Pilpres 2019
Profil 9 Hakim MK yang Akan Tangani Sengketa Pilpres 2019: Mantan Guru Honorer hingga PNS
Berikut profil sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menangani sengketa Pilpres 2019.
Penulis:
Sri Juliati
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
Ia pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 14 Januari 2015 - 14 Juli 2017; Wakil Ketua MK periode 1 November 2013 - 12 Januari 2015; serta Hakim Konstitusi periode 1 April 2013 - 1 April 2018.
Sementara bagi Arief, MK bukanlah merupakan lembaga yang asing.
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) itu juga bukan 'orang baru' di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.
Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua di beberapa organisasi profesi.
Sebut saja Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.
Arief mengisahkan, beberapa tahun lalu mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, pernah mendorongnya untuk maju sebagai hakim konstitusi.
Namun, karena saat itu dia masih memegang jabatan sebagai dekan, maka hal itu tak bisa dipenuhinya.
“Menjadi seorang hakim konstitusi merupakan posisi yang mulia dan waktu itu saya belum berani mengambil posisi mulia itu,” ujarnya.
4. Wahiduddin Adams

Ini adalah periode kedua Wahiduddin Adams menjadi hakim konstitusi di MK, tepatnya pada 21 Maret 2019 hingga 21 Maret 2024.
Sebelumnya, mantan PNS di Departemen Kehakiman atau kini Kementerian Hukum dan HAM juga telah menjadi hakim konstitusi, yaitu pada 21 Maret 2014 hingga 21 Maret 2019.
Beralih dari seorang PNS menjadi seorang hakim tentu bukan perkara mudah bagi Wahid.
Banyak hal yang mesti Wahid sesuaikan, termasuk sikapnya sebagai seorang hakim.
Kini, Wahid tidak lagi dapat tunduk pada sistem birokrasi.
Ia harus independen dalam bersikap dan berpikir lantaran tugasnya yang bersifat memutus.