah berjasa membantu ribuan pasien Covid-19, bahkan pemerintah berutang milyaran rupiah kepada RS UMMI selama pandemi, belum lagi ratusan ribu pasien yang dibantu RS UMMI sejak berdiri, hanya karena dianggap melanggar Prokes langsung diproses hukum dan dipidanakan serta diseret ke pengadilan, sehingga Pasien dan dokter serta Rumah Sakit dikriminalisasi," tukasnya.
Sebelumnya, Terdakwa Muhammad Rizieq Shihab (MRS) turut menyinggung terkait hasil rapat antara Jaksa Agung ST Burhanuddin dengan Komisi III DPR RI dalam dupliknya.
Dalam rapat tersebut dibahas oleh Jaksa Agung dan Komisi III bahwa jangan sampai terjadi disparitas hukum atau penerapan hukum yang tidak seimbang bagi para orang yang kontra dengan pemerintah dalam upaya proses penegakan hukum.
"Anggota Komisi III DPR RI yang lain, Arsul Sani dari Fraksi PPP menyoroti adanya perbedaan penanganan hukum antara orang yang pro pemerintah dengan kalangan yang berseberangan dengan penguasa, sehingga terjadi Disparitas dalam Tuntutan Pidana," kata Rizieq dalam persidangan, Kamis (17/6/2021).
Lebih lanjut, Rizieq juga mengungkit terkait materi rapat Arsul Sani yang menyinggung perkaranya dengan Syahganda Nainggolan.
Baca juga: Rizieq Shihab Singgung Disparitas Hukum dalam Rapat Komisi III DPR dengan Jaksa Agung
Kata Rizieq, perkara dirinya dengan deklarator KAMI itu seperti dipercepat untuk menjalani proses hukum pidana penjara, lantaran katanya besebrangan dengan pemerintah.
"Sedangkan dalam kasus yang sama, tapi terdakwa bukan dari kelompok yang berseberangan dengan pemerintah, maka tuntutan hukum tidak seperti itu. Karena itu Arsul Sani mengatakan muncul kesan bahwa Kejaksaan tidak murni lagi menjadi penegak hukum, tapi menjadi alat kekuasaan dalam penagakan hukum," ucapnya.
Bahkan kata eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga mengakui adanya perbedaan tuntutan tersebut.
Jaksa Agung juga kata Rizieq mengakui belum dapat menyelesaikan disparitas hukum tersebut sehingga menugaskan Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).
"Menjawab itu Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui adanya perbedaan tuntutan hukum dalam penanganan perkara dan menyadari hal itu sebagai suatu kelemahan, dan Jaksa Agung RI juga mengakui belum bisa mengawasi Disparitas ini. Karena itu Jaksa Agung RI menugaskan Jampidum Fadil Zumhana untuk menangani Disparitas ini," tambahnya.
Atas dasar itu, Rizieq menyinggung jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan ini untuk berlaku adil.
Serta, Rizieq juga menasihati jaksa untuk jangan diskriminasi dan jangan memberlakukan disparitas hukum atau penerapan hukum yang tidak seimbang.
"Sekedar nasihat untuk JPU yang adil dan beradab, ketahuilah bahwa prinsip pengabaian keadilan dan prinsip pembenaran diskriminasi dengan alasan apapun adalah kezaliman luar biasa yang merusak prinsip dan norma serta nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab," imbuhnya.