2 Tahun Jokowi dan JK
Menohok, Dibalik Nilai 8,5 yang Diberikan Margarito kepada Jokowi-JK 2 Tahun Berkuasa
Menurut Margarito, banyak pencapaian yang ditorehkan Joko Widodo-Jusuf Kalla
Penulis:
Eri Komar Sinaga
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara memberikan nilai 8,5 kepada Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama dua tahun memerintah di Indonesia.
Menurut Margarito Kamis, banyak pencapaian yang ditorehkan Joko Widodo-Jusuf Kalla sehingga dirinya memberikan nilai yang tinggi.
Dasar dari penilaian tersebut bisa dilihat dari penanganan kasus penyelidikan dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.
Margarito mengatakan pembelian lahan tersebut telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga negara yang melakukan audit.
Dari hasil audit tersebut ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
Akan tetapi, kasus tersebut justru tidak diteruskan padahal hasil audit telah diserahkan kepada KPK.
"Bagus. Anda bayangkan, setelah diserahkan kepada KPK kemana kasus itu? Itu kan hebat. Sesuatu yang begitu jelas dan terang benderang menjadi kabur sekabur kaburnya," kata Margarito Kamis saat dikusi bertajuk 'Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Kerja Citra Drama' di Cikini, Jakarta, Sabtu (21/10/2016).
Kedua, lanjut Margarito adalah terkait kasus reklamasi di pantai utara Jakarta atau teluk Jakarta.
Margarito mengatakan tidak ada dasar hukum bagi Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta untuk menetapkan kontribusi tambahan sebesar 15 persen kepada para pengembang.
Ketua KPK Agus Rahardo bahkan mengatakan hingga saat ini tidak ada dasar hukum bagi Pemprov DKI untuk memberlakukannya.
Margarito mengatakan itu bertolak belakang dengan sikap Pemerintah yang memberantasan pungutan liar (pungli).
Menurut Margarito, segala sesuatu yang disebut pungutan liar adalah pengenaan pungutan yang tidak memiliki dasar hukum.
Dalam hal ini, Margarito mengatakan konstribusi tambahan tidak diproses hukum.
"Padahal pungli ada karena ada pengenaan biaya yang tidak ada dasar hukum. Bisa saja kontribusi yang besar betapa pun itu tiadak ada dasar hukumnya, itu bukan pungli. Jadi sah," ungkap Margarito.
Margarito juga memuji Presiden Jokowi yang sukses menstabilkan perpolitikan nasional.
Margarito menyinggung mengenai kebijakan Presiden Soekarno saat berkuasa yang membubarkan DPR karena menolak RAPBN.
Soekarno juga membubarkan partai-partai politik.
Margarito menyinggung mengenai kondisi partai-partai di Indonesia yang tiba-tiba pecah.
Sebut saja Partai Golkar yang begitu besar tiba-tiba pecah dan mahkamah partai memiliki sikap yang bebeda.
Hal yang sama juga menimpa Partai Persatuan Pembangunan yang dilanda konflik kepengurusan ganda yang lama.
"Di sini kita harus bilang Pemerintah care soal stabilitas politik, dan kemurahan hatinya Golkar harus menyesuaikan diri. Kongres berjalan lanjar dan hasilnya terpilihlah Setya Novanto (jadi ketua umum). Setnov itu baik, tahu diri, baik hati, lalu balas budi kita calonkan (Jokowi) presiden 2019," kata Margarito.
Prestasi lain yang diungkapkan Margarito dalam penegakan hukum adalah penunjukan Budi Gunawan menjadi kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Saat Budi Gunawan gagal jadi Kapolri karena tersangka di KPK, Presiden pernah mengungkapkan akan melantik Budi Gunawan jika menang di gugatan praperadilan.
"Dilantik nggak? Tapi diangkat jadi kepala BIN," kata Margarito.