Pilpres 2019
Sidang PHPU Pilpres : Bukti Kecurangan Paslon 01 Dibacakan 02 Hingga Polemik Perbaikan Permohonan
Sejumlah fakta yang terjadi di ruang sidang Mahkamah Konstitusi terkait perkara PHPU Pilpres 2019
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
"Soal masalah kosong 02 yang mengadukan soal keuangan, itu Pak Jokowi enggak pernah nyumbang itu. Enggak ada itu, BW baca dimana itu, 02 itu baca laporan dimana itu. Dan kita sudah diaudit oleh akuntan dari KPU itu. Jadi sudah lolos," kata Arya kepada wartawan, Jumat (14/6/2019).
Politisi Perindo ini pun meragukan informasi yang disampaikam BW tak sesuai fakta.
Sebab, kata Arya, BW tak merinci sumber uang dan informasi yang dimaksud itu.
Baca: Respon Saut Situmorang Soal Polisi Taliban dan India di Interal KPK
Ia menuding Tim Hukum 02 justru melontarkan peryataan yang berbau hoaks.
"BW dan kawan-kawan pengacara 02 itu tak baca, detail mengenai itu semua. Sampai mengatakan itu sudah hoaks juga itu. Pak Jokowi itu tidak ada nyumbang. Itu hoaks itu," jelas Arya.
Materi Perbaikan Permohonan Tim Hukum 02 Jadi Polemik
Masih melansir Kompas.com, Yusril Ihza Mahendra meminta majelis hakim konstitusi untuk memutuskan status perbaikan gugatan yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandiaga.
Keduanya mempertanyakan apakah dokumen perbaikan itu bisa dijadikan acuan dalam proses sidang sengketa pilpres ini.
"Kami paham majelis akan putuskan perkara ini sebijaksana mungkin. Tetapi kalau boleh, ada baiknya sekarang ada musyawarah majelis untuk memutuskan yang mana (yang dipakai)? Yang awal atau yang kedua supaya ada kejelasan," ujar Yusril dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (14/6/2019).
Sebab, hal ini berkaitan dengan jawaban tim hukum 01 sebagai pihai terkait.
Yusril mengatakan, pihaknya harus memastikan gugatan mana yang harus dijawab.
Hal yang sama disampaikan oleh pengacara KPU, Ali Nurdin.
Ia mengatakan kepastian mengenai status perbaikan gugatan ini penting untuk KPU. Sebab KPU harus menyiapkan bukti serta saksi sesuai yang tercantum dalam gugatan Prabowo-Sandiaga.
Persiapan saksi ini butuh kepastian karena saksi didatangkan dari selurug Indonesia.
"Kami percaya MK bisa memutuskan secara adil. Tetapi lebih baik keputusan itu dilakukan di depan karena menyangkut persiapan kami terkait saksi dari seluruh mota di Indonesia karena cakupannya sangat banyak," kata Ali.
Permasalahan muncul setelah tim hukum 02 mengajukan perbaikan materi permohonan pada 24 Mei 2019.
Awalnya, mereka mengajukan materi permohonan pada 10 Mei 2019.
Masalahnya, KPU dan TKN menyusun jawaban mengacu pada permohonan pertama.
Sementara majelis hakim menegaskan, permohonan mana yang akan jadi acuan akan disampaikan dalam putusan nantinya.
Majelis hakim mempersilahkan KPU dan TKN untuk memberikan argumen atas permohonan tersebut.
MK Kabulkan Perbaikan Permohonan Tim Hukum 02
Menyikapi munculnya polemik terkait perbaikan permohonan tim hukum Prabowo-sandiaga, Hakim Konstitusi memperbolehkan menggunakan haknya untuk memperbaiki permohonan dalam persidangan sengketa pilpres 2019.
Padahal, dalam hukum acara yang diatur Peratutan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2019, perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tidak mengenal perbaikan permohonan.
Hakim I Dewa Gede Palguna beralasan, hakim mengakomodasi perbaikan permohonan itu karena menganggap ada kekosongan hukum.
Palguna menggunakan acuan pada Pasal 86 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Dalam pasal itu disebutkan, Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya menurut Undang-Undang tersebut.
"Hukum acara yang berlaku di MK tidak bisa bergantung pada PMK sendiri. Pasal 86 disebutkan MK dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan. Dalam penjelasannya, pasal tersebut untuk mengisi kekosongan hukum acara," kata Palguna.
Terlebih lagi, menurut Palguna, hukum acara berubah setiap 5 tahun sekali.
Aturan MK mengatur bahwa jika ada hal-hal yang belum diatur sepanjang untuk memeriksa perkara dan mengadili, maka dapat ditentukan lebih lanjut dalam rapat musyawarah hakim.
Sebelumnya, pihak termohon keberatan dengan tim hukum Prabowo-Sandi yang membacakan perbaikan permohonan.
Padahal, menurut PMK, seharusnya yang digunakan dalam persidangan adalah permohonan pertama yang diserahkan pada 24 Mei 2019, bukan permohonan perbaikan yang disampaikan 24 Mei 2019.
Ketua penasehat hukum pihak Jokowi-Maruf, Yusril Ihza Mahendra sempat menyatakan beda pendapat dengan hakim Palguna.
Yusril merasa tidak ada kekosongan hukum mengenai larangan perbaikan permohonan pada sengketa pilpres.
Sebab, menurut Yusril, hal itu sudah diatur dengan jelas dalam hukum acara PMK Nomor 1 Tahun 2019.
Meski demikian, hakim MK meminta perbaikan permohonan tidak lagi dipersoalkan.
Hakim meminta agar masalah itu diserahkan kepada majelis hakim.
Hakim Suhartoyo mengatakan, apakah perbaikan permohonan itu dijadikan pertimbangan atau tidak, akan bergantung pada pertimbangan dan musyawarah majelis hakim nantinya.
Hal itu akan diketahui pada saat sidang putus pada 28 Juni 2019. (Tribunnews.com/Glery Lazuardi/Danang Triatmojo/Kompas.com)