Hukuman Mati
Gunawan Santoso Gelisah Hadapi Eksekusi Mati Akhir Januari Ini
Selain sulit tidur, dia juga kerap meminta diberi kesempatan menghubungi keluarga, pengacara, dan kerabatnya.
Editor:
Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Jika grasi "Si Belut" Gunawan Santoso alias Acin ditolak presiden, maka ada kemungkinan eksekusi mati dilaksanakan akhir Januari 2015 ini. Terpidana mati lainnya yang telah melakukan semua upaya hukum juga akan menghadapi regu tembak.
Sejak Desember lalu, menurut informasi yang beredar, Gunawan akan menghadapi regu tembak sudah sampai ke telinga yang bersangkutan sendiri.
Akibatnya, Gunawan selalu gelisah. Selain sulit tidur, dia juga kerap meminta diberi kesempatan menghubungi keluarga, pengacara, dan kerabatnya. Jaksa Agung Prasetyo mengatakan, kalau Gunawan sudah pernah mengajukan grasi.
"Kalau nggak salah sudah pernah mengajukan grasi. Dia sudah mengaku salah dan meminta maaf, jadi nggak perlu ada pengajuan upaya hukum lainnya lagi," ucap Prasetyo, Jumat (16/1) lalu.
Jadwal eksekusi berikutnya, kata sebuah sumber di Kejaksaan Agung, kemungkinan akan dilaksanakan akhir Januari ini.
Kuasa Hukum Gunawan Santoso, Alamsyah Hanafiah, menyatakan hal berbeda. Dia mengatakan, kliennya belum mengajukan peninjauan kembali (PK) maupun grasi ke presiden.
Alamsyah menyesalkan adanya berita simpang siur ihwal nasib terpidana mati atas kasus pembunuhan berencana bos PT Asaba, Boedyarto Angsono pada 19 Juli 2003 di halaman GOR Pluit, Jakarta Utara ini.
Pasalnya, kata Alamsyah, Kejaksaan Agung telah menyatakan bahwa Gunawan Santoso pernah mengajukan grasi dan ditolak presiden. Padahal, lanjutnya, pihaknya belum mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA) maupun grasi atau pengampunan ke presiden atas kliennya.
Ketentuan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa ketentuan Pasal 268 ayat 3 KUHAP tentang Pengajuan Permohonan PK dapat dilakukan dua kali. Sedangkan, Surat Edaran MA Nomor 7 tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan PK menyatakan, pengajuan PK hanya dapat dilakukan sekali.
Surat Edaran MA tersebut berdasarkan pada ketentuan Pasal 24 ayat 2 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang tidak dapat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Jadi kami sama sekali belum mengajukan PK, apalagi grasi. Karena kedua ketentuan terkait pengajuan pelaksanaan PK masih memiliki dualisme kesepahaman. Karena itu, kami selaku kuasa hukum belum dapat mengajukan PK," jelasnya kepada Warta Kota, Senin (19/1).
Karena itu, lanjutnya, pihaknya akan menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) atas ketentuan pelaksanaan PK yang akan diterbitkan oleh MK, MA, dan Kementerian Hukum dan HAM dalam waktu dekat ini.
"Setelah PP terkait pelaksanaan PK selesai dirumuskan, kami akan segera mengajukan PK. Apabila PK ditolak, baru kami akan ajukan grasi ke presiden. Kami optimis semua pihak dapat lebih bijak menimbang masalah hidup dan mati seseorang," jelasnya.
Atas nama kliennya, Alamsyah menyampaikan permintaan maaf atas seluruh kesalahan, baik disengaja ataupun tidak disengaja oleh kliennya. Sekarang, kata dia, kliennya sudah berubah dan bersikap baik dalam menjalani hukuman.(Harian Warta Kota)