Jumat, 5 September 2025

Demo di Jakarta

Meski Penuh Kontroversi, IPW: Penangkapan Delpedro Marhaen Berdasarkan Bukti Kasus ITE

Penangkapan Delpedro Marhaen soroti prosedur hukum, kebebasan berpendapat, dan dugaan penghasutan pelajar di Jakarta.

|
Editor: Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
SUGENG TEGUH - Penangkapan Delpedro Marhaen oleh Polda Metro Jaya memicu sorotan publik soal prosedur hukum, kebebasan sipil, dan dugaan penghasutan. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN 

TRIBUNNEWS.COM - Meski penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menuai kontroversi dari kalangan sipil dan pegiat HAM, Indonesia Police Watch (IPW) menilai langkah aparat memiliki dasar hukum yang kuat. 

Kontroversi penangkapan Delpedro Marhaen, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, mencuat tajam di tengah sorotan publik terhadap praktik penegakan hukum dan kebebasan sipil di Indonesia. 

Penangkapan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya pada malam hari, Senin 1 September 2025, dinilai penuh kejanggalan dan melanggar prosedur hukum oleh berbagai kalangan.

Pokok Kontroversi Penangkapan Delpedro Marhaen

Penjemputan Paksa Tanpa Surat Resmi

Delpedro dijemput oleh 7–10 anggota polisi berpakaian hitam di kantor Lokataru Foundation sekitar pukul 22.45 WIB.

Tim advokasi Lokataru menyebut tidak ada surat penangkapan atau pemanggilan sebelumnya.

Larangan Komunikasi dan Perusakan CCTV

Saat penangkapan, Delpedro dilarang menggunakan ponsel dan tidak diberi akses ke kuasa hukum.

Kamera pengawas kantor Lokataru disebut dimatikan atau dirusak oleh aparat.

Tuduhan Penghasutan dan UU ITE

Polisi menuduh Delpedro mengajak pelajar, termasuk anak di bawah umur, untuk melakukan aksi anarkis.

Ia dijerat dengan Pasal 160 KUHP, UU ITE, dan UU Perlindungan Anak.

Jaringan solidaritas menyebut penangkapan ini sebagai bentuk kriminalisasi dan represi terhadap kebebasan berpendapat. Haris Azhar dan sejumlah aktivis HAM mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran hak konstitusional.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan bahwa jika polisi melakukan penangkapan terhadap seseorang terkait kasus ITE, biasanya sudah memiliki bukti yang kuat.

Hal itu disampaikan oleh Sugeng saat menanggapi penangkapan polisi terhadap Direktur Lokataru Indonesia Delpedro Marhaen.

“Apakah ini suatu kriminalisasi atau satu upaya penegakan hukum untuk menjaga memulihkan ketertiban umum?. IPW melihat ini harus diikuti, proses ini harus diikuti, proses penegakan hukumnya, kalau polisi sudah menangkap, menahan, proseduralnya biasanya sudah ada bukti, apalagi bukti kalau ini terkait UU ITE, pembuktian polisi itu biasanya akurat, pembuktian polisi itu menggunakan suatu scientific crime investigation,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu 3 September 2025.

Kriminalisasi adalah proses hukum di mana suatu tindakan atau perilaku yang sebelumnya tidak dianggap sebagai tindak pidana, kemudian ditetapkan sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat dikenai sanksi pidana oleh negara

Sugeng menyampaikan, penangkapan terhadap Delpedro Marhaen tidak bisa hanya dilihat dari kasus pidananya saja, tapi juga harus dilihat dari latar belakangnya.

Menurut Sugeng, demonstrasi yang terjadi sejak 25 sampai dengan tanggal 31 Agustus 2025 lalu itu adalah demo yang agak berbeda dengan demo-demo yang pernah terjadi sebelumnya.

“Demo kali ini yang tidak lebih dari seminggu telah menghancurkan dan meluluhlantahkan banyak sekali properti-properti milik pemerintah, gedung DPRD Makasar habis, gedung DPRD NTB habis, kantor Polres Jakarta Timur habis, Polda DIY hancur pagarnya, kemudian pembakaran dprd di Jawa Tengah, kemudian kantor-kantor polisi yang kecil, di Bandung Mess MPR RI di depan kantor DPRD Jabar dibakar habis,” ujarnya.

Sugeng menegaskan, ini adalah demo yang tidak biasa, massa aksi mahasiswa dan buruh itu bisa melokalisir diri untuk tidak terlibat dalam proses-proses atau pada tindakan-tindakan yang sifatnya brutal dan merusak.

“Nah di belakang itu ternyata ada yang membonceng, banyak pihak yang membonceng. Selain dari aparat, diduga ya, aparat TNI, ternyata polisi juga menangkap Direktur Lokataru Delpedro Marhaen. Kita tidak tahu apakah dan siapakah yang dihasut?, tetapi kalau pembuktian mengenai ITE itu sejauh saya tahu itu cukup kuat, kasus-kasus terkait dengan ITE umumnya pembuktiannya kuat,” katanya.

Oleh karena itu, Sugeng mengungkapkan, dalam hal ini IPW menyerahkan kepada proses hukum di kepolisian.

“Tetapi polisi juga harus mengedepankan asas praduga tak bersalah dan memberikan akses kepada penasehat hukum daripada Delpedro Marhaen untuk dapat mendampingi membela kepentingan Marhaen dan membuka komunikasi dengan Marhaen, tidak boleh kemudian Marhaen diisolasi, lakukan proses penegakan hukum ini secara akuntabel, secara profesional dan berkeadilan,” ungkapnya.

Peran Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dalam kasus dugaan penghasutan demonstrasi anarkis menjadi sorotan utama dalam penyidikan Polda Metro Jaya. 

Ia ditetapkan sebagai tersangka karena diduga aktif menyebarkan ajakan aksi melalui media sosial dan berkolaborasi dengan akun-akun lain yang terafiliasi dengan konten ekstrem.

Rincian Peran Delpedro Marhaen dalam Kasus

Pengelola akun @lokataru_foundation 

Delpedro disebut sebagai admin akun Instagram resmi Lokataru Foundation, yang digunakan untuk menyebarkan ajakan kepada pelajar agar tidak takut ikut aksi demonstrasi.

Kolaborasi dengan akun ekstrem 

Ia diduga melakukan kolaborasi digital dengan akun seperti @blokpolitikpelajar (BPP), yang menurut polisi terhubung dengan konten ajakan pengrusakan dan tutorial bom molotov.

Distribusi konten provokatif 

Setiap unggahan dari akun Lokataru disebut otomatis terdistribusi ke akun-akun kolaborator, memperluas jangkauan ajakan aksi.

Keterkaitan staf yayasan 

Polisi menemukan nomor aduan yang digunakan dalam jaringan tersebut berasal dari staf yayasan yang dipimpin oleh Delpedro, memperkuat dugaan keterlibatan struktural.

Penolakan dan pembelaan 

Dalam pemeriksaan, Delpedro disebut berusaha menolak fakta-fakta yang dipaparkan penyidik dan melempar tanggung jawab kepada rekan-rekannya.

Atas perbuatan itu, Delpedro Marhaen, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, dijerat dengan pasal berlapis oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan penghasutan dan penyebaran informasi provokatif yang melibatkan pelajar dalam aksi demonstrasi. Berikut rincian pasal-pasal yang dikenakan padanya:

Pasal-Pasal Hukum yang Menjerat Delpedro Marhaen

Pasal 160 KUHP 

Menghasut di muka umum, baik secara lisan maupun tulisan, untuk melakukan perbuatan pidana atau melawan kekuasaan umum. Ancaman: Penjara maksimal 6 tahun.

Pasal 45A ayat (3) jo Pasal 28 ayat (3) UU ITE No. 1 Tahun 2024

Menyebarkan informasi elektronik yang memuat pemberitahuan bohong dan menimbulkan kerusuhan di masyarakat. Ancaman: Penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.

Pasal 76H jo Pasal 15 jo Pasal 87 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak 

Merekrut, memperalat, atau membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa dalam kegiatan yang berisiko. Ancaman: Penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp100 juta.

Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyelidikan sejak 25 Agustus 2025, menyusul demonstrasi besar yang berujung ricuh di Jakarta

Kasus ini tidak hanya menyangkut dugaan pelanggaran hukum, tetapi juga membuka perdebatan tentang batas antara advokasi sipil dan kriminalisasi ekspresi politik.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan