Korupsi Wisma Atlet
Silakan Seret Kader Demokrat Lewat Pasal Pencucian Uang
Partai Demokrat legowo jika Komisi Pemberantasan Korupsi menggunakaan tindak pidana pencucian uang untuk Muhammad Nazaruddin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat legowo jika Komisi Pemberantasan Korupsi menggunakaan tindak pidana pencucian uang untuk Muhammad Nazaruddin dalam penanganan kasus wisma atlet. Sekalipun, penggunaaan pidana pencucian uang ini menyeret banyak kader.
"Pakai pasal apa saja, pasal pencucian uang, atau pencucian baju silakan. Pokoknya segala alat dipakai untuk menuntaskan kasus ini," ujar Ketua Departemen Bidang Hukum Partai Demokrat Benny Kabur Harman kepada wartawan di DPR, Jakarta, Jumat (28/10/2011).
Menurut Benny yang juga Ketua Komisi III DPR RI, penggunaan undang-undang pencucian uang sah saja. Dengan catatan, KPK dapat membuktikan itu. Kata Benny, sejak awal Demokrat sudah menerima agar KPK membuka siapa saja kader Demokrat yang terlibat kasus ini.
"Kita sudah ngomong buka saja. Kita minta KPK untuk sungguh-sungguh mengungkap kasus ini. Tapi jangan mengungkap kasus itu karena terpaksa, atau karena ditekan orang," tandas Benny. Penggunaan pasal ini, kata Benny, harus dipertanggungjawabkan sesuai hukum.
Penggunaan undang-undang pidana pencucian uang untuk kasus wisma atlet diungkapkan sehari sebelumnya oleh Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M Hamzah. Ini dilakukan agar mereka yang menerima uang dari Nazaruddin, dapat dijerat.
Uang hasil korupsi Nazar memang disebut-sebut mengalir ke partai politik dan sejumlah pihak lainnya. Untuk memuluskan rencana ini, pihak KPK akan membuktikan terlebih dulu dugaan tindak pidana pencucian uang dalam penerimaan suap senilai Rp 4,3 miliar oleh Nazaruddin.
Chandra mengakui, metode penggunaan UU TPPU ini akan menjadi sejarah tersendiri bagi KPK. Pasalnya selama ini KPK belum pernah menggunakan pasal pencucian uang karena kewenangan KPK dalam menyidik dan menuntut perkara pencucian uang baru disahkan pada Desember 2010.