Kisah Bedjo Untung, Puluhan Tahun Menderita dan Dipenjara Lantaran Dituduh Terlibat PKI
Peristiwa pembantaian massal masyarakat Indonesia yang diduga merupakan anggota PKI pada 1965, memang sudah lama terjadi.
Penulis:
Amriyono Prakoso
Editor:
Yulis Sulistyawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peristiwa pembantaian massal masyarakat Indonesia yang diduga merupakan anggota PKI pada 1965, memang sudah lama terjadi.
Namun, Bedjo Untung tidak merasakan perbedaan selama selang 46 tahun ini.
Dia yang pernah ditangkap dan disiksa oleh aparat negara, terpaksa harus menelan pil pahit selama puluhan tahun karena tidak ada status hukum yang jelas untuk dirinya dan jutaan masyarakat Indonesia yang menjadi korban pelanggaran HAM berat tersebut.
"Tidak ada pengadilan, tidak tahu siapa yang bersalah dan kini nasib puluhan ribu korban 65 lainnya, tidak jelas," ujar pria berumur 63 tahun tersebut di Kantor KontraS, Jakarta.
Tepatnya pada 20 Oktober 1970, pukul 09.00 WIB, ketika itu Bedjo baru saja menginjak usia 17 tahun.
Tapi tentara menjadikan dirinya buronan karena dinilai aktif mengikuti pergerakan Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) yang diduga merupakan underbow dari PKI.
Selama lima tahun dalam pelarian, Bedjo berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri dan masuk ke pelosok-pelosok daerah di sekitar Jakarta untuk sekedar menumpang makan di rumah penduduk yang dia temui.
Ia harus meninggalkan rumah karena orang tuanya telah diciduk aparat.
Selama sembilan tahun ditahan oleh Kodam V Jaya, apel pagi, siang, malam dan kerja bagai budak, telah diterima dirinya dan ratusan penghuni lapas Kalong.
Untuk makan, Bedjo menceritakan dia dan juga ratusan tahanan lainnya harus terima gabah bercampur pasir dan secuil tempe untuk mengisi perutnya.
"Sampai akhirnya kami harus memakan daun yang terlihat saat kami lewat menuju petak sawah untuk digarap dan hewan yang sudah matipun kami makan," ungkapnya.
Berpindah dari satu lapas ke lapas lainnya bukanlah hal yang melegakan bagi dirinya dan tahanan politik lain.
Pasalnya, mereka tetaplah menjadi tahanan bagi Kodam V Jaya yang terkenal paling sadis pada saat itu.
Tanpa dijenguk oleh satupun keluarganya, akhirnya pada 1979 dia dinyatakan bebas sebagai tahanan politik.