Mahkamah Agung: Pemerintah Wajib Tanggung Jawab Atas Kasus Karhutla di Kalteng
Alasan ditolaknya kasasi yang diajukan adalah, pemerintah wajib melakukan apa yang dituntut warga untuk melakukan penghijauan atau reboisasi.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menyatakan pemerintah harus bertanggung jawab atas kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah tahun 2015.
MA telah menolak permohonan kasasi (PK) Presiden Joko 'Jokowi' Widodo. Alasan ditolaknya kasasi yang diajukan adalah, pemerintah wajib melakukan apa yang dituntut warga untuk melakukan penghijauan atau reboisasi.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menegaskan, pemerintah memiliki tanggung jawab melindungi seluruh isi negara ini, termasuk kelangsungan lingkungan hidup.
Dalam gugatan citizen law suit yang diajukan pada 2016 itu, Jokowi berserta kementerian terkait dituntut untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca: Komisi III Minta Pemerintah dan Polri Tidak anggap Remeh Masalah di Papua
Undang-undang itu penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
"Kalau ada kebakaran hutan, pemerintah berkewajiban untuk memadamkan untuk mereboisasi kembali," ujar Abdullah di Gedung MA, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Abdullah mengatakan, gugatan tersebut tidak perlu dipandangan seperti dua pihak tengah berperkara. Namun, dia mencontohkan layaknya seorang anak yang tengah menuntut ayahnya untuk melakukan perbaikan.
"Jadi itu bukan berarti tuntutan atau gugatan yang nanti mereka dapat keuntungan dari itu semua, tidak. Semuanya kembali kepada rakyat, semuanya membangun bangsa dan negara ini," katanya.
Baca: Di Demo, Kadishub DKI Akui Baru Ada 11 Jenis Kendaraan yang Terbebas Aturan Ganjil-Genap
Untuk diketahui, MA menolak permohonan kasasi Jokowi terkait kasus karhutla di Kalimantan Tengah tahun 2015.
Putusan kasasi dengan nomor perkara 3555 K/PDT/2018 diketok pada 16 Juli 2019. Putusan tersebut dikeluarkan oleh Nurul Elmiyah selaku ketua majelis hakim dengan anggota Pri Pambudi Teguh dan I Gusti Agung Sumanatha.
Kasus yang menyasar Jokowi ini bermula saat sekelompok masyarakat menggugat Kepala Negara pada tahun 2016.
Gugatan itu juga ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Menteri Pertanian Republik Indonesia, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Gubernur Kalimantan Tengah, dan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Pada putusan tingkat pertama yang diketok pada 22 Maret 2017 dengan Nomor 118/Pdt.G.LH/ 2016/PN.Plk, Pengadilan Negeri Palangkaraya menjatuhkan vonis yang menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Baca: Bajakah Belum Terbukti Secara Klinis, Pakar Minta Warga Tidak Terjebak Euforia
Kemudian Jokowi diputus untuk menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Dari putusan tersebut, Jokowi dan kawan-kawan tidak terima dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Palangkaraya.
Namun, pada 19 September 2017, Pengadilan Tinggi Palangkaraya menolak banding dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya, dengan nomor perkara 36/PDT.G-LH/2017/PT PLK.