Penculikan Aktivis pada 1998 Diketahui Atasan Prabowo
Operasi penculikan aktivis oleh Kopassus di antara tahun 1997 hingga 1999, dinilai oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Operasi penculikan aktivis oleh Kopassus di antara tahun 1997 hingga 1999, dinilai oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, diketahui oleh para petinggi ABRI saat itu.
Dalam buku buah tangannya, Politik Huru-Hara Mei 1998, Fadli menegaskan bahwa opersi penangkapan atau penculikan aktivis jelas diketahui oleh atasan Danjen Kopassus saat itu, Letjen TNI Prabowo Subianto.
"Tidak ditemukan motif mengapa Prabowo harus menculik sembilan orang mahasiwa saat itu, apalagi mereka bukan public figure, atau elit politik, yang dapat mempengaruhi situasi politik nasional," ujar Fadli dalam acara peluncuran bukunya di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (21/5/2013).
Prabowo, bebernya tanpa ragu telah mengaku bahwa penangkapan yang dilakukannya atas perintah atasannya.
"Namun hingga kini Prabowo tetap memegang rahasia tentang siapa yanng memberi perintah penangkapan atau penculikan itu," katanya.
Kasus penculikan mahasiswa di tahun 1998, diduga dilakukan oleh Tim Mawar.
Menurut Fadli dalam bukunya, Prabowo pernah memerintahkan Mayor Bambang Kristiono beserta 10 orang anggota Tim Mawar untuk melakukan pengungkapan ancaman terhadap stabilitas keamanan nasional dari kelompok radikal untuk menggagalkan SU MPR 1998.
Tim Mawar kemudian mengembangkan perintah Danjen Kopassus itu dengan menangkap sembilan aktivis, dimulai pada 3 Februari dengan menculik Desmond J Mahesa, dan berakhir pada 27 Maret 1998 dengan penculikan aktivis Andi Arief.
Dewan Kehormatan Perwira (DKP), yang dibentuk setelah Presiden Suharto lengser, menghukum anggota Tim Mawar dengan hukuman penjara selama 1 hingga delapan bulan.
Sementara Prabowo diberhentikan dari dinas aktif dan Muchdi PR diberhentikan dari jabatan Danjen Kopassus.