Kamis, 21 Agustus 2025

Upah Minimum Provinsi

Meski Ditentang Pengusaha, Anies Tetap Naikkan UMP DKI yang Menurutnya Lebih Rasional

Langkah Gubernur Anies Baswedan menaikkan besaran persentase upah minimum provinsi DKI Jakarta 2022 memantik pro kontra di berbagai kalangan.

Instagram Anies Baswedan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemui buruh yang berunjuk rasa di Balai Kota DKI beberapa waktu lalu. 

Selanjutnya, sambung Nurjaman, adalah bahwa SK Gubernur Nomor 1517/2021 itu jelas tidak sejalan dengan rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta, berdasarkan hasil sidang tanggal 15 November 2021 yang bertempat di Kantor Balai Kota DKI Jakarta. 

Pada sidang yang dihadiri kalangan pengusaha, wakil dari beberapa Serikat Pekerja dan Serikat Buruh serta unsur pemerintah, memastikan bahwa pemerintah dan dunia usaha sudah sepakat untuk mematuhi dan mempergunakan aturan formula upah minimum DKI Jakarta untuk Tahun 2022, dengan memakai formula sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021.

"Artinya kalau ditarik kesimpulan dari dua hal tadi dengan SK Gubernur yang sekarang, itu sangat jauh berbeda. Yang pertama jelas konsiderans-nya mengacu pada PP Nomor 36/2021 karena ada aturan dan perintah dari PP tersebut. Tapi sekarang, kalau kami lihat hal itu tidak melihat pada SK Gubernur tersebut. Alasannya kami tidak tahu, mungkin bisa ditanya kepada pemerintah DKI Jakarta," pungkas Nurjaman.

Apresiasi muncul dari ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati atas kebijakan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai upaya keberpihakan terhadap para pekerja. 

Nina menyebut langkah Anies merupakan hal yang wajar tatkala menggunakan asumsi tertinggi dari kementerian atau lembaga pemerintah pusat sebagai indikator menetapkan besaran UMP.

"Pemda DKI tentu berusaha yang terbaik untuk rakyatnya dengan menggunakan asumsi tertinggi," ujar Nina saat dihubungi Jumat (31/12/21)

Baca juga: Gubernur Anies Baswedan Apresiasi Warga, Malam Tahun Baru Jakarta Bebas dari Kerumunan

Nina melihat kontroversi ini terjadi lantaran terdapat area abu-abu dalam PP nomor 36 tahun 2021 terkait persoalan  waktu yang belum secara jelas apabila melewati tanggal yang telah ditetapkan. 

Nina menyebut perlu ada perbaikan dalam mencari jalan keluar antara pemerintah daerah dan swasta dalam menentukan UMP. 

Nina mengatakan pemerintah pusat perlu memberikan ruang revisi dalam penentuan upah yang dinamis dan mengikuti situasi yang tengah terjadi.

Menurut Nina, ketentuan upah seharusnya mengikuti pertumbuhan ekonomi dan kondisi yang saat ini terjadi, baik saat negatif maupun positif. 

"Dalam PP nomor 36 tahun 2021 tidak ada tertulis apabila lewat tenggat waktu apakah dibatalkan, makanya bisa dibawa ke pengadilan kalau keberatan," ungkap Nina. 

Nina menilai para pengusaha saat ini amat bergantung terhadap penanganan pandemi dari sektor kesehatan. 

Kenaikan kasus yang berimplikasi pada pembatasan aktivitas akan membuat kondisi perusahaan kembali tertekan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja.

"Ini jadi momentum perbaikan dalam peraturan, harus ada ruang untuk revisi sesuai dengan kondisi aktual. Kalau kasus (Covid-19) naik, toko atau pabrik pada tutup, perlu direvisi, kalau tidak pengusaha akan mengambil opsi merumahkan para pekerja karena tak sanggup membayar upah," pungkas Nina.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan