Pilpres 2019
Massa PA 212 Akan Gelar Aksi Sambil Halal Bihalal di MK, Ini Reaksi JK, Wiranto, dan Kapolri
Sejumlah organisasi akan menggelar unjuk rasa untuk mengawal putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah organisasi akan menggelar unjuk rasa untuk mengawal putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Unjuk rasa tersebut akan diikuti sejumlah organisasi di antaranya Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, dan lainnya.
Unjuk rasa dilakukan sebagai bagian dari perjuangan untuk menegakkan keadilan sesuai dengan ajaran agama.
Bahkan, PA 212 telah berkegiatan di depan MK sejak Senin (24/6/2019) dan rencananya akan berlangsung hingga putusan sengketa Pilpres 2019 dibacakan.
Baca: Tim Hukum 01 Minta Semua Pihak Bisa Menerima Hasil Putusan MK
Sebelumnya, putusan sengketa Pilpres 2019 akan dibacakan pada Jumat (28/6/2019).
Namun, MK memutuskan untuk mempercepat pembacaan putusan menjadi Kamis (27/6/2019).
Aksi bertajuk Halal bi Halal 212 diklaim sebagai aksi super damai diisi dengan zikir, doa, serta salawatan di seluruh ruas jalan sekitar MK.
Aksi ini dilakukan demi memberikan dukungan moril pada sembilan hakim MK selama proses persidangan hingga pengambilan keputusan.
Rencana demo tersebut mengundang komentar dari sejumlah pihak, di antaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hingga Wiranto.
Berikut komentar sejumlah kalangan terkait rencana unjuk rasa di MK saat sidang putusan sengketa Pilpres 2019, dirangkum Tribunnews.com:
1. Jusuf Kalla Sebut Tidak Pantas
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, kegiatan Halal bi Halal dari PA 212 lebih pantas dilakukan di masjid, bukan di MK.
JK mengimbau, massa dari PA 212 menyudahi kegiatan tersebut.
"Jadi kalau ingin halal bihalal tentu di tempat yang pantaslah, bukan di depan MK."
"Masa halal bihalal di depan MK, kan itu enggak pantas, ya di masjid lah, ya di Istiqlal lah," ujar JK di kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
JK menilai, halal bi halal yang disisipi tindakan massa untuk berdemo akan mencederai makna dari halal bi halal itu sendiri.
"Di ruangan mana, atau di aula mana, halal bi halal gitu kan, tidak ada acara halal bi halal sambil demo."
"Itu kan melanggar etika dan mencederai namanya halal bi halal. Namanya halal bi halal, kan, spirit keagamaan kan," tegas dia.
2. Wiranto: Apa yang Diperjuangkan?
Rencana sejumlah organisasi untuk berdemo di MK dipertanyakan oleh Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkumham), Wiranto.
Menurut Wiranto, paslon nomor 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sudah mengimbau kepada pendukungnya agar tidak menggelar demo di MK.
"Bahkan, beliau memohon untuk tidak lagi mendatangi MK. Lalu beliau juga mengatakan, apapun keputusan MK akan diterima dan dihormati," ujar Wiranto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Demikian pula dengan pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Wiranto mengatakan, semua peserta Pilpres 2019 sudah berkomitmen soal itu.
Tidak ada alasan lagi bagi para pendukung untuk menggelar aksi massa.
Jika aksi itu tetap terjadi, Wiranto mempertanyakan apa yang diperjuangkan.
"Kalau ada gerakan massa saya perlu tanyakan, ini gerakan untuk apa? Yang diperjuangkan apa? Lalu kelompok mana?" ujar Wiranto.
3. Kapolri Larang Demo di MK
Kepolisian melarang aksi unjuk rasa di depan Gedung MK.
Demikian dikatakan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian di ruang Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).
"Saya sudah menegaskan kepada Kapolda Metro, kepada Badan Intelijen Kepolisian, tidak memberikan izin untuk melaksanakan demo di depan MK," kata Tito.
Keputusan tersebut juga berkaca dari kejadian kerusuhan 21-22 Mei 2019, yang diduga telah direncanakan oleh sekelompok perusuh.
Tito mengaku, tidak ingin ada oknum yang memanfaatkan diskresi Kepolisian untuk membuat kekacauan.
"Jadi peristiwa 21-22 (Mei) itu sudah direncanakan memang untuk rusuh."
"Saya tidak ingin itu terulang kembali, kebaikan yang kita lakukan, diskresi, saya tidak ingin lagi disalahgunakan."
"Untuk itu, saya larang semua unjuk rasa di depan MK yang melanggar ketertiban publik," ungkap dia.
4. Nekat Buat Kerusuhan, Akan Ditangkap
Senada dengan Tito, Wiranto menyebutkan, larangan demo di depan MK sekaligus mengantisipasi potensi ricuh seperti yang terjadi 21-22 Mei 2019.
Kepolisian tidak akan tinggal diam jika hal itu terulang lagi.
"Kalau ada yang nekat, ada demonstrasi, bahkan menimbulkan kerusuhan, saya tinggal cari saja," ujar Wiranto.
"Demonstrasi itu kan ada yang mengajak, ada yang mendorong, menghasut, nanti kan kita tinggal tahu siapa tokoh yang bertanggung jawab itu."
"Tinggal kami cari tokohnya, kami tangkap saja karena menimbulkan kerusuhan," tambah dia.
Wiranto mengatakan, pihaknya tidak mau main-main dalam hal keamanan nasional.
Dia merasa, pemerintah sudah berada di jalan yang benar dalam mengatasi potensi kericuhan ini.
Ia mengakui aksi unjuk rasa merupakan hak masyarakat.
Namun, dia mengingatkan kebebasan masing-masing individu tidak boleh sampai mengganggu kebebasan orang lain.
"Kebebasan tidak boleh ganggu keamanan nasional, ada toleransi hukum. Jika toleransi hukum dilanggar, dilewati, ya kita tinggal menindak saja kok siapa tokohnya itu," kata dia.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Rina Ayu Panca Rini) (Kompas.com/Jessi Carina/Devina Halim)