Pilpres 2019
Mengenal 9 Hakim MK Yang Akan Sidangkan Sengketa Pilpres 2019
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kesiapannya dalam melaksanaan sidang perselisihan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Hendra Gunawan
Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985.
Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
Namun, Anwar mengakui tidak asing dengan lembaga peradilan yang berdiri sejak 2003 ini.
Selain dari keilmuan yang didalami, ia pun sudah lama mengenal Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang sama-sama berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat.
Menurut Anwar, semenjak Mahkamah Konstitusi berdiri ia selalu mengikuti perkembangan lembaga yang dipimpin oleh Moh. Mahfud MD tersebut sehingga tidak sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan di MK.
2. Aswanto
Sudah dua periode Aswanto menjadi Hakim Konstitusi. Periode Pertama 21 Maret 2014 - 21 Maret 2019. Dan periode Kedua pada 21 Maret 2019 - 21 Maret 2024.
Aswanto merupakan Hakim konstitusi yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Jauh sebelumnya, Guru besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin ini terbilang sering bersentuhan dengan MK.
Ia kerap diminta menjadi pembicara dalam kegiatan MK, salah satunya menjadi narasumber dalam pendidikan dan pelatihan perselisihan hasil pemilihan umum untuk partai politik peserta pemilu yang diselenggarakan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.
Ia juga dipercaya MK menjadi satu dari tiga anggota panitia seleksi Dewan Etik MK. Bersama Laica Marzuki dan Slamet Effendi Yusuf, Aswanto ikut memilih tiga nama anggota Dewan Etik MK yang kini telah resmi bertugas.
Selain itu, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin sebagai perguruan tinggi yang dipimpinnya juga bekerjasama dengan MK untuk sejumlah kegiatan, salah satunya persidangan jarak jauh dengan menggunakan video conference.
Kendati begitu, Aswanto mengaku tidak pernah terpikir untuk menjadi hakim konstitusi.
Pengabdiannya menjadi dosen untuk S1 sampai S3 di Universitas Hasanuddin dan sejumlah kegiatan lain di luar kampus telah menghujani pria asal Palopo Sulawesi Selatan ini dengan berbagai kesibukan.
Hingga prahara Oktober terjadi, ketika Mantan Ketua MK Akil Mochtar diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk kasus suap sejumlah sengketa Pemilukada, Aswanto dan rekan-rekannya berpikir hakim pengganti Akil harus yang memiliki integritas. Hal tersebut, dinilai rekan dan koleganya dimiliki oleh Aswanto.