Kasus Pelindo II
Respons KPK Sikapi Tersangka Kasus Pelindo II RJ Lino Berada di Dubai
Tersangka kasus Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino, diketahui sedang berada di Dubai, Uni Emirat Arab.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II tahun anggaran 2010, Richard Joost Lino atau RJ Lino, diketahui sedang berada di Dubai, Uni Emirat Arab.
Hal itu terungkap setelah seorang Anggota DPR Komisi XI Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan, mengunggah foto bersama RJ Lino di akun Instagram miliknya @herigunawan88.
Selain Heri dan RJ Lino, dalam foto yang diunggah tertanggal 6 Juli 2019 beberapa politikus lainnya, yakni Anggota DPR Komisi III Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun; Politikus PKS, Aboe Bakar Al-Habsyi; dan Anggota DPR Komisi III Fraksi NasDem, Akbar Faizal.
Baca: 300 Pelari dan 6.400 Donatur Akan Terjun Bantu 5.500 Anak Lewat Run To Care Bali 2019
Baca: Kupas Modif Kawasaki KZ440 Gaya Brat-Bob Garapan Ayah-Anak
Baca: KPK: Lahan Sawit Bertambah Luas Tapi Penerimaan Pajaknya Malah Turun
Baca: Perkosa 5 Wanita Kenalannya di FB, Pria Ini Kemudian Tanam Jasad Korbannya di Halaman Rumah
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menerangkan bahwa pencegahan terhadap tersangka memiliki batas waktu.
Ia menjelaskan, batas waktu pencegahan ke luar negeri seorang tersangka adalah enam bulan, kemudian diperpanjang lagi enam bulan setelahnya.

"Kalau lebih dari itu, tentu KPK tidak bisa memaksakan pelarangan. Sekarang fokus KPK pada kasus ini melakukan pendalaman dan pemeriksaan saksi-saksi termasuk menghitung kerugian negara," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2019).
Namun, kata Febri, jika penyidik KPK membutuhkan keterangan RJ Lino sebagai tersangka, ia sewaktu-waktu dapat dipanggil.
Sebagai informasi, KPK telah mencegah RJ Lino ke luar negeri per 30 Desember 2015 setelah ditetapkan tersangka.
Kasus ini ditangani KPK sejak Desember 2015 silam.
Namun pengusutan kasus dugaan korupsi di Pelindo II itu belum juga rampung.
Penyidik bahkan belum menahan RJ Lino.
RJ Lino yang kini menjabat sebagai Komisaris PT JICT terakhir diperiksa penyidik pada 5 Februari 2016 lalu.
KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II.
RJ Lino diduga telah menyalahgunakan wewenangnya saat menjadi Dirut Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC.
RJ Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Periksa 3 saksi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai bergerak dalam penyidikan untuk menuntaskan kasus korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II.
Hari ini penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi kasus tersebut. Mereka di antaranya, Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat Angkat dan Angkut PT Surveyor Indonesia Ibnu Hasyim, General Manager Cabang Pelabuhan Panjang PT Pelindo II Drajat Sulistyo, dan General Manager Cabang Pelabuhan Palembang PT Pelindo II Agus Edi Santoso.
"Tiga saksi dijadwalkan pemeriksaannya untuk tersangka RJL (Richard Joost Lino)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Selasa (2/7/2019).
Sebelumnya, KPK mendapat kritikan terkait lamanya penanganan kasus korupsi pengadaan QCC di Pelindo II yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino.
Baca: Hari Ini Pemerintah Cairkan Gaji Ke-13 untuk PNS, TNI, Polri, dan Pensiunan
Terkait lamanya penanganan perkara kasus, Febri pernah menyatakan bahwa hal tersebut juga menjadi perhatian pimpinan KPK saat ini.
"Waktu yang lama ini juga menjadi perhatian bagi pimpinan KPK jilid saat ini karena kita tahu ini kan ditetapkan tersangkanya pada akhir-akhir pimpinan sebelumnya," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2019).
Untuk diketahui, RJ Lino telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 15 Desember 2015. Sedangkan pimpinan KPK jilid IV di bawah komando Agus Rahardjo dilantik pada 21 Desember 2015.
"Bagaimana pun juga secara kelembagaan, kasus ini menjadi tanggung jawab KPK. Jadi, siapa pun pimpinannya, penyidik dan penuntut umum akan tetap melaksakan tugasnya sebagaimana mestinya," tegas Febri.
Saat ini, Febri menjelaskan, KPK tengah fokus dengan kebutuhan kerugian negara pengadaan QCC tersebut.
"Kami saat ini sedang fokus pada hal-hal yang sifatnya teknis terkait dengan kebutuhan kerugian keuangan negara. Artinya apa? Tim terus melakukan koordinasi dengan ahli baik ahli yang menghitung kerugian keuangan negara, berkoordinasi juga dengan auditor dan juga melakukan pemeriksaan (saksi) seperti yang dilakukan hari ini," jelasnya.
RJ Lino sampai saat ini belum ditahan KPK meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan tiga QCC.
Sebagaimana diketahui, RJ Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 15 Desember 2015 karena diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari Cina sebagai penyedia barang.
Menurut KPK, pengadaan tiga unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.
Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011Tanggal 18 Maret 2011.