Kamis, 28 Agustus 2025

Peradi Desak Pasal 27 Ayat 3 UU ITE Dihapus

Ketua Pusat Bantuan Hukum PERADI, Rivai Kusumanegara meminta pasal 27 ayat 3 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) d

Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi, Rivai Kusumanegara, Wakil Ketua DPRD Provinsi Babel, Amri Cahyadi, dan Ketua Pansus DPRD Provinsi Babel, HK Junaidi (kiri ke kanan), saat melakukan pertemuan di kantor pusat Peradi, di Jakarta Barat, Selasa (26/5/2015). Kunjungan ini untuk menjajaki kerjasama antara Provinsi Babel dengan Peradi dalam hal memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Ketua Pusat Bantuan Hukum Peradi, Rivai Kusumanegara meminta pasal 27 ayat 3 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dihapuskan.

Rivai menilai, perumusan pasal 27 ayat 3 UU ITE itu keliru dan dasar pemidanaannya pun cukup unik.

"Kami berpandangan Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini dihapus. Kami menyayangkan jika Pasal 27 ayat 3 ini masih dipertahankan," kata Rivai di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/2/2016).

Rivai menilai, Pasal 27 ayat 3 UU ITE berpotensi membungkam kebebasan berekspresi di dunia maya.

Pasalnya, banyak orang yang memberikan kritik justru dianggapp melanggar pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut.

"Kalau kita menyebarkan kebohongan di internet dan merugikan itu jelas pelanggaran. Beda kalau kita hanya berpendapat," tuturnya.

Sementara itu, ‎Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers, Asep Komarudin menilai, banyak yang keliru menggunakan pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut.

Sebab, banyak kasus justru mereka yang melaporkan ke aparat penegak hukum bukan objek yang dirugikan.

"Karena ini biasanya delik aduan, maka seharusnya yang mengadukan orang yang dirugikan. Tapi tidak sedikit justru orang lain yang melaporkan‎," sesal Asep.

Yang lebih parah lagi, bukti dalam mengadukan seseorang yang diduga melanggar Pasal 27 ayat 3 adalah berupa screenshot ‎yang di print out.

Menurut Asep, bukti pelanggaran Pasal 27 ayat 3 yang hanya screenshot tidak lah kuat.

"Pada beberapa kasus bukti screenshot diterima penyidik dan majelis hakim. Padahal, bukti tidak hanya screenshot tapi harus melalui uji forensik," tegas Asep.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan