Bom Bunuh Diri Cirebon
Bila Masjid Memecah Belah, Wajib Dibakar -5
”Janganlah kamu melakukan shalat di mesjid itu selama-lamanya.”
Editor:
Dahlan Dahi

Kebolehan Merobohkan Mesjid karena Alasan bahaya Dan Mendatangkan Madlarat
Sebagian orang mengingkari pembicaraan tentang perobohan mesjid dlirar dan dia mengklaim bahwa mesjid-mesjid itu sendiri tidak menjadi alasan, namun alasan itu hanyalah pada diri si imam atau jama’ah mesjid.
Mesjid-mesjid itu diakui dan diingkari terhadap perbuatan, dan dia tidak membedakan antara hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya,dan itu dengan melihat tujuan asal pembangunan mesjid tersebut.
Konsekuensi pendapat ini adalah bahwa tidak ada satupun mesjid yang diharamkan shalat di dalamnya karena hal lain selain mesjid, seperti keberadaan patung atau imam yang zindiq, atau karena hal lain.
Dan dalam kesempatan ini saya akan menuturkan sejumlah ucapan para ulama perihal keharaman shalat di sebagian mesjid yang berstatus sama dengan mesjid dlirar pertama yang mana Allah Suhhaanahu Wa Ta’aalaa telah melarang Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam dari shalat di dalamnya dengan firman-Nya:
”Janganlah kamu melakukan shalat di mesjid itu selama-lamanya.”
Dan bahwa kebolehan bagi orang yang memiliki kekuasaan dan kemampuan merobohkan dan melenyapkan mesjid-mesjid ini, sebagiannya wajib dilenyapkan dan sebagiannya termasuk yang boleh bagi mereka merobohkannya, membakarnya dan melenyapkannya.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata di dalam Zadul Ma’ad saat rnenuturkan faidah-faidah perang Tabuk:
”Di antaranya adalah membakar dan merobohkan tempat-tempat maksiat yang mana di dalamnya di lakukan maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membakar mesjid dlirar dan memerintahkan untuk merobohkannya, padahal ia adalah mesjid yang dilakukan shalat di dalamnya dan disebutkan Nama Allah di dalamnya, karena pembangunannya mendatangkan kemadlaratan yang memecah belah antara kaum mukminin serta menjadi sarang bagi kaum munafiqin.
Begitu juga setiap tempat yang keberadaannya seperti ini, maka imam wajib menghentikannya, baik dengan dirobohkan atau dibakar, ataupun dirubah bentuknya dan dikeluarkan dari tujuan awal pembangunan.”
Ibnu Hazm rahimahullah berkata: (Shalat tidak sah di mesjid yang dibangun untuk kebanggaan atau untuk mendatangkan kemadlaratan terhadap mesjid lain, bila ahli mesjid itu mendengar adzan mesjid yang pertama dan tidak ada kesulitan atas mereka untuk mendatanginya, dan sewajibnya adalah merobohkannya dan merobohkan setiap mesjid yang dibangun agar orang-orang bisa menyendiri di dalamnya seperti pendeta, atau agar dijadikan tujuan oleh orang-orang jahil dalam rangka mencari keutamaannya.”
Berkata: Dan Ibnu Mas’ud telah merobohkan mesjid yang dibangun oleh ‘Amr Ibnu “Utbah di tengah Kufah dan mengembalikannya kepada mesjid jama’ah). (Al Muhalla: Masalah no 399)
Muhammad Ibnu Rusydi Al Jadd (wafat: 255H) berkata: (Sesungguhnya orang yang membangun mesjid di dekat mesjid yang lain untuk mengganggu ahli rnesjid yang pertama dengannya, dan dengannya dia memecah belah jama’ah rnereka, maka ia terrnasuk pendatangan madlarat yang terbesar, karena pendatangan madlarat pada suatu yang berkaitan dengan dien adalah lebih bahaya dari apa yang berkaitan dengan jiwa dari harta, apalagi di mesjid yang dibangun untuk shalat yang merupakan tiang agama, dan dalam hal itu Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa telah menurunkan firman-Nya:
“Dan ( di antara orang-orang imunafiq itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk mendatangkan kemadlaratan (kepada orang-orang mukmin)….” Sampai firman-Nya:
” Bangunan-bangunan yang mereka dirikan Itu senantiasa menjadi pangkal keraguan di dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka telah hancur” (At Taubah: l07-110),
Bila terbukti bahwa orang yang membangunnya memaksudkan pendatangan kemadlaratan dan memecah belah jama’ah bukan untuk tujuan kebaikan, maka ia wajib dibakar dan dirobohkan serta dibiarkan puing-puingnya menjadi sampah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap mesjid dlirar). (Al Bayan Wat Ta-shil 1/411)
Wansyarisiy berkata: (Ibnul Hajj ditanya tentang mesjid yang dibangun di dekat mesjid dengan tujuan dlirar (mendatangkan kemadlaratan), maka beliau menjawab:
(Bila suatu mesjid dibangun di dekat mesjid yang lain yang dianggap mendatangkan suatu kemadlaratan, maka permasalahan adalah pada mesjid yang belakangan dari keduanya, begitu juga ucapan ini ada dalam riwayat itu. Hukum mengharuskan perobohan mesjid yang terakhir bila ia sudah dibangun, dan pelarangan dari pembangunan bila belum dibangun. Dan tanah tersebut kembali kepada si pemilik bila dia memaksudkan dl dlirar dengan pembangunan mesjid tersebut, karena dia tidak mernaksudkan kebaikan dengan pewakafannya itu.
Dan bila dia tidak memaksudkan dlirar maka bisa saja dikatakan bahwa tanah itu Dan di antara yang difatwakan oleh ulama adalah tidak bolehnya menerima wakaf orang yahudi, orang nasrani dan orang kafir terhadap mesjid. Di dalam Al Mi’yar Al Mu’arrab: Abu Imran Al Qaththan ditanya tentang orang yahudi yang mewakafkan rumah terhadap mesjid di Qurthubah, maka beliau menjawab: Tidak boleh.”(Al Mi’yar Al Mu’arrab 7/65)
Dan telah lalu tidak diterimanya orang yang mewakafkan tanah dalam rangka dlirar atau diketahui pewakafannya dalam rangka riya’ dan sum’ah, akan tetapi ia ditolak.
Setiap mesjid yang masih tetap di atas dlirarnya dan tidak mungkin diperbaiki maka tidak bcleh shalat di dalamnya, berdasarkan firman-Nya Subhaanahu Wa Ta’aalaa:
“Janganlah karnu melakukan shalat di dalam mesjid itu selarna-lamanya.”
Dan telah lalu penuturan fatwa-fatwa ulama tentang hal ini.
Berita Terkait
* Jawaban Oman Abdurrahman