Senin, 13 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

Gamawan Ternyata Sempat Menolak Urus Proyek E-KTP, Kenapa?

Maqdir mengatakan peran Novanto di persidangan masih gelap. Hanya saksi Andi Agustinus atau Andi Narogong yang menjelaskan secara detail

Penulis: Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi memberikan keterangan saat sidang lanjutan kasus korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/1/2018). Dalam sidang yang beragenda mendengarkan keterangan saksi tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan lima orang saksi yakni Mantan Mendagri Gamawan Fauzi, Mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arief Fakrullah, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Keuangan Kemendagri Suciati dan Direktur Pendaftaran Penduduk Ditjen Dukcapil Kemendagri Drajat Wisnu Setyawan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

"Kalau dihitung berapa kali kami terus tanyakan apa kaitannya dengan terdakwa yang menurut dakwaan ada intervensi? Tidak ada yang menjawab secara riil," tegasnya.

Keterangan Andi Narogong yang menjelaskan peran Novanto juga dianggap olehnya bukan suatu alat bukti.

"Keterangan satu saksi bukanlah alat bukti, unus testis nullus testis. Bukan begitu?" ucapnya seraya tersenyum.

Jaksa KPK, Irene Putri mengatakan memang secara sengaja saksi yang dihadirkan belum sampai pada pembuktian adanya intervensi dari Novanto. Sejauh ini, dia hanya memberikan saksi untuk mengungkap kasus yang ada.

"Ya memang belum. Ditanya ke saksi Money Changer ya tidak tahu. Tanya ke Drajat ya pasti tidak tahu. Nanti lah ada saatnya," kata dia.

Namun begitu, dia menjelaskan terdapat beberapa pertemuan bersama terdakwa sejauh ini.

Padahal, kata Irene, Novanto bukanlah orang yang seharusnya mengurusi secara langsung proyek tersebut, tetapi pertemuan mengenai proyek itu beberapa kali dihadiri terdakwa.

Gamawan Sempat Menolak Urusi E-KTP

Sebagai menteri dalam negeri yang mengurusi data penduduk, Gamawan Fauzi justru sempat menolak mengurusi proyek E-KTP.

Dia sudah melaporkan hal itu kepada Wakil Presiden saat itu Boediono agar tidak terkait pengerjaan proyek tersebut.

"Saya bilang, kalau bisa yang mengerjakan jangan mendagri. Saya ngeri, dananya terlalu besar," jelas dia.

Saat itu anggaran awal proyek tersebut mencapai Rp 5,9 triliun. Namun begitu, karena fungsi tersebut ada di kementeriannya, Gamawan mengaku pasrah atas tugas tersebut.

Gamawan menceritakan proyek itu kemudian dirapatkan di rumah wakil presiden bersama menteri keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, Menkopolhukam serta sejumlah deputi.

Dalam rapat itu, jelasnya, dibahas juga mengenai anggaran proyek tersebut. Anggaran, setelah berjalannya waktu, kemudian berubah menjadi multiyears karena meyakini bahwa proyek tersebut tidak akan tuntas dalam satu tahun.

Dia mengaku sengsara ketika mengerti ada korupsi dalam kasus tersebut. Gamawan mengaku tidak bebas dan sengsara dalam usai menjabat sebagai menteri dalam negeri.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved