Rabu, 8 Oktober 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

Usut Korupsi Kuota Haji, KPK Kembali Dalami Pertemuan Eks Bendahara Amphuri dengan Yaqut Cholil

Penyidik tengah menelisik apakah pertemuan tersebut merupakan lobi untuk memengaruhi isi KMA demi keuntungan pihak-pihak tertentu.

Kolase Tribunnews
KORUPSI KOUTA HAJI - Kolase foto Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan tangkap layar surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 terkait pembagian kuota haji tambahan yang ditandatangani oleh Gus Yaqut dan kini dijadikan barang bukti oleh KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia (Amphuri), Tauhid Hamdi, pada Selasa (7/10/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia (Amphuri), Tauhid Hamdi, pada Selasa (7/10/2025).

Amphuri merupakan wadah bagi perusahaan-perusahaan travel yang menyelenggarakan perjalanan ibadah haji dan umrah secara resmi dan legal di Indonesia.

Baca juga: KPK Ungkap Kuota Haji untuk Petugas Kesehatan Dijual ke Calon Jemaah Reguler

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendalami pertemuannya dengan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang diduga berkaitan dengan skandal korupsi pembagian kuota haji tambahan tahun 2023–2024.

Usai menjalani pemeriksaan selama kurang lebih lima jam di Gedung Merah Putih KPK, Tauhid Hamdi mengonfirmasi bahwa materi penyidikan masih fokus pada pertemuannya dengan Yaqut sebelum terbitnya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 130 Tahun 2024.

Baca juga: Periksa Tiga Saksi, KPK Usut Aliran Fee Percepatan Kuota Haji ke Oknum Kemenag

"Masih sekitar pendalaman pertemuan dengan Gus Yaqut sebelum KMA turun," kata Tauhid kepada wartawan sebelum meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

KMA tersebut menjadi sorotan karena membagi 20.000 kuota haji tambahan secara merata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. 

Kebijakan ini dinilai janggal karena menyimpang dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang seharusnya mengalokasikan 92 persen kuota untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.

KPK menduga pertemuan antara pihak asosiasi penyelenggara haji dan umrah dengan Menteri Agama saat itu menjadi kunci untuk memuluskan kebijakan pembagian kuota yang tidak proporsional ini.

Penyidik tengah menelisik apakah pertemuan tersebut merupakan lobi untuk memengaruhi isi KMA demi keuntungan pihak-pihak tertentu.

"Apakah sebelum atau setelah terbitnya SK? Itu yang kami dalami," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam kesempatan sebelumnya.

Selain pertemuan sebelum KMA terbit, Tauhid juga mengaku sempat bertemu kembali dengan Yaqut Cholil Qoumas setelah yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai menteri. 

"Pertemuan silaturahmi," kilahnya.

Baca juga: Kementan Siap Dukung Rantai Pasok Haji dan Umrah, Sudaryono: Peluang Besar Bagi Petani Indonesia

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap saksi-saksi, termasuk Tauhid Hamdi, difokuskan pada dua hal utama: proses pengisian kuota tambahan dan dugaan adanya aliran dana atau "fee percepatan" yang mengalir ke oknum di Kementerian Agama.

Dalam kasus ini, KPK mengungkap adanya modus "uang percepatan" di mana biro travel atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) diduga harus menyetor antara 2.700 hingga 7.000 dolar AS (sekitar Rp 42 juta hingga Rp 115 juta) per jemaah untuk mendapatkan jatah dari kuota tambahan haji khusus.

Akibat praktik lancung ini, negara ditaksir mengalami kerugian lebih dari Rp 1 triliun. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved