Sabtu, 6 September 2025

Eksklusif Tribunnews

Rencana Rekrut Dosen dan Rektor Asing, Menristekdikti: Selama Ini Syarat Jadi Rektor Terlalu Rendah

Peluang merekrut rektor asing karena kita harus memberi tantangan kepada rektor-rektor Indonesia karena selama ini syaratnya terlalu mudah.

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Rizal Bomantama
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir akan segera mengimplementasikan rencana perekrutan dosen dan rektor asing pada 2020 mendatang. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir akan segera mengimplementasikan rencana perekrutan dosen dan rektor asing pada 2020 mendatang.

Ia mengatakan pihak Kemenristekdikti baru akan menerapkan perekrutan dosen dan rektor asing pada dua sampai lima perguruan tinggi, baik negeri atau swasta di Indonesia hingga tahun 2024.

Nasir menjelaskan masyarakat Indonesia, terutama akademisi tak perlu panik menghadapi rencana tersebut karena menurutnya kolaborasi dengan dosen dan rektor asing mampu meningkatkan persaingan serta mutu pendidikan tinggi di Indonesia.

Ia pun menjelaskan tak sembarangan dosen dan rektor asing yang akan direkrut dengan memperketat persyaratannya.

Berikut petikan wawancara Tribunnews.com dengan Muhammad Nasir di Kantor Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2019).

Tribun: Kenapa kebijakan impor dosen dan rektor asing perlu dilakukan?

Perlu saya sampaikan kepada masyarakat Indonesia bahwa perekrutan dosen dan rektor asing bukan hal yang aneh, itu perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetisi dengan tujuan meningkatkan sumber daya manusia.

Kalau tidak ada kompetisi tersebut bisa jadi perguruan tinggi kita tak pernah menjadi perguruan tinggi tingkat dunia.

Kita harus melihatnya dalam sudut pandang positif untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kita, dan kebijakan ini sudah dilakukan di negara-negara lain yang memiliki perguruan tinggi kelas internasional.

Tribun: Bagaimana cara seleksi dosen atau rektor asing tersebut untuk meyakinkan masyarakat Indonesia?

Yang pertama adalah apakah yang bersangkutan mempunyai jaringan yang luas karena rektor sebagai manajer perguruan tinggi akan meningkatkan peringkat, lalu kita lihat rekam jejaknya dalam mengelola perguruan tinggi, apakah bisa membuat sebuah perguruan tinggi menjadi nomor satu.

Dan ketiga bagaimana rekam jejaknya dalam membuat inovasi supaya riset yang dihasilkan bisa menghasilkan pendapatan yang kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan riset yang lain.

Paling tidak tiga hal itu yang akan digunakan sebagai rujukan untuk menseleksi dosen serta rektor asing.

Tribun: Kendalanya apa saja untuk mewujudkan rencana itu?

Yang pertama sebenarnya bukan kendala, tapi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi mengatur tenaga asing tak boleh masuk Indonesia kecuali bisa melakukan kerja sama di bidang riset, pembelajaran, dan bidang-bidang lainnya.

Lalu soal rektor asing diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2014 di mana bisa diterapkan pada perguruan tinggi swasta dan pada tiga jenis perguruan tinggi negeri (PTN) yakni PTN-Badan Hukum, PTN-Badan Layanan Umum, dan PTN-Satuan Kerja Kementerian.

Problemnya ada di PTN karena PTN menggunakan anggaran negara maka pimpinan PTN harus kuasa pengguna anggaran yang berarti harus PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Dan dalam PP itu juga menyebut rektor harus warga negara Indonesia sehingga tidak memungkinkan menghadirkan rektor asing.

Sehingga untuk mewujudkan rencana itu kita harus mengubah PP tersebut.

Lalu saya mau tambahkan kenapa kita membuka peluang merekrut rektor asing karena kita harus memberi tantangan kepada rektor-rektor Indonesia karena selama ini kita memberikan syarat terlalu rendah untuk menjadi rektor.

