Senin, 18 Agustus 2025

Pakar Kajian Islam: ISIS Itu Rekayasa yang Dibentuk untuk Merusak Islam

Namun diduga keberadaan ISIS merupakan rekayasa dan dibentuk bertujuan untuk merusak umat Islam

Penulis: Taufik Ismail
IST
Seminar Nasional “Radikalisme Agama Dalam Persepktif Global dan Nasional” di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Kamis (11/6/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi propaganda kelompok radikalisme Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) belakangan terus menerus dilakukan.

Namun diduga keberadaan ISIS merupakan rekayasa dan dibentuk bertujuan untuk merusak umat Islam.

“ISIS itu adalah rekayasa dan itu dikendalikan oleh kekuatan tertentu yang bertujuan merusak umat Islam," ujar Ketua Kajian Islam dan Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) Muhammad Lutfi saat Seminar Nasional 'Radikalisme Agama Dalam Persepktif Global dan Nasional' di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Kamis (11/6/2015).

Lutfi mengatakan sebenarnya ISIS tidak memiliki jaringan tertentu di Indonesia.

Mereka kata Lutfi hanya mempunyai ideologi dan memegang kunci negara Islam dan hijrah.

"Kunci itulah yang dijadikan senjata untuk menarik pengikut untuk hijrah ke suatu negara, dimana kaidah-kaidah hukum Islam dilakukan. Padahal itu semua tidak benar,”ujar Lutfi.

Lutfi juga menjelaskan keberadaan ISIS pada sebenarnya juga tidak jelas, mereka berperang entah melawan siapa.

“Mereka perang antara siapa lawan siapa? Tidak jelas. Begitu di Syria, kalau mereka memberontak juga tidak jelas pemberontak dari mana. Lalu bagaimana orang Indonesia kok mengaku pergi ke sana untuk jihad. Itu akal-akalan saja dan konspirasi besar pihak-pihak yang ingin menghancurkan Islam. Islam itu tidak kenal kekerasan, apalagi saling membunuh dan saling menghancurkan,” katanya.

Karena itulah lanjut Lutfi Untuk mencegah penyebaran ISIS di Indonesia pemerintah harus memiliki program, terutama untuk memperketat WNI pergi ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah.

Kemudian juga para ulama di Indonesia diberi wawasan tentang aktivitias gerakan radikalisme atau
ISIS di dunia internasional.

Selain itu, pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus mengajak seluruh komponen dan lembaga organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis sebagai ujung tombak dalam pencegahan masuknya paham radikalisme di tengah masyarakat.

Sementara itu PhD Candidate dari Deakin University Melbourne, Badrus Sholeh mengungkapkan, ISIS di Indonesia itu adalah gabungan dari beberapa kelompok radikalisme sebelumnya yaitu JI, JAT, Mujahidin Indonesia Timur, dan lain-lain.

Fakta itulah yang membuat ISIS cukup mudah menyusup ke masyarakat sampai mereka berhasil memberangkatkan
ratusan orang ke Suriah dengan dalih jihad.

Saat ini, lanjut Badrus Sholeh, peta ISIS di Indonesia sangat luas.

Mulai dari Mujahidin Indonesia Timur, Mujahidin Indonesia Barat, Lamongan Network, Link Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, dan Jabodetabek.

Untuk itu, ia meminta BNPT sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk tidak terus bergerak bersama berbagai lapisan masyarakat, mahasiswa, dan pelajar, menjalankan program pencegahan meluasnya paham ISIS.

“Terutama mahasiswa yang paling suka membaca hal-hal yang provokatif sehingga cukup mudah untuk dipengaruhi dan diajak jihad. Ingat ISIS diproklamirkan di Indonesia melalui kampus dan pergerakan mereka sulit dideteksi. Jadi harus ada sinergi kuat untuk membendung paham radikalisme itu, baik di masyarakat maupun di jalur pendidikan. Lebih penting lagi, pemerintah harus memperkuat Undang Undang Anti Teror,” kata Badrus.

Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Dr Irfan Idris mengungkapkan ISIS adalah chasing (bungkus) baru dari gerakan-gerakan radikalisme terdahulu seperti JI, JAT, dan lain-lain.

Untuk itu, BNPT terus menggalakkan upaya untuk meredam mereka dengan program kontra ideologi, kontra narasi, kontra radikalisme, dan kontra propaganda.

“Kita tidak boleh lemah menghadapi mereka karena radikalisme itu sangat berbahaya. Ada banyak jalan menuju Roma yang mereka lakukan untuk mencapai tujuannya. Negara harus kuat, karena penyakit radikalisme yang menjual agama, membuat negara itu chaos. Itu penyakit, itu ISIS bukan negara. Sama dengan penyakit, kalau kita drop, akan masuk. Kalau negara kita kuat, masyarkat kuat, kampus kuat, saya kira kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama tidak bisa masuk,” ujar Irfan Idris.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan