Revisi UU Terorisme
Tujuh Poin Penting di Revisi UU Terorisme
Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menyatakan setidaknya terdapat tujuh poin penting yang ada di dalam revisi UU Terorisme dari pemerintah.
Penulis:
Amriyono Prakoso
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menyatakan setidaknya terdapat tujuh poin penting yang ada di dalam revisi UU Terorisme dari pemerintah.
Beberapa diantaranya masih perlu dikritisi berbagai pihak sebelum dilakukan pembahasan revisi undang undang tersebut tersebut pada April 2016 mendatang.
Pertama, adanya penalisasi terkait dengan seseorang yang menjadi terduga atau tersangka yang menyimpan bahan peledak di kediamannya.
Artinya, seseorang dapat dihukum saat dirinya melalukan sebuah ancaman yang berdasar undang-undang.
"Bahasa dari pemerintah itu Penalisasi. Nanti kalau kriminalisasi, bahasanya beda lagi. Takutnya anggapan seperti kasus penegak hukum. Ini kan kasus terorisme," ujar Arsul saat diskusi bersama LPSK di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Kedua, adanya perluasan sanksi terkait pasal 15 dalam bentuk permufakatan jahat dan pembantuan antar pribadi dan lembaga tertentu yang terkait dengan aksi terorisme.
Ketiga, adanya perluasan sanksi dengan menyasar bukan hanya kepada individu yang melakukan tindak pidana terorisme, tetapi juga korporasi yang membantu.
Keempat, adanya introduksi pidana tambahan mencabut kewarganegaraan seseorang dan paspor kepada pribadi yang sedang melakukan pelatihan militer di luar negeri untuk melakukan aksi terorisme.
"Ada yang harus dikritisi dari poin keempat. Jika mereka dicabut warga negaranya, siapa yang berhak mencabut dan bagaimana prosesnya. Ini harus jelas," katanya.
Kelima, adanya tambahan kewenangan oleh instansi terkait seperti TNI/Polri dan BNPT untuk melakukan tindakan tegas terhadap warga negara Indonesia yang diduga akan melakukan aksi terorisme di luar proses peradilan.
Keenam, adanya Lex Spesialis beberapa bentuk upaya paksa dalam rangka menambah waktu penahanan dan penangkapan terhadap terduga teroris dari semula 14 hari, kemudian mencapai 30 hari dan penahanan dalam rangka penyidikan.
Serta penuntut juga mendapatkan kewenangan untuk penahanan sampai dua bulan.
"Jadi nanti ada penambahan waktu. Sebelum akhirnya dia dapat diadili di pengadilan," jelasnya.
Terakhir, adanya poin yang memberikan penanggulangan aksi terorisme dengan penempatan orang tertentu di tempat tertentu.
Pasal tersebut, kata Arsul, harus diberikan perhatian khusus karena pasti akan mendapatkan pemaknaan yang berbeda dari masing-masing pihak.
"Ini harus digarisbawahi mengenai pasal orang tertentu di tempat tertentu. Jangan sampai ada yang di-Pulau Buru-kan lagi," kata Arsul.