Kadang ada yang hanya mensyaratkan menjabat sebagai ketua jurusan, sementara tak punya jaringan.
Syarat itu kan terlalu rendah, tapi nanti begitu dinaikkan tidak ada yang mendaftar, kan masalah juga.

Kita harus keluarkan potensi-potensi akademisi Indonesia dengan rencana tersebut.

Masalah berikutnya adalah penganggaran. Perlu diketahui bahwa biaya kuliah di luar negeri tinggi sekali, berbeda dengan uang kuliah tunggal (UKT) yang diterapkan perguruan tinggi di Indonesia yang masih sangat rendah jika dibandingkan perguruan tinggi luar negeri.

Yang perlu dipikirkan bagaimana membuat biaya kuliah dinaikkan tanpa membuat kegaduhan.

Tribun: Apakah langsung diterapkan pada semua perguruan tinggi?

Rencana kami hanya diterapkan pada dua sampai lima perguruan tinggi di Indonesia sampai tahun 2024, bandingkan jumlah seluruh perguruan tinggi di Indonesia yang mencapai 4.700.

Tribun: Perguruan tinggi negeri atau swasta?

Ini yang baru kita petakan, nanti bisa saja di PTN-Badan Layanan Umum, tapi harus kita harmonisasi dulu undang-undang dengan peraturan tentang pengelolaan pendidikan tinggi.

Supaya antara dosen Indonesia dengan asing memiliki hak yang sama sehingga bisa saling berkompetisi.

Kita coba lihat dari pengalaman negara lain. Di Arab Saudi ada perguruan tinggi bernama King Fahd University of Petroleum and Minerals.

Dulu sebelum tahun 2005 dia masuk 800 besar universitas di dunia, tapi sekarang sudah masuk 500 besar atau peringkatnya melejit sekitar 189 tingkat, alasannya ternyata selama kurun waktu tersebut mereka menerapkan 40 persen tenaga pengajarnya adalah asing.

Yang mau saya sampaikan, jangan kebijakan ini dilihat sebagai pencorengan atas marwah atau harga diri bangsa.

Kalau ditanya apakah perguruan tinggi yang mempekerjakan tenaga asing langsung jadi liberal, kan tidak, nasionalisme tetap dijaga.

Sudah saatnya kita membuka diri, jangan menutup diri terus terhadap persaingan global, dan harus ditantang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Tribun: Kalau masih harus ubah undang-undang kapan diterapkan?

Target kami tahun 2020 sudah mulai bisa dilaksanakan, kalau hanya terpaku pada peraturan tak akan jalan program ini. Kami juga siap bicarakan dengan DPR RI.

Tribun: Sebelumnya kita sudah banyak melakukan kerja sama riset pendidikan dengan luar negeri. Apakah itu tak cukup membantu meningkatkan kualitas pendidikan kita?

Kita pernah punya kerja sama riset Newton Fund dengan Inggris, lalu dengan USAID SHERA, dan kami sedang lakukan aliansi riset bersama Masschussets Institute of Technology yang merupakan perguruan tinggi terbaik dunia.

Kalau bisa dikembangkan bisa mengangkat martabat Indonesia.

Kalau ditanya apakah membantu atau tidak, perlu diketahui kita memiliki 292 ribu dosen di seluruh Indonesia tapi tinggal produktifitasnya bagaimana.

Kalau tidak ditantang mereka tidak akan menggeliat, teorinya sudah seperti itu untuk menciptakan hal yang lebih baik.

Saya yakin ini adalah solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi Indonesia. Saya sudah sampaikan ini sejak 2016 tapi saya di-bully habis-habisan dan sekarang saya lebih keras lagi.

Saya hanya ingin perguruan tinggi Indonesia masuk 200 besar dunia.

Tribun: Apakah pernah disampaikan pada forum rektor?

Sering dan malah ditanggapi dengan rasa takut, kita dianggap ‘inlander’ lah, tapi bagaimana kalau kita tak berani berkompetisi. Sekarang eranya sudah kompetisi.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan