Rabu, 27 Agustus 2025

Gelar Aksi Teatrikal di Depan Gedung MK, Iwakum Desak Perjelas Perlindungan Hukum Wartawan

Iwakum mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperjelas perlindungan hukum bagi profesi jurnalis. 

istimewa
Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) melakukan aksi teatrikal, di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/8/2025). Pemohon Perkara 145/PUU-XXIII/2025, Irfan Kamil meminta MK untuk mengatur lebih rinci aturan mengenai mekanisme perlindungan profesi wartawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperjelas perlindungan hukum bagi profesi jurnalis. 

Desakan itu disampaikan melalui aksi teatrikal di depan Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/8/2025), sebagai simbol perlawanan terhadap kriminalisasi wartawan.

Dalam aksi tersebut, sejumlah wartawan membentangkan poster bertuliskan “Stop kriminalisasi wartawan” dan “MK, tegakkan perlindungan hukum untuk wartawan.” 

Beberapa peserta juga membalut tubuh mereka dengan perban, menggambarkan maraknya kekerasan terhadap jurnalis.

Aksi ini digelar bersamaan dengan sidang uji materi Pasal 8 dan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Iwakum menilai pasal tersebut multitafsir dan tidak memberikan kepastian hukum, sehingga wartawan rentan dijerat pidana atau gugatan perdata atas karya jurnalistik mereka.

Baca juga: UU Pers Digugat, Iwakum Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas agar Tidak Bisa Dikriminalisasi

“Kami ingin memastikan bahwa kemerdekaan pers bukan sekadar jargon, tetapi benar-benar dilindungi secara hukum,” ujar Ketua Umum Iwakum, Irfan Kamil, dalam sidang pendahuluan di MK.

Irfan menekankan bahwa perlindungan hukum bagi wartawan seharusnya memiliki mekanisme yang jelas, seperti halnya profesi advokat atau jaksa. 
Ia mengusulkan agar tindakan hukum terhadap wartawan hanya bisa dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pers.

Dalam petitum permohonannya, Iwakum meminta MK menyatakan Pasal 8 UU Pers bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai bahwa wartawan tidak dapat diproses hukum tanpa persetujuan Dewan Pers. 

Mereka juga meminta agar penjelasan pasal tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Irfan mencontohkan kasus kriminalisasi terhadap jurnalis Muhammad Asrul di Sulawesi Selatan, yang divonis penjara meski tulisannya telah dinyatakan sebagai produk jurnalistik oleh Dewan Pers. 

Ia juga menyoroti dugaan penganiayaan terhadap pewarta foto saat meliput aksi di depan Gedung DPR, 25 Agustus lalu.

“Situasi ini menciptakan efek gentar yang membuat wartawan takut mengungkap kasus-kasus sensitif, termasuk korupsi dan pelanggaran HAM,” tegas Irfan.

Menurutnya, hak atas perlindungan diri dan rasa aman merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, dan harus ditegakkan tanpa kompromi.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan