Susu Berbakteri
Rieke Dyah: Saking Pintarnya Menkes Hingga Tak Logis
Angota Komisi IX (Bidang Kesehatan) DPR asal Kalbar, Karolin Margret Natasa, mengaku kecewa atas pengumuman Kemenkes
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom

Laporan Wartawan Tribun Pontianak Kander Turnip
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Angota Komisi IX (Bidang Kesehatan) DPR asal Kalbar, Karolin Margret Natasa, mengaku kecewa atas pengumuman Kemenkes yang mengabaikan putusan Mahkamah Agung. Karol menilai Menkes tidak taat hukum.
"Hasil penelitian yang diumumkan hari ini adalah kondisi saat ini. Sedangkan anak saya lahir dua tahun lalu, sehingga saya masih bertanya-tanya terhadap susu formula yang dua tahun lalu diberikan kepada anak saya. Pengumuman hari ini belum menjawab apa yang sebenarnya menjadi kekhawatiran para ibu," kata Karol.
Sebelumnya, Putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan Kementerian Kesehatan mengumumkan nama susu formula yang mengandung bakteri Enterobacter sakazakii, sesuai hasil penelitian IPB 2003-2006, ternyata tak dijalankan dengan baik.
Kemenkes bersama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) serta Institut Pertanian Bogor (IPB) malah mengumumkan susu formula yang bebas dari cemaran mikroba berdasarkan survei 2011.
Hasil survei pada 47 merek susu formula bayi berusia 0-6 bulan yang beredar 2011 dipaparkan dalam jumpa pers di Kemenkominfo, Jumat (8/7), dengan dihadiri juga Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih dan Menkominfo Tifatul Sembiring.
Karol mengatakan, kalau tujuannya supaya tidak meresahkan masyarakat, seharusnya kedua hasil penelitian diumumkan dan dipersandingkan. Dengan ketidaktaatan Menkes, kata Karol, itu jadi preseden buruk ketidaktaatan lembaga pemerintahan terhadap hukum.
Karena itu, Karol mengusulkan ke Komisi IX untuk segera memanggil Kemenkes memperjelas masalah ini.
Menurut Karol, rilis yang dilakukan Kemenkes ini tetap mengabaikan putusan MA yang memerintahkan untuk mengumumkan hasil penelitian IPB 2003-2006.
Anggota Komisi IX lainnya, Rieke Dyah Pitaloka, mengatakan, pihaknya akan mendorong Komisi IX untuk mengusulkan hak interpelasi untuk meminta keterangan dari pemerintah, dalam hal ini Kemenkes.
"Saya mah gemas dan heran melihat Menkes ini. Dia itu orang pintar dan peneliti di Namru. Tapi saking pintarnya, apa yang dilakukannya mengumumkan hasil penelitian susu formula tahun ini tidak sesuai dengan logika. Padahal kan MA memerintahkan mengumumkan penelitian IPB 2004 lalu," kata Rieke saat dihubungi Tribun Pontianak, Jumat malam.
Rieke mengatakan, kalau meneliti dan mengumumkannya ke publik seperti yang dilakukan kemarin, itu sudah menjadi tugas pokok BPOM. Tidak perlu dikerjakan Menkes.
"Kebijakan Kemenkes memberitahukan susu berbakteri ke produsen susu, seperti dikatakan pihak IPB, membuktikan bahwa Kemenkes lebih berpihak ke pemilik modal. Padahal, rakyatlah sebagai konsumen susu itu yang paling berhak diberi tahu," kata Rieke dengan nada geram.
Istri Wakil Wali Kota Pontianak, Ria Melati Paryadi, mengaku masih menyimpan rasa waswas karena Menkes mengumumkan susu hasil penelitian tahun ini, bukan yang tahun 2003-2006.
Dia heran mengapa Menkes bersikukuh tidak melaksanakan keputusan MA.
"Berarti kemungkinan bakteri itu memang ada, tapi mungkin kadarnya masih dikaji. Bisa saja kalau itu diumumkan akan membuat keresahan masyarakat," katanya ketika dihubungi Tribun Pontianak.
Ria menyebutkan, anaknya yang masih balita tiap dua jam sekali minum susu merek Lactogen. Dalam sehar 5 hingga 6 kali minum susu sehingga dia sangat menunggu-nunggu informasi tentang susu apa yang tidak mengandung bakteri seperti hasil penelitian IPB.
"Kalau mau dibilang pusing, ya pusing juga. Kalau dulu masih ngecek-ngecek soal susu berbakteri ini, termasuk ke dokter. Tapi selama ini so far so good. Saat memberi susu ke anak, kita bismillah aja. Insya Allah, semoga anak saya tidak minum susu berbakteri," kata Ria.
Pengusaha asal Kalbar, Niswatul Ulya, mengakui kekhawatiran yang sama. Bahkan kekhawatiran itu memuncak karena berdasarkan hasil browsing di internet, dia tidak menemukan susu yang disebut mengandung bakteri Sakazakii.
"Beberapa bulan lalu saya sempat menerima broadcast BBM (BlackBerry Messenger) yang menyebutkan beberapa merek susu yang tercemar bakteri Sakazakii," katanya.
"Memang susu yang dikonsumsi anak saya tidak tercantum di situ, tapi saya sempat agak waswas saja karena BBM itu kan bisa saja menyesatkan," kata Anis, panggilan akrab politisi Golkar Kalbar ini.
Anis mengatakan, sejak bayi, anaknya M Faaris Haqiqi yang kini berusia 3 tahun 8 bulan sudah tergantung dengan susu formula. Dalam sehari Faaris minum susu minimal 3 kali dengan 8 sendok susu formula setiap sajian.
"Sejak bayi sudah berkali-kali ganti susu. Paling tidak ada tiga merek susu. Bahkan saya pernah pakai susu produk Malaysia," paparnya.
"Waktu dulu itu terpaksa ganti merek susu karena anak saya mengalami gangguan pencernaan atau pernah juga sampai sakit. Tapi, susu yang sekarang sudah cocok karena sudah tidak ada masalah," kata Anis.
Anis meminta Kemenkes dan pihak terkait mengumumkan merek susu yang mengandung bakteri Sakazakii untuk menyingkirkan keragu-raguan di kalangan ibu-ibu, teruatama yang masih memiliki bayi.
"Tapi, sekarang saya memilih bertawakal saja. Bismillah, mudah-mudahan pilihan susu untuk anak tepat dan tidak mengandung bakteri," imbuh Anis.