Minggu, 7 September 2025

Dekat Dengan Alam Tanda Masyarakat Dayak Religius

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandangan sinis masih diarahkan kepada masyarakat Dayak Kalbar. Pandangan orang luar memandang masyarakat masih menganut aliran anismisme dan dinamisme yang ditunjukkan dengan melihat mereka menyembah batu besar pohon besar yang dimaknai menyembah berhala.

Pemahaman masyarakat Dayak tentang yang Tertinggi tidak bisa dipisahkan dengan pemahamanannya tetang alam. Bagi mereka yang tertinggi adalah itu sungguh ada dan secara aktif bertindak dalam kehidupan keseharian melalui setiap peristiwa alam yang mereka alami secara nyata.

"Harus dimaknai, apa yang dilakukan masyarakat adalah berkomunikasi dengan yang disimbolkan, beberapa di antaranya batu maupun pohon besar," ungkap Benediktus Benik dalam peluncuran dan bedah bukunya, Memahami Tuhan Melalui Alam Religuitas Dayak Kalimantan di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta, Jumat (11/6/2010).

Dalam rangkaian kegiatan Gelar Budaya Dayak juga diluncurkan buku Religiusitas & Eksotisme Budaya Dayak. Buku ini memuat foto-foto aktivitas masyarakat Dayak yang disusun oleh P Florus.
Dengan memahami sekaligus secara bersama-sama hambaruan yang disebut Liau Haring Kaharingan dalam istilah Dayak Ngaju dan Sumangat dalam Dayak Kanayatn, lanjut pastur keturunan Dayak ini kehadiran Yang Tertinggi menjadi sangat dekat dan terlibat dalam pengalaman hidup mereka.

Hambaruan yang secara literal terarti jiwa kehidupan yang menghidupkan menyatakan secara tidak langsung bahwa sifat jiwa itu immortal dan abadi yang oleh Ranying Hattala ciptakan dan kembali padaNya. Pemahaman Sumangat (semangat atau jiwa), untuk menegaskan kehadiran Jubata dalam alam, bukan totalitasnya tetapi titisan kekuatannya yang menyelamatkan.

Alam bisa dipahami sebagai bayangan Yang Tertinggi yang dalam arti tertentu secara analogis sebagain cerminan dari Yang Tertinggi itu sendiri bukan semata-mata cerminan apa adanya tetapi sebagai ketidakhadiran cahaya yang berarti alam ada untuk menunjukkan hal yang tertinggi.

"Akan tetapi alam bukanlah yang tertinggi itu sendiri begitu pula sebaliknya. Hanya saja kehadirannya ditampakkan oleh alam dimana Yang Tertinggi ada dan bertindak," ungkapnya.

Dengan pemahaman ini, masyarakat Dayak boleh dikatakan sebagai masyarakat sosio- religius-kosmis yang menggiring mereka kepada peradaban kealaman dan religuitas yang panenteristik. Sehingga tidak mengherankan, mereka tetap mempertimbangkan hukum ilahi yang terjadi di alam semesta melalui adat istiadat dan hukum adat.

Senada, P Florus dalam pengantar bukunya, Religiusitas Eksostisme Budaya Dayak mengungkapkan di Kalbar ada sekitar 150 -an sub suku Dayak yang memiliki khasan sendiri. Semua religius sekaligus eksotik, penuh daya tarik dan menantang untuk dipahami lebih mendalam.

"Religius karena unsur-unsur budaya itu selalu mengandung pemujaan dan doa kepada yang maha kuasa sedangkan exotisme budaya dayak terutama tampak pada tampilan indah berbagai peralatan, seni tari, seni ukir, seni anyam, seni musik serta berbagai upacara adat dan sikap terhadap alam sekitar," ungkapnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan