Kabinet Jokowi
NasDem Kembali Inginkan Kursi Jaksa Agung, Pengamat: Jangan Diberikan ke Parpol
Begitu juga dengan yang ada urusannya dengan ekonomi, sebaiknya tidak diberikan ke parpol.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) diminta tidak memasukkan perwakilan partai politik untuk mengisi sejumlah jabatan strategis di Kabinet Kerja II. Diantaranya, jabatan Jaksa Agung.
Demikian disarankan Pakar Komunikasi Politik Hendri Satrio kepada Tribunnews.com, Selasa (9/7/2019).
Pun demikian untuk kursi Menteri Hukum dan HAM, dia menyarankan itu diserahkan kepada profesioanal atau pejabat karir di lembaga tersebut.
"Yang ada urusannya dengan hukum sebaiknya tidak dari parpol. Kalau bisa diambil dari pejabat karir di Kejaksaan atau dari profesional," ujar pendiri lembaga analisis politik KedaiKOPI kepada Tribunnews.com, Selasa (9/7/2019).
Begitu juga dengan yang ada urusannya dengan ekonomi, sebaiknya tidak diberikan ke parpol.
Baca: Nasdem Kembali Incar Kursi Jaksa Agung
Karena itu demi kelanggengan demokrasi di negeri ini, menurut dia, kursi Menteri Keuangan, Menteri Kordinator Bidang Perekonomian dan Menteri-menteri terkait ekonomi diserahkan kepada profesional.
Menurut dia, bila menteri bidang ekonomi dipegang partai politik, maka akan tidak baik sebuah negara.
"Kalau itu bisa repot. Seperti sekarang misalnya ada yang maunya impor terus, sementara ada yang berkewajiban untuk memikirkan kesejahteraan petani," jelas Hendri Satrio.
Bila kursi-kursi Menteri bidang hukum dan ekonomi tidak dipegang oleh kader parpol, maka tidak akan terjadi konflik kepentingan politik untuk pilpres 2024 mendatang.
NasDem Iginkan Kembali Kursi Jaksa Agung
Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny G Plate menilai baik jika Presiden Joko Widodo kembali memercayakan posisi Jaksa Agung kepada Partai NasDem.
Terlebih, saat ini Jaksa Agung dipimpin oleh H.M Prasetyo. Di mana Prasetyo merupakan kader partai yang dipimpin Surya Paloh itu.
"Jaksa Agung bapak Presiden yang tentukan. Kalau masih percayakan kepada kader NasDem tentu baik bagi kami, karena kaderisasi di NasDem berjalan," kata Johnny G Plate saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).
Ia mengatakan, penilaian terhadap kinerja Jaksa Agung tentu akan dilakukan langsung oleh Jokowi.
Sehingga, Johnny menyebut, orang yang kerap berkomentar buruk terhadap kinerja Jaksa Agung adalah pihak yang bermasalah di Kejaksaan.
"Pak Jokowi tentu melihat secara utuh bukan hanya mendengar komentar-komentar pihak-pihak bermasalah hukum," ungkap Johnny.
"Kalau bermasalah sama hukum dan ditangkap oleh kejaksaan pasti tidak suka dengan Jaksa Agung. Tapi Jaksa Agung menegakkan hukum sebagai pengacara negara," lanjutnya.
Meski demikian, Johnny tak menegaskan apakah NasDem berhakaa atas kursi Jaksa Agung.
Ia mengatakan, hal itu menjadi kewenangan Jokowi dalam memutuskan.
"NasDem menyerahkan kepada pak Jokowi yang punya kewenangan menilai kinerja kabinet," jelasnya.
Mantan Jampidsus: Calon Jaksa Agung Seharusnya dari Kalangan Internal Plus
Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Sudono Iswahyudi memberikan masukan terkait rencana pembentukan kabinet pemerintahan Jokowi setelah terpilih jadi presiden periode 2019-2024.
Sebagai mantan pejabat tinggi di lingkungan Kejaksaan Agung, Sudono menyoroti kriteria jaksa agung yang layak dipertimbangkan Jokowi.
Sudono mengatakan figur jaksa agung di era saat ini menghadapi tugas yang lebih berat dan kompleks serta harus dapat menghapus citra penegakan hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas.
"Di samping harus mampu melakukan pembenahan internal yang efektif dan objektif dalam rekrutmen dan pembinaan karier kejaksaan dalam mutasi dan promosi juga harus berani melakukan tindakan disiplin terhadap pelanggaran disiplin jaksa bahkan ada yang terlibat korupsi," ujar Sudono di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Tugas pokok lainnya, menurut Sudono, adalah menuntaskan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara-perkara penting yang mandek, terutama kasus kasus korupsi dan penuntasan kasus HAM masa lalu.
"Selain itu juga perlu adanya keterbukaan informasi publik agar sejalan dengan capaian open goverment partnership," katanya.
Kriteria jaksa agung baru juga tentu harus figur profesional, bersih dan berintegritas tinggi, berani bersikap tegas terutama dalam pembenahan internal dan tidak memiliki latar belakang atau berafiliasi dengan partai politik tertentu ataupun kegiatan bisnis maupun korporasi tertentu.
Serta tidak mempunyai rekam jejak pelanggaran hukum maupun kode etik kedinasan dan memiliki rekam jejak yang bagus dalam pengalaman dan kemampuan memimpin institusi.
"Sebab dengan pengalaman memimpin tersebut diharapkan akan dapat membawa kultur kerja dan perubahasan sistem organisasi yang lebih baik di lembaga tersebut yang pada akhirnya memicu reformasi di internal kejaksaan," katanya.