Rabu, 8 Oktober 2025

Sidang Susno

Inilah Pledoi Susno Duadji

Komjen Susno Duadji berjuang mati-matian untuk lolos dari jeratan hukum kasus suap yang didakwakannya. Mantan Kabareskrim ini membuat Pledoi pribadi

zoom-inlihat foto Inilah Pledoi Susno Duadji
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Mantan Kabareskrim Komjen (Pol) Susno Duadji membacakan pembelaannya, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/2/2011). Susno dituntut 7 tahun penjaran dan denda 500 juta oleh Jaksa Penuntut Umum pada sidang terdahulu.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komjen Susno Duadji berjuang mati-matian untuk lolos dari jeratan hukum kasus suap yang didakwakannya. Mantan Kabareskrim ini membantah seluruh tuntutan jaksa bahwa dirinya menerima suap Rp 500 juta saat menyidik kasus PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilgub  Jawa Barat Tahun 2004.

Berikut ringkasan pledoi yang dibacakan  tim penasihat hukumnya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/2/2011) malam.Pledoi disusun oleh  Henry Yosodiningrat, Maqdir Ismail, Mohammad Assegaf, Ari Yusuf Amir, Efran Yuni.

PERKARA SUSNO DUADJI INI adalah PERKARA REKAYASA, SEBAGAI WUJUD PENYENGSARAAN terhadap Komjen Pol. Susno Duadji yang dengan penuh keberanian, telah membongkar adanya praktek Mafia Hukum dalam tubuh institusi POLRI, yang dilakukan oleh Penyidik pada Bareskrim Polri”Selanjutnya dikatakan, “Kalau saja Komjen Pol. Susno Duadji tidak membongkar adanya praktek Mafia Hukum dalam penanganan KASUS ARWANA sejak tingkat Penyidikan, Penuntutan hingga proses Peradilan, yang dilakukan oleh SJAHRIL DJOHAN dan HAPOSAN HUTAGALUNG bersama-sama dengan PENYIDIK POLRI, serta kalau saja Komjen Pol. Susno Duadji tidak membongkar praktek mafia hukum yang dikenal dengan MAFIA PAJAK yang dilakukan oleh GAYUS TAMBUNAN dan HAPOSAN HUTAGALUNG bersama-sama dengan PENYIDIK POLRI dan JAKSA PENUNTUT UMUM, serta HAKIM yang mengadili perkara tersebut, maka sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada perkara Mafia Hukum dan Komjen Pol. Susno Duadji tidak akan pernah menjadi Tersangka apalagi ditahan dan duduk sebagai Terdakwa dalam perkara ini”.Lebih lanjut dalam pembelaan ini disampaikan, “diungkapkannya praktek Mafia Hukum itu oleh Terdakwa secara terang-terangan dan terbuka serta menyebutkan nama, pejabat di lingkungan Bareskrim Polri, Penyidik Polri dan nama beberapa oknum Jaksa serta menyebut nama Sjahril Djohan sebagai Markus sejati yang “berkantor” di sebelah ruangan Wakapolri Makbul Padmanegara, telah berdampak membuat banyak pihak menjadi malu, marah dan sakit hati, termasuk   KAPOLRI (saat itu Jendral Polisi Bambang Hendarso Danuri) dan SJAHRIL DJOHAN”.KARENA Susno Duadji mengatakan Sjahril Djohan sebagai MARKUS SEJATI, maka SJAHRIL DJOHAN TELAH MEMFITNAH Susno Duadji, seolah-olah dia  telah menerima SUAP dari Sjahril Djohan sebesar Rp.500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah). Untuk mengukuhkan bahwa ada suap ini, maka digunakanlah AKBP SAMSURIZAL MOKOAGOUW, seorang perwira menengah Polisi, yang sedang terlibat masalah dan di DPO serta di nonjobkan oleh Kapolri atas usulan Susno Duadji.  Tugas AKBP Samsurizal Mokoagouw  adalah merangkai  cerita bohong, seakan-akan dia bertemu dengan Sjahril Djohan di kediaman Susno Duadji di JL. Abuserin No.2B, bahkan mendapat penjelasan dari Sjahril Djohan dengan bahasa isyarat, bahwa tas kertas warna coklat yang dibawa Sjahril Djohan adalah berisi uang yang akan diserahkannya kepada Komjen Pol Susno Duadji. Dalam keterangannya Sjahril Djohan menyatakan bahwa dia datang ke rumah Susno Duadji, Kamis tanggal 04 Desember 2008 sekitar Jam 9 malam, meskipun menurut perhitungan penasehak hukum, Sjahril Djohan KELUAR dari area parkir Hotel Sultan  pukul 21.16; sedangkan AKBP SAMSURIZAL MOKOAGOUW sesuai dengan Surat Tugas ke Belanda adalah tanggal 27 Desember 2008 dan menerangkan berada dikediaman Susno Duadji sekitar waktu magrib atau isya.Secara khusus, Penasehat Hukum Susno Duadji mengutip pernyataan Ketua Majelis Hakim, terhadap keterangan Syamsurizal Mokoagow, "Saksi mencla-mencle. Kami dituntut berbuat adil tapi kami tidak diberi bahan cukup. Kami juga manusia biasa, diberi saksi mencla-mencle,"kemudian dilanjutkan, "Janganlah memberikan kesaksian yang menyesatkan kita. Saudara enak bicara di sini tidak jujur, pulang ke rumah bisa tidur nyenyak. Sedangkan kami, majelis harus mengungkap kebenaran agar tidak salah menghukum orang,". “Kami ingin jadi lembaga Pengadilan, yang mengadili. Bukan lembaga penghukum”.

Dalam pembelaan ini team penasehat hukum, menyatakan  perlindungan fisik  dan niat menempatkan Susno Duadji   di rumah aman oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dalam menjalan perintah undang-undang, khususnya UU No. 13 tahun 2006, tidak bisa   dilaksanakan karena adanya arogansi sektoral yang dipertontonkan oleh Kaplori Bambang Hendarso Danuri. Inilah salah satu akan menjadi beban sejarah yang akan berdampak sebagai cerita buruk polisi, yang tidak pernah dipikirkan oleh Kaplori Bambang Hendarso Danuri. Cerita buruk dan perlakuan busuk ini harus dihentikan.Sehubungan dengan adanya dakwaan Jaksa bahwa Susno Duadji telah mengambil keuntungan dari DANA PAM Pilgub dan Wagub Jawa Barat tahu 2008 dengan cara memanggil Kombes Maman Abdurachman Pasya ke Ruang Kerjanya untuk memerintahkan pemotongan dana hibah pengamanan Pilkada Jabar pada hari Kamis tanggal 20 Maret 2008, dibantah oleh Penasehat Hukum.

Menurut Penasehat Hukum hari itu adalah hari libur nasional yaitu memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW dan tanggal 21 Maret 2008 hari jumat , adalah hari libur nasional juga yaitu memperingati kenaikan Isa Almasih dan tanggal 22 Maret 2008 adalah hari sabtu juga hari libur, tanggal 23 Maret 2008 adalah hari Minggu, juga hari libur.

Pemotongan dana PAM Pilkada menurut Penasehat Hukum, sesuai keterangan Yultje Apriyanti, rincian / daftar pemotongannya yang membuat adalah Maman Abdurrahman Pasya sendiri yang tulisanya dikenali oleh saksi Yultje dan diperkuat lagi dengan keterangan saksi AKBP Iwan Gustiwan yang diperiksa dalam persidangan pada tanggal 21 Desember 2010.

Diterangkan pula bahwa dana PAM Pilkada hasil pemotongan tersebut dimasukkan kedalam rekening Maman Abdurrahman Pasya, tanpa sepengetahuan Susno Duadji.

Dalam kesimpulannya Pensehat Hukum menyatakan, tidak benar Susno Duadji

telah menerima  sejumlah uang yaitu dalam mata uang rupiah dan mata uang asing Dollar Amerika Serikat serta travel cheque dari Maman Abdurrahman Pasya sebagai hasil pemotongan dana pengamanan Pilkda Jawa Barat.

Sedangkan 40 (empat puluh) lembar Travel Cheque Bank Mandiri @ Rp. 25.000.000 senilai Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dibeli oleh Susno Duadji dengan menggunakan uang hasil penjualan tanah di Solo.Dengan demikian menurut team Penasehat tidak satupun dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang terbukti secara sah dan meyakinkan. Team Penasehat Hukum kemudian meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membebaskan Susno Duadji dari segala dakwaan

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved