Kasus KTP Elektronik
KPK Diminta Tetap Semangat Persiapkan Kembali Alat Bukti Setya Novanto
"Kelihatan sederhana tapi apabila tidak diluruskan maka akan menghilangkan makna dari keberadaan lembaga praperadilan," kata Hibnu.
Editor:
Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Soedirman Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho berkomentar mengenai putusan praperadilan terhadap Ketua DPR Setya Novanto.
Dimana, Hakim Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permononan Setya Novanto.
Hibnu mengatakan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam kasus yang diduga melibatkan Setya Novanto merupakan tipikor yang sifatnya berjamaah, melibatkan banyak pihak.
Baca: Cerita Ganjar Pranowo Beli Kaset Rock Setelah Menabung Berbulan-bulan
"Oleh sebab itu keterangan terdakwa dan atau saksi-saksi dalam persidangan terdahulu yang berada dalam lingkaran kasus tersebut merupakan alat bukti permulaan cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka," kata Hibnu dalam keterangan tertulis, Minggu (1/10/2017).
Ia mengatakan praperadilan dalam hukum acara pidana merupakan examination of justice artinya yang harus dieksaminasi atau diuji adalah bagaimana cara memperoleh bukti-bukti belum investigation of justice atau bukan untuk menguji nilai-nilai dari bukti tersebut.
Baca: Begini Cara Pertolongan Pertama Jika Tersengat Listrik
Menurutnya, hal ini sering terabaikan oleh hakim praperadilan.
"Kelihatan sederhana tapi apabila tidak diluruskan maka akan menghilangkan makna dari keberadaan lembaga praperadilan," kata Hibnu.
Ia pun meminta KPK tetap semangat untuk persiapkan kembali dengan memilih dan memilah kelengkapan bukti permulaan yang cukup.
Ia mengingatkan putusan praperadilan bukan akhir sebuah putusan peradilan tetapi hanya merupakan suatu penetapan keabsahan tersangka.
"Sehingga masih ada waktu bagi KPK untuk maju kembali dengan bukti-bukti yang lebih sempurna," kata Hibnu.
Baca: Ini Sosok Pangeran Baru Playboy Cooper Hefner
"KPK sebaiknya tetap fokus untuk terus menyidik kasus korupsi e-KTP, karena kasus ini dampaknya dirasakan langsung oleh rakyat Indonesia," tambah Hibnu.
Diketahui, Hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan penetapan Ketua DPR RI sebagai tersangka korupsi e-KTP tidak sah tidak sesuai dengan KUHAP dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